Opini

Rahasia Utuhnya Islam Indonesia (Bag. I)

NU Online  ·  Kamis, 5 Januari 2017 | 06:35 WIB

Tulisan ini adalah resume ceramah Kiai Ahmad Muwaffiq (PWNU DIY) di Halaman TPQ Matholi’ul Falah, Dk. Pesantren, Ds. Sembongin, Kec. Banjarejo, Kab. Blora, Jawa Tengah, pada 06 Agustus 2016. 

Tulisan ini dialihtuliskan dan diedit oleh Ahmad Naufa Khoirul Faizun, pengelola blog ahmadnaufa.wordpress.com, Wakil Sekretaris PC GP Ansor Kabupaten Purworejo, selesai pada 19 Desember 2016. Video utuhnya dapat dilihat di youtube, dengan link url: https://www.youtube.com/watch?v=TWikYzODFl4.

Tulisan ini akan diposting secara bersambung. Berikut transkrip tersebut

Alhamdulillah, akhir-akhir ini orang merasakan manfaatnya Nahdlatul Ulama (NU). Dulu, orang yang paling bahagia, paling sering merasakan berkahnya NU adalah orang yang sudah meninggal: setiap hari dikirimi doa. Tapi, hari ini begitu dunia dilanda kekacauan, ketika dunia Islam galau: di Afganistan perang sesama Islam, di Suriah perang sesama Islam, di Irak, perang sesama Islam. Semua ingin tahu, ketika semua sudah jebol, kok ada yang masih utuh: Islam di Indonesia. 


Akhirnya semua ingin ke sini, seperti apa Islam di Indonesia kok masih utuh. Akhirnya semua sepakat: utuhnya Islam di Indonesia itu karena memiliki jam’iyyah NU. Akhirnya semua ingin tahu NU itu seperti apa.
Ternyata, zaman dulu ada orang Belanda yang sudah menceritakan santri NU, namanya C. Snock Hurgronje. C. Snock Hurgronje itu hafal Al-Qur’an, Sahih Bukhori, Sahih Muslim, Alfiyyah Ibnu Malik, Fathul Mu’in, tapi tidak (memeluk) Islam, sebab tugasnya menghancurkan Islam Indonesia. Karena Islam Indonesia selalu melawan Belanda. Sultan Hasanuddin, santri. Pangeran Diponegoro atau Mbah Abdul Hamid, santri. Sultan Agung, santri. Mbah Zaenal Mustofa, santri. Semua santri kok melawan Belanda.
Akhirnya ada orang belajar secara khusus tentang Islam, untuk mencari rahasia bagaimana caranya Islam Indonesia ini remuk, namanya C. Snock Hurgronje. C. Snock Hurgronje masuk ke Indonesia dengan menyamar namanya Syekh Abdul Ghaffar. Tapi C. Snock Hurgronje belajar Islam, menghafalkan Al-Qur’an dan Hadits di Arab. Maka akhirnya paham betul Islam.


Begitu ke Indonesia, C. Snock Hurgronje bingung: mencari Islam dengan wajah Islam, tidak ketemu. Ternyata Islam yang dibayangkan dan dipelajari C. Snock Hurgronje itu tidak ada.
Mencari Allah di sini tidak ketemu, ketemunya pangeran. Padahal ada pangeran namanya Pangeran Diponegoro. Mencari istilah shalat tidak ketemu, ketemunya sembahyang. Mencari syaikhun, ustadzun, tidak ketemu, ketemunya kiai. Padahal ada nama kerbau namanya kiai slamet. Mencari mushalla tidak ketemu, ketemunya langgar.


Maka, ketika C. Snock Hurgronje bingung, dibantu Van Der Plas. Ia menyamar dengan nama Syeh Abdurrahman. Mereka memulai dengan belajar bahasa Jawa. Karena ketika masuk Indonesia, mereka sudah bisa bahasa Indonesia, bahasa Melayu, tapi tidak bisa bahasa Jawa. 


Begitu belajar bahasa Jawa, mereka bingung, strees. Orang di sini makanannya nasi (sego). C. Snock Hurgronje tahu bahasa beras itu, bahasa inggrisnya rice, bahasa Arabnya ar-ruz. Yang disebut ruz, ketika di sawah, namanya pari, padi. Di sana masih ruz, rice. Begitu padi dipanen, namanya ulen-ulen, ulenan. Disana masih ruz, rice. Jadi ilmunya sudah mulai kucluk, konslet. Begitu ditutu, ditumbuk, digiling, mereka masih mahami ruz, rice, padahal di sini sudah dinamai gabah. Begitu dibuka, di sini namanya beras, di sana masih ruz, rice. Begitu bukanya cuil, di sini namanya menir, di sana masih ruz, rice. Begitu dimasak, di sini sudah dinamai sego, nasi, di sana masih ruz, rice. Begitu diambil cicak satu, di sini namanya upa, di sana namanya masih ruz, rice. Begitu dibungkus daun pisang, di sini namanya lontong, sana masih ruz, rice. Begitu dibungkus janur kuning namanya ketupat, sana masih ruz, rice. Ketika diaduk dan ajur, lembut, di sini namanya bubur, sana namanya masih ruz, rice. 


Inilah bangsa aneh, yang membuat C. Snock Hurgronje judeg, pusing. Mempelajari Islam Indonesia tidak paham, akhirnya mencirikan Islam Indonesia dengan tiga hal: (1) kethune miring, sarunge nglinting (berkopiah miring dan bersarung ngelinting), (2) mambu rokok (bau rokok), (3) tangane gudigen (tangannya berpenyakit kulit). Cuma tiga hal itu catatan (pencirian Islam Indonesia) C. Snock Hurgronje di Perpustakaan Leiden, Belanda. Tidak pernah ada cerita apa-apa, yang lain sudah biasa.


Maka, jangankan C. Snock Hurgronje, orang Indonesia saja kadang tidak paham dengan Islam Indonesia karena kelamaan di Arab. Iihat tetangga pujian, karena tidak paham, bilang bid’ah. Melihat tetangga menyembelih ayam untuk tumpengan, dibilang bid’ah. Padahal itu produk Islam Indonesia. Kelamaan di luar Indonesia, jadi tidak paham. Masuk ke sini sudah kemlinthi, sok-sokan, memanggil Nabi dengan sebutan “Muhammad” (saja). Padahal, disini, tukang bakso saja dipanggil “Mas”.


Lha, akhir-akhir ini semakin banyak yang tidak paham Islam Indonesia. Kenapa? Karena Islam Indonesia keluar dari rumus-rumus Islam dunia, Islam pada umumnya. Kenapa? Karena Islam Indonesia ini sari pati (essensi) Islam yang paling baik yang ada di dunia. Kenapa? Karena Islam tumbuhnya tidak di sini, tetapi di Arab. Rasulullah orang Arab. Bahasanya bahasa Arab. Yang dimakan juga makanan Arab. Budayanya budaya Arab. Kemudian Islam datang ke sini, ke Indonesia.


Kalau Islam masuk ke Afrika itu mudah, tidak sulit, karena waktu itu peradaban mereka masih belum maju, belum terdidik. Orang belum terdidik itu mudah dijajah. Seperti pilkada, misalnya, diberi 20.000 atau mie instan sebungkus, beres. Kalau mengajak orang berpendidikan, sulit, dikasih 10 juta belum tentu mau.
Islam datang ke Eropa juga dalam keadaan terpuruk. Tetapi Islam datang ke sini, mikir-mikir dulu, karena bangsa sedang dalam kuat-kuatnya. Bangsa Anda sekalian itu bukan bangsa kecoak. Ini karena ketika itu sedang ada dalam kekuasaan negara terkuat yang menguasai 2/3 dunia, namanya Majapahit. Majapahit ini bukan negara sembarangan. Universitas terbesar di dunia ada di Majapahit, namanya Nalanda. Hukum politik terbaik dunia yang menjadi rujukan ada di Indonesia, waktu itu ada di Jawa, kitabnya bernama Negarakertagama. Hukum sosial terbaik ada di Jawa, namanya Sutasoma. Bangsa ini tidak bisa ditipu, karena orangnya pintar-pintar dan kaya-kaya.


Cerita surga di Jawa itu tidak laku. Surga itu (dalam penggambaran Al-Quran): tajri min tahtihal anhaar (airnya mengalir), seperti kali. Kata orang di sini: “mencari air kok sampai surga segala? Di sini itu, sawah semua airnya mengalir.” Artinya, pasti bukan itu yang diceritakan para ulama penyebar Islam. Cerita surga tentang buahnya banyak juga tidak, karena di sini juga banyak buah. Artinya dakwah di sini tidak mudah. Diceritain pangeran, orang Jawa sudah punya Sanghyang Widhi. Diceritain ka’bah orang jawa juga sudah punya stupa: sama-sama batunya dan tengahnya sama berlubangnya. Dijelaskan menggunakan tugu Jabal Rahmah, orang Jawa punya Lingga Yoni. Dijelaskan memakai hari raya kurban, orang Jawa punya peringatan hari raya kedri. Sudah lengkap. Islam datang membawa harta-benda, orang Jawa juga tidak doyan. Kenapa? Orang Jawa beragama Hindu. Hindu itu, orang kok ngurusin dunia, kastanya keempat: Sudra. Yang boleh bicara agama adalah orang Brahmana, kasta yang sudah tidak membicarakan dunia. Di bawah Brahmana ada kasta Ksatria, seperti kalau sekarang bupati. Ini juga tidak boleh bicara agama, karena masih ngurusin dunia. Di bawah itu ada kasta namanya Wesya (Waisya), kastanya pegawai negeri. Kasta ini tidak boleh bicara agama. Di bawah itu ada petani, pedagang dan saudagar, ini kastanya Sudra. Kasta ini juga tidak boleh bicara agama. 


Jadi, kalau ada cerita Islam dibawa oleh para saudagar, tidak bisa diterima akal. Secara teori ilmu pengetahuan ditolak, karena saudagar itu Sudra dan Sudra tidak boleh bicara soal agama. Yang cerita Islam dibawa saudagar ini karena saking judeg-nya, bingungnya memahami Islam di Indonesia. Di bawahnya ada kasta Paria, yang hidup dengan meminta, mengemis. Di bawah Paria ada pencopet, namanya kasta Tucca. Dibawah Tucca ada maling, pencuri, namanya kasta Mlecca. Dibawahnya lagi ada begal, perampok, namanya kasta Candala.


Anak-anak muda NU harus tahu. Itu semua nantinya terkait dengan Nahdlatul Ulama.