Opini

Meneguhkan Spirit Hijrah Menuju Masyarakat Madani

NU Online  ·  Senin, 22 Januari 2007 | 05:20 WIB

Oleh : Lukman Santoso Az*

Gerbang tahun baru Masehi 2007 telah kita buka, tahun baru Hijriyah 1428 telah dijalani. Namun, sebagai bangsa yang telah merdeka lebih dari 61 tahun, ternyata berbagai problematika kebangsaan masih menyelimuti negeri “gemah ripah loh jinawi” ini. Pengembangan civil society (masyarakat madani) yang merupakan salah satu agenda reformasi, hingga saat ini masih belum terwujud. Dalam implementasi masyarakat madani, kita sebagai pemilik kedaulatan publik, haruslah memegang inisiatif pengembangan dalam berbagai aspek, yakni bidang politik, ekonomi, sosial budaya, hukum dan HAM, serta bidang kesejahteraan rakyat.

<>

Dalam kondisi keterpurukan bangsa saat ini, banyak hal yang harus kita pecahkan bersama ditahun baru Islam 1428 Hijriyah ini. Predikat sebagai negara terkorup hingga saat ini masih melekat pada bangsa ini, meningkatnya angka kemiskinan setiap tahunnya masih terus membayangi, ditambah lagi dengan kondisi moral generasi kita yang kian memprihatikan, hingga berimplikasi pada meningkatnya angka kriminalitas di masyarakat. Problematika kebangsaan tersebut merupakan kesedihan tersendiri yang akan berakhir entah sampai kapan. Pemerataan ekonomi adalah salah satu cara menciptakan stabilitas dalam masyarakat. Ketimpangan ekonomi saat ini, yang semakin lama semakin melebar antara masyarakat bermodal dengan kaum proletar akan menimbulkan gejolak sosial yang tajam, jika pemerataan ekonomi tidak segera direalisasikan.

Di sisi lain, pendidikan yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjadi hak setiap warga negara, kini semakin tampak hanya bisa dinikmati oleh kalangan kaum bermodal. Pendidikan kita telah dikomersialisasikan oleh segelintir orang yang ingin meraup keuntungan, dan ini akan menjadikan masyarakat terpolarisasi dalam kungkungan pendidikan itu sendiri. Orang kaya akan mendapatkan pendidikan yang lebih baik dari pada orang miskin. Muara hak politik, ekonomi, sosial dan budaya menjadi otoritas kelompok elite tertentu. Maka patut, jika timbul berbagai gejolak pertanyaan dibenak kita, melihat kondisi bangsa kita yang sudah semakin kritis ini. Dari mana kita harus mulai membangun bangsa tercinta ini?.
 
Revitalisasi Nilai-nilai Keagamaan

Jika menilik kondisi Indonesia saat ini yang sedang terjerembab dalam jurang multi-krisis, serta bertolak pada realitas bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat multikultural, sesungguhnya kita harus memulai perbaikan dari sisi etika, nilai dan moral. Sutan Takdir Alisyahbana, pernah mengatakan dalam tesisnya yang berjudul “Values as integrating forces in personality, society and culture”, bahwa kebudayaan dapat dipandang sebagai kumpulan nilai-nilai. Karena kebudayaan adalah etika dan moral serta budi pekerti masyarakat.  

Dan dalam konteks ini hanya bahasa Indonesia yang mempunyai hubungan langsung antara budi dan kebudayaan. Jelas sekali bagi bangsa Indonesia, bahwa kebudayaannya telah dipengaruhi oleh budi dan daya manusia. Akan tetapi, mengapa dewasa ini kebudayaan kita terkontaminasi kebudayaan asing yang carut-marut. Padahal bangsa kita merupakan bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa, tetapi dalam realitasnya media elektronik dan cetak kita penuh dengan ke’syrikan’ terhadap Tuhan. Para ustadz dan kiai misalnya, yang memang tugasnya mengajarkan keagamaan di masjid-masjid dan majlis taklim telah kalah populernya dengan para ustadz dan kiai yang menjadi selebritis dan penakluk hantu ditelevisi setiap malam. Kita meyakini sekaligus percaya, bahwa Tuhan maha gaib, tetapi kenapa ustadz dan kiai (TV) menjadikan Islam sebagai agama mistik dan sarana meraup keuntungan (profit oriented) an sich, dan bukannya  menjadikan Islam sebagai agama yang rasional dan  mendamaikan. Umat Islam saat ini telah mengalami pembodohan yang luar biasa secara teknologis.

Di era reformasi dan globalisasi ini, setiap manusia dan bangsa telah memasuki era kompetisi dalam ranah ilmu pengetahuan dan teknologi, ironisnya bangsa dan umat Islam Indonesia malah asyik mendalami ilmu-ilmu mistik ditelevisi. Umat Islam seharusnya kembali kepada nilai-nilai Islam yang luhur dan kompetitif agar tidak tergelincir dalam arus modernisme dan hedonisme yang sesat sebagai mana yang termaktub dalam al-Quran surat al-Mukminun ayat 1-10. Dalam awal surat ini Allah Swt menjamin kesuksesan masyarakat dan umat manusia seluruhnya yang memegang teguh nilai-nilai luhur. Yakni memegang relasi vertikal, produktif dalam hidup, tidak terbawa arus hura-hura dan foya-foya, selalu dermawan, menjaga relasi seksual yang sehat, dan selalu menjaga amanah (jabatan dan kepemimpinan). kalau kita sist