Nasional

Mengatur Pola Tidur saat Bulan Puasa di Tengah Wabah Covid-19

Kam, 30 April 2020 | 16:00 WIB

Mengatur Pola Tidur saat Bulan Puasa di Tengah Wabah Covid-19

Tidur yang baik untuk tetap menjaga kekebalan tubuh ialah 7-8 jam per hari. Dalam suasana bulan puasa, biasanya pola tidur kurang sedikit teratur.

Jakarta, NU Online
Aktivitas tidur mempunyai peran penting dalam menjaga kondisi, kebugaran, dan ketahanan tubuh saat puasa apalagi di tengah merebaknya wabah virus corona penyebab Covid-19.

Pakar Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI), dr Syahrizal Syarif menjelaskan bahwa tidur mempengaruhi imunitas tubuh.

"Jika seseorang kurang, itu akan menurunkan kekebalan atau imunitas. Dan itu sangat tidak baik di tengah wabah Covid-19 seperti sekarang," ujar Syahrizal, Selasa (28/4) lalu di Jakarta.

Menurutnya, tidur yang baik untuk tetap menjaga kekebalan tubuh ialah 7-8 jam per hari. Dalam suasana bulan puasa, biasanya pola tidur kurang sedikit teratur.

Namun demikian, menurut Ketua PBNU Bidang Kesehatan ini, tidur hingga 7 jam per hari tidak harus berurutan sekaligus. "Jika misal malam hari hanya bisa tidur 4 jam, 3 jam lagi bisa dilanjutkan di siang hari," jelas Syahrizal.

Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa santap makan sahur merupakan salah satu ibadah di bulan Ramadhan yang menyimpan berkah bagi orang-orang yang melakukannya sebelum menjalankan ibadah puasa.

Selain bernilai ibadah, sahur juga mampu menguatkan ketahanan tubuh ketika berpuasa. Hal ini penting di tengah wabah virus corona yang membutuhkan cukup ketahanan tubuh sebagai langkah pencegahan.

Menurut Syahrizal, santap menu sahur bisa dilakukan dengan menyajikan sayur-sayuran dan protein lemak.

"Jadi kalau sahur, itu makan makanan yang susah diolah, makanan yang susah diolah itu yaitu sayur-sayuran, protein lemak agar bisa sedikit tahan lapar sehingga bisa menguatkan ketahanan tubuh," ujarnya.

"Jadi makanan berlemak itu bagus untuk sahur, tetapi sebaliknya tidak bagus untuk berbuka," imbuh Syahrizal.

Sedangkan jika berbuka kalau bisa jangan makanan yang susah diolah terlebih dulu, yaitu makanan-makanan yang berupa sayur dan lemak. "Makanan lemak itu untuk santap sahur saja," katanya.

Untuk berbuka puasa, lanjut Ketua PBNU Bidang Kesehtan ini, kalau bisa juga jangan makanan yang bersantan. Karena dalam kondisi berbuka puasa, makanan harus diolah secara cepat.

"Berbuka puasa dengan yang ringan dan manis itu baik dan sehat, entah itu kurma, teh manis (dingin atau hangat), itu bagus karena lambung itu sudah 12 jam istirahat, sebaiknya jangan langsung makanan berat," jelasnya.

Ia menerangkan, nasi itu termasuk makanan berat, kalau yang bagus makan takjil, setelah itu sholat maghrib, lalu berbuka dengan nasi. "Jangan langsung menu yang berat-berat, kasihan perutnya," ucap Syahrizal.

Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Kendi Setiawan