Opini

Pusaka KH A. Wahab Muhsin dalam Konteks Covid-19 (Bagian 3-Habis)

Jum, 1 Mei 2020 | 13:30 WIB

Pusaka KH A. Wahab Muhsin dalam Konteks Covid-19 (Bagian 3-Habis)

Ilustrasi wabah Covid-19

Oleh Syihabuddin Qalyubi 

Pusaka ketiga: “anni massaniyad-durru wa anta ar-hamur-rahimin”. (sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang).
 
Wirid ini diambil dari surah al-Anbiya: 83. Dalam tafsir Al-Wajiz disebutkan: Allah SWT menguji Ayub AS dengan penyakit kulit yang buruk dan menjijikan. Selama menderita penyakit (18 tahun) Ayub AS mengasingkan diri (karantina mandiri). Anak-anaknya wafat, seluruh hartanya binasa dan seluruh manusia (selain isterinya) menjauhinya, namun Allah mendapatkannya dalam keadaan sabar dan ridha terhadap musibah itu. Ayub AS berdoa kepada Allah seperti yang disebutkan dalam ayat di atas. Beliau bertawasul kepada Allah dengan keadaannya yang begitu parah dan dengan rahmat Allah yang sangat luas: maka Allah mengabulkan doanya dan berfirman kepadanya:

(Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah) Al-Anbiya: 84

Ada beberapa pelajaran yang bisa diambil dari kisah Ayub AS, khususnya dalam konteks covid-19, antara lain ia mengajarkan kebesaran hati dan kesadaran diri melakukan karantina mandiri, karena dengan karantina penyakit tidak akan menyebar kepada orang lain. Ia sadar penyakitnya menular dan membahayakan orang lain. Ia memilih jalan sunyi, mengisolasi diri, agar tak mengganggu kenyamanan orang lain. Lalu ia mengadu dan berdoa hanya kepada Allah, bukan mengadu pada makhluk.

Ia sebutkan apa yang menjadi kesusahannya, lalu menyebut asma Allah atau nama-nama-Nya yang baik (asmaul husna) sesuai dengan konteks doa. Maka di musim wabah corona yang membawa korban cukup banyak dan memporakporandakan perekonomian ini, mari kita melakukan karantina mandiri. Bagi orang yang sehat bisa menjaga diri agar tidak ditulari orang lain. Bagi yang kebetulan sakit, maka penyakitnya tidak akan menularkan kepada orang lain. Mari kita menengadah berdoa memohon hanya kepada Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Penyembuh agar segera menghilangkan corona, khususnya dari muka bumi Indonesia ini. Semoga Allah SWT mengabulkan doa kita, sebagaimana Allah SWT telah mengabulkan doa nabi Ayub AS.

Pusaka keempat: wa ufawwidu amri ilallah, innallaha baṣirum bil-‘ibad (Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya).

Wirid ini diambil dari surah Ghafir: 44. Penyerahan segala urusan kepada Allah SWT semata adalah sejalan konsep tawakal yang banyak sekali disebutkan dalam Al-Qur’an. Rasulullah SAW telah memberi contoh bagaimana tawakal yang benar sewaktu menjawab pertanyaan seorang sahabat kepadanya: Ya Rasulallah apakah hewan ini ditambatkan dulu lalu bertawakal atau hewan itu dilepaskan lalu saya bertawakal? Rasulullah saw menjawab: tambatkanlah hewan itu, setelah itu bertawakallah. (HR Tutmudzi/ Shahih Sunan Turmudzi II/610).

Dalam konteks covid-19 ini, agar umat Islam terhindar dari wabah corona, terlebih dahulu diharuskan melaksanakan seluruh protokol kesehatan yang dianjurkan oleh dokter, paramedis dan pemerintah. Kalau itu semua sudah dilaksanakan maka serahkanlah semua urusan covid-19 itu kepada Allah SWT. Perlu disadari bersama bahwa berikhtiar sama seperti tawakal kepada Allah SWT, keduanya diperintahkan agama. Semoga Allah SWT berkenan menerima ikhtiar kita dan mengabulkan segala doa kita.

Pusaka kelima: surah Al-Insyirah atau Alam Nasyrah. Surah Al-Qur’an nomor 94. Surah Al-Insyirah terdiri dari 8 ayat, surah yang menegaskan tentang nikmat-nikmat Allah SWT yang diberikan pada Nabi Muhammad SAW dan umatnya, serta pernyataan bahwa kesukaran itu satu paket dengan kemudahan. Di dalam surah ini mengandung ibrah (pelajaran) yang bisa diambil, salah satunya adalah bahwa setiap orang pasti mengalami kesulitan, dan setiap kesulitan pasti satu paket dengan kemudahan. Di sini manusia dididik Al-Qur’an untuk meneladani akhlak Rasul SAW perihal sikapnya yang optimisme dalam menyelesaikan berbagai ujian, rintangan dan cobaan kehidupan.

Kata al-‘usr (kesulitan) yang disebutkan sebanyak dua kali dalam bentuk definitif (baca: ma’rifah). Walaupun disebut dua kali, tapi dalam pemaknaannya hanya dihitung satu kali kesulitan. Sementara itu, kata yusr (kemudahan) dideskripsikan dengan indefinite article (baca: nakirah) yang mengindikasikan makna kemudahan lebih dari satu kali. Maka makna yang terkandungnya adalah, bahwa ada satu kesulitan disusul dengan dua kemudahan. Menurut Ibnu ‘Asyűr penggunaan kata ma’a dalam kalimat inna ma’al-‘usri yusra mengandung makna betapa dekatnya jarak antara kesusaahan dan kemudahan.

Dalam kondisi covid-19 ini sudah barang tentu banyak sekali kesulitan yang dialami seluruh manusia, keterbatasan bersoaialisasi, keterbatasan berusaha, penurunan pendapatan, serta senantiasa dihantui rasa ketakutan dan kecemasan. Maka marilah kita perbanyak membaca surah Al-Insyirah, semoga sesuai dengan isi kandungan surat itu, Allah SWT segera mengganti kesusahan/kesulitan ini dengan berbagai kemudahan yaitu antara lain hilangnya wabah corona, sehingga kita semua dapat beraktivitas sebagaimana biasanya.

Namun perlu diperhatikan bunyi penutup surat ini, “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,” (7) Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (8).

Namun, nanti begitu segala urusan yang berhubungan dengan corona ini selesai, marilah kita mengerjakan pekerjaan lainnya yang lebih produktif, bermanfaat dengan memperhatikan aturan kesehatan, lingkungan, dan aturan- aturan Pemerintah, serta hanya kepada Allah SWT kita berdoa dan berharap.

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta