Opini

Muharram, Momentum Berbenah Diri di Era Medsos

NU Online  ·  Kamis, 21 September 2017 | 02:58 WIB

Oleh Miftahul Janah

Dalam QS Attaubah ayat 36 :Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Allah menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah menganiaya dirimu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya dan ketahuilah, bahwasannya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. at-Taubah: 36).
 
Minhaa arba’atun hurum; empat bulan yang dimaksud sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Tiga berurutan; Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram, serta Rajab Mudharr yang berada di antara Jumadi dan Sya’ban.” 

Secara etimologi, Muharram berasal dari kata Harrama yuharrimu tahriman wa muharrama fahua muharrimun, yang berarti terlarang, (artinya dilarang untuk berbuat tidak baik pada bulan tersebut karena bulan tersebut harus dihormati) harram yang berarti mulia.

Secara terminologi muharram dinisbahkan pada bulan yang terhormat, bahkan umat islam menghormatinya dengan berpuasa sunnah, hari ke-10 Muharram adalah hari assyura (kesepuluh), karena tercatat dalam hadits bahwa nabi Musa dan kaumnya memperoleh kemenangan dari firaun pada 10 muharram, sesuai dengan anjuran nabi Muhammad SAW agar umat islam berdoa pada hari 10 muharram dan 1 (satu) hari sebelumnya yaitu hari tasu’a (kesembilan).

Mengapa Muharram bulan mulia?

Sebagaimana dijelaskan dalam QS Attaubah: 36 bahwa Allah telah menetapkan 4 bulan yang terhormat diantara 12 bulan yang Allah ciptakan, mengapa muharram menjadi bulan yang mulia? ada banyak peristiwa penting yang terjadi pada bulan muharram, sehingga predikat bulan mulia disematkan kepada bulan muharram antara lain: pertama, 1 (satu) muharram, Khalifah Umar bin khattab mulai menetapkan 1 Hijriah sebagai tanda permulaan tahun baru Islam.

Kedua, 10 (sepuluh) muharram dinamai assyura pada hari itu banyak terjadi peristiwa penting yang mencerminkan kegemilangan bagi perjuangan yang gigih dan tabah untuk menegakkan keadilah dan kebenaran yang terjadi antara lain: Pada 10 (sepuluh) muharram nabi Adam bertaubat kepada Allah, nabi Idris diangkat oleh Allah ke langit, nabi Nuh diselamatkan Allah keluar dari perahunya sesudah bumi ditenggelamkan selama 6 bulan, nabi Ibrahim diselamatkan Allah dari pembakaran Raja Namrud, Allah menurunkan kitab Taurat kepada nabi Musa, nabi Yusuf dibebaskan dari penjara, penglihatan nabi Yaakob yang kabur dipulihkkan Allah, Nabi Ayub dipulihkan Allah dari penyakit kulit yang dideritanya, nabi Yunus selamat keluar dari perut ikan paus setelah berada di dalamnya selama 40 hari 40 malam, Laut Merah terbelah dua untuk menyelamatkan nabi Musa dan pengikutnya dari tentara Firaun, Kesalahan nabi Daud diampuni Allah, nabi Sulaiman dikurniakan Allah kerajaan yang besar, Hari pertama Allah menciptakan alam, Hari Pertama Allah menurunkan rahmat, Hari pertama Allah menurunkan hujan, Allah menjadikan ‘Arasy, Allah menjadikan Luh Mahfuz, Allah menjadikan alam, Allah menjadikan Malaikat Jibril dan Nabi Isa diangkat ke langit, semua terjadi pada 10 Muharram, bulan yang mulia.

Berbenah diri

Islam mengajarkan agar kita selalu menjadi lebih baik dari hari ke hari, muharram menjadi momentum  terbaik untuk berbenah diri. Mengutip hadits Rasulullah SAW bersabda: “Man kana yaumuhu khairan min amsihi fahuwa rabihun, wa man kana yaumuhu mitsla amsihi fahuwa khasirun. Wa man kaana yaumuhu syarran min amsihi fahuwa halikun (Siapa harinya lebih baik dari kemarin maka beruntung, siapa yang harinya sama dengan kemarin maka merugi, dan siapa yang harinya lebih buruk dari kemarin maka celaka)." 

Sebagai manusia, kita adalah tempatnya salah dan lupa, akan tetapi Allah SWT dengan rahman dan rahimnya  memberikan jalan bagi kita untuk memperbaiki diri kita di hadapan-Nya, dengan menghapus dosa-dosa dan mengangkat derajat kita. Karenanya sebagai manusia kita dituntut dan diajarkan untuk terus berbenah diri dan mengoreksi diri menjadi lebih baik, lebih bermanfaat bagi makhluk lain. Khairunnas anfauhum linnas.

Tak dapat dipungkiri, suka atau tidak suka, kita menghadapi era keterbukaan informasi dan tekhnologi. dimana hampir tak ada yang tidak bisa kita ketahui tentang dunia luar, tak ada yang bisa mengontrol seseorang untuk berkata atau berlaku apapun, kecuali naluri fitrah kemanusiaan kita sebagai khalifatullah

Di era digital semua orang tak pandang usia, tua muda, anak-anak, juga kakek nenek semua bisa menggunakan media dan bersosialisasi dengan dunia luar cukup dengan satu tombol klick, yes bermedia sosial (yang kemudian kita sebut medsos) is very easy.

Di era medsos, kita bisa mendapatkan informasi apapun yang kita inginkan, juga bisa mengatakan apapun yang ingin dikatakan, bisa menilai apapun terhadap orang lain atau sesuatu baik atau buruk, bahkan yang tak ada kejadiannyapun bisa dibuat seakan-akan ada kejadiannya, parahnya lagi dalam hal keburukan atau berita tidak benar, atau yang sering kita dengar berita hoaks, mungkin dalam bahasa agama, kita sebut hoaks sama dengan fitnah.

Kita perlu mengingat dalam bermedsos ada haqqual adam yang harus kita perhatikan, jangan sampai ada orang-orang yang merasa dirugikan akibat perbuatan kita, baik perbuatan kita itu kita lakukan dengan menggunakan lisan, tangan atau anggota badan yang lain. Salamatul insan fi hifdzillisan (maqalah) ada hak hak orang lain yang terampas oleh kita secara zhalim, ketenangan mereka terusik oleh ucapan kita, kekhusyuan mereka terganggu oleh perbuatan kita.

Dalam mukhtarul ahadits annabawiyah karangan sayyid ahmad al Hasyimi bik, Almuslimu man salimalmuslimuna min lisanihi wa yadihi, almukminu man amanahunnaasu ala dimaihim wa amwalihim, wal muhajiru man hajara, ma nahallahu anhu (rawahu ahmad), “Seorang muslim adalah yang dapat menyelamatkan saudaranya dengan tangannya (perbuatannya) dan lisan (perkataan atau penilainnya) dan seterusnya”.

Karenanya di momentum 1 (satu) muharram ini di tahun baru hijriyyah ini, saatnya kita bersama-sama membenahi diri, lebih selektif lagi dalam menerima informasi dan lebih hati hati lagi dalam menulis atau mengatakan sesuatu. Juga janganlah kita mau menjadi penyalur berita yang belum jelas kebenarannya atau berita hoaks. 

Berubah sama dengan bergerak, berbenah juga bergerak; sebagaimana disampaikan dalam shahibul talimu mutaalim, syekh Burhanuddin Az-Zarnuji bahwa setiap usaha untuk mencapai hasil yang lebih banyak, derajat yang lebih tinggi niscaya dibutuhkan bergerak menuju ke arah yang lebih baik. Karena sesungguhnya berkah itu tidak akan lahir tanpa ada gerakan Likulli ila syawil ula harakatun. demikian katanya. Mari kita berbenah diri; semoga Allah menjaga dan memberkahi kita semua. Wallahu a’lam.

Penulis adalah Ketua Pimpinan Wilayah Fatayat NU Banten.