Opini

Semangat Hari Pahlawan, IPNU Harus Berbenah

NU Online  ·  Kamis, 12 November 2015 | 00:01 WIB

Oleh: M. Nahdhy Fasikhin*
Jika kita kembali mengingat peristiwa pada 87 tahun silam, para founding father negara kita mempertaruhkan nyawanya untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penindasan dan penjajahan. Salah satu momentum penting yang tidak akan pernah terlupakan adalah persatuan pemuda pada 28 Oktober 1928, sehingga peristiwa tersebut sampai hari ini kita kenal dengan hari Sumpah Pemuda.<> Seiring waktu pada tanggal 10 November 1945, merupakan puncak perlawanan terhadap penjajah, di mana tentara kita berani mengusir penjajah, mengangkat tinggi panji negara, Sang Saka Merah putih.

Tak pernah lekang dalam ingatan kita perjuangan para pemuda Indonesia di Surabaya pada hari itu. Lantas pada hari ini 10 Nopember 2015, apa balasan kita terhadap para leluhur kita yang dengan penuh kesadaran dan keberanian berkorban untuk generasi mudanya. Berpangku tangan bukanlah menjadi solusi untuk memajukan bangsa kita. Hanya mengenang sejarah perjalanan mereka bukanlah sesuatu yang bijak untuk kita angankan. Ingat bahwa presiden pertama kita Soekarno pernah menyatakan “Beri aku sepuluh pemuda, maka akan ku guncang dunia”. Artinya, harapan untuk memerdekakan dan memajukan bangsa ini terletak pada kemampuan, pengetahuan, moralitas dan ketangguhan pemudanya, bahwa pemuda dengan segenap usahanya mampu memberi nilai lebih dari sekedar membanggakan kenangan yang diukir oleh para pendahulunya, yakni dengan terus mengasah wawasan dan pengetahuan tentang perkembangan teknologi dan informasi, keterampilan, dan juga melestarikan budaya yang mengakar di negeri ini.

Dewasa ini kita dihadapkan dengan fenomena dimana kecenderungan moral pemuda dan pelajar kita menurun. Identitas yang semakin mendarah daging dalam diri mereka adalah identitas bangsa lain. Faktanya, bahwa pemuda kita lebih cenderung bersikap anarkis, bahkan apatis terhadap lingkungan sekitarnya. Jarang sekali kita melihat pemuda, nimbrung dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat kebudayaan atau kedaerahan, kecuali bila mereka “dicambuk” untuk mengikuti kegiatan tersebut. Tidak ada kesadaran bahwa yang membentuk diri mereka adalah kebudayaan di mana ia dilahirkan, etika dan moral yang oleh para leluhur mereka ajarkan.

Momentum berbenah

Fakta yang telah disampaikan di atas, merupakan isu penting yang harus dibenahi oleh segenap individu di negara ini. Pendekatan terhadap pemuda, sebaiknya dilakukan oleh unsur dari sesamanya, yakni kalangan pemuda. Mereka harus membaur satu sama lain, untuk satu tujuan, mengembalikan keagungan identitas bangsa kita dengan menjunjung tinggi budaya kita sendiri, melestarikan dan memegang teguh moralitas dan etika yang lahir dari budaya tersebut.

Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), sebagai organisasi kepemudaan yang berorientasi pada pemuda, khususnya pelajar dan santri, sebaiknya benar-benar mengkaji fenomena ini. Organisasi ini seharusnya lebih dari sekedar organisasi kader yang sekedar terpacu untuk memperbanyak kuantitas kader binaannya. IPNU bisa saja memilih untuk menumbuhkan kuantitas kader untuk menunjang jalan organisasi ini, di mana hal ini bisa dilakukan dengan mengadakan pelatihan kaderisasi, apalagi IPNU sendiri memiliki basis di sekolah-sekolah Ma’arif, MA, SMA, dan SMK maupun pondok pesantren. Akan tetapi, kaderisasi sebaiknya dilakukan lebih dari itu. Bukan sekedar kuantitas yang diperhatikan, tapi juga kualitas dan kapabilitas kader tersebut harus diutamakan, baik dari segi pendidikan, wawasan, sosial-budaya dan pengetahuan atas teknologi dan informatika. Sehingga kader tersebut mampu bersaing dikancah nasional maupun internasional.

Dalam hitungan minggu ke depan, IPNU akan menggelar Kongres ke XVII. Hal ini tentu sangat berarti, di mana pemimpin baru akan dipilih, tentu dengan harapan, ia mampu membawa IPNU menjadi lebih hebat. Setidaknya, beberapa hal yang perlu digarisbawahi untuk memenjadikan organisasi tersebut lebih hebat; pertama, sistem kaderisasi harus dikaji ulang, melihat pentingnya pengembangan kapasitas kader; kedua, IPNU harus membuat konsep “Pemuda Terdidik Berbudaya” untuk meneguhkan identitas budaya dan bangsa; ketiga, IPNU harus berorientasi pada kegiatan praksis dan kontinyu, supaya menumbuhkan kader yang berjiwa sosial.

Akhirnya, semangat Hari Pahlawan bukan sekedar berpangku tangan untuk memajukan bangsa kita. Hanya mengenang sejarah perjalanan mereka bukanlah sesuatu yang bijak untuk kita angankan. Maka belajarlah tanpa henti, berjuanglah tanpa menorah dan bersandarlah dengan taqwa. Salam Belajar, Berjuang dan Bertaqwa.

*Kader IPNU Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sekjend Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Periode 2012-2015