Opini

Rihlah; Mengaji Manajemen dan Pluralisme di Inggris

NU Online  ·  Selasa, 14 Oktober 2003 | 04:49 WIB

Oleh: H.A. Fahrur Rozi Burhan*

Inggris, NU.Online
Pagi yang cukup dingin, ketika pertama kali kami menginjakkan kaki di bandara Heathrow London, ahad 14 september 2003, memulai sebuah program workshop lima minggu yang dirancang oleh British Council untuk dua belas deputy headmaster alias wakil pengasuh pesantren utusan PBNU, dengan topic utama Training programme on education management di Markfield Institute of Higher education, yang berlokasi disebuah daerah pedesaan dekat kota Leicester, sekitar 140 km dari London. Hawa dingin berkisar 16 derajat celcius disiang hari dan 6 derajat dimalam hari terasa cukup menusuk tulang, ditambah kondisi peserta yang jetlag , untuk menyesuaikan perubahan waktu inggris berselisih 6 jam dengan waktu WIB, pada mulanya sedikit menghambat, namun ide berolahraga ternyata cukup efektif menjadi penawar hawa dingin, so, pagi pagi kita rame rame jalan jalan sambil melihat pemandangan desa markfield yang amat sejuk menawan, terasa menjadi sebuah hiburan menyenangkan.

<>

Markfield Institute merupakan lembaga pendidikan tinggi islam yang menawarkan spesialisasi program magister dan doktor di bidang islamic studies, dan management perbankan islam, dikelola oleh para professional dari beberapa perguruan tinggi terkemuka, yang telah berpengalaman di bidang pendidikan, serta bekerjasama secara resmi dengan universitas negeri Loughborough, salah satu universitas papan atas di inggris.

Kuliah dalam program ini disusun sedemikian padat, dengan empat session setiap hari, mulai pukul 9.45 sampai pukul 6 sore, efektif lima hari dalam seminggu, ditambah diskusi bersama pada pukul 7 malam , tiga kali seminggu, membuat para kyai kyai muda cukup kewalahan, mengingat budaya tepat waktu kurang biasa dilakukan di dalam keseharian pesantren dan NU pada umumnya, maka, satu dua hari peserta kadang telat, adalah biasa, harap maklum.

Kuliah disampaikan dalam bahasa arab dan inggris, dengan materi pokok leadership dan management, pola rekrutmen staf dan marketing, serta Interfaith, materi disampaikan oleh dosen dosen senior yang cukup terkenal,diantaranya Dr. Bob Smith, Dr. Seeda Shah, Dr. Howard Stevenson , Dr. Jonathan Ivy dan lain lain, mereka didatangkan dari Leicester University; salah satu universitas yang merupakan pusat pelatihan leadership dan management terkemuka di inggris, ditambah beberapa materi tentang hubungan antar ummat beragama, dan topic lain mengenai westernisasi, orientalisme, tantangan islam masa depan dan etika sekolah islam, plus kunjungan studi banding ke sekolah sekolah islam dan universitas terkenal di berbagai daerah, and rekreasi di setiap hari sabtu , sehingga suasana terasa cukup menyenangkan.

Kuliah management dan leadership benar benar membuka cakrawala baru bagi kyai muda yang sehari hari bergelut di pesantren, betapa kemauan terus menerus akan keterbukaan dan upaya pembaharuan ternyata menjadi kata kunci kemajuan, dua hal yang selama ini termasuk hal jarang dilakukan kaum santri, sedangkan esensi leadership mengingatkan mereka untuk intropeksi terhadap system kepemimpinan sebagian pesantren saat ini yang cenderung otoriter dan anti kritik, karena cenderung berpijak pada konsep The Great Man; pemimpin itu dilahirkan ( bahkan diwariskan ), menjadi kepemimpinan demokratis moderat yang berinspirasi dengan keahlian; bukan dengan kekuasaan, untuk memberdayakan orang orang lain , agar dapat bekerja bersama sama dalam sebuah tim kerja yang solid, dalam mencapai tujuan.

Peserta juga mendapat gambaran yang amat jelas mengenai system pendidikan yang berlaku di Negara inggris, dari dasar sampai universitas, secara teori dan kunjungan langsung ke lapangan, di berbagai sekolah islam dan non islam, termasuk kunjungan dan diskusi dengan dosen orientalisme di universitas Oxford yang amat terkenal, bahkan semua peserta sempat merasakan duduk satu jam pelajaran di dalam kelas yang berbeda, mengikuti pelajaran bersama siswa A level ( setingkat SMU) di St. Queen Elizabeth College Leicester, sebagai bahan studi perbandingan dan improvisasi untuk kemajuan pesantren masa depan.

Yang cukup menarik pula adalah Sesi orientalisme , sesi ini berlangsung amat hening dan mencengangkan, ketika Dr. Manazir ahsan. Direktur Islamic Foundation dan Markfield Institute serius menjlentrehkan seluk beluk orientalisme dan mengapa barat cenderung memusuhi islam, ternyata gerakan orientalisme telah dimulai dari eksperimen Jhon of Damascus; kawan Yazid bin Muawiyyah pada tahun 750 M, seorang murtad yang aktif menulis buku propaganda anti islam, dan menuduh wahyu semata dibuat buat untuk memenuhi syahwat nabi, sedangkan alqur’an adalah saduran bebas dari taurat dan injil, dan upaya Peter The Venerable ( 1094-1156) yang memulai proyek penerjemahan buku buku arab ke dalam bahasa latin.

Gerakan orientalisme semakin dipicu oleh kekalahan orang barat dalam perang salib di abad 12, kekalahan ini melahirkan ide memindahkan perang fisik menuju perang pemikiran, mereka mempropangandakan kebencian terhadap islam, diantaranya adalah islam digambarkan sebagai Kristen baru yang se