Opini

Menahan Emosi Demi NKRI

NU Online  ·  Jumat, 2 Desember 2016 | 07:05 WIB

Menahan Emosi Demi NKRI

Aksi Super Damai 2 Desember. (Foto: istimewa)

Oleh M. Rikza Chamami

Umat Islam Indonesia menunjukkan kemuliaan di hadapan dunia internasional. Do'a bersama untuk kedamaian negeri dalam rangkaian aksi super damai 212 begitu luar biasa hingga tulisan ini selesai. Sejak pagi lautan jama'ah berjumlah jutaan muslim Indonesia berkumpul di Ibukota.

Monas yang menjadi titik utama berkumpul tidak mampu menampung jama'ah. Allah menyatukan umat Islam Indonesia yang berbeda-beda ideologinya. Karena jelas, jama'ah itu berlatar belakang dari lintas ideologi Islam. 

Di luar dugaan, kesan Islam yang galak dan ganas tidak ada sama sekali di hari ini. Sungguh mulia niat untuk jama'ah bersama melaksanakan shalat jum'at dengan do'a memuji Allah SWT. Terselip sebuah pesan "tegakkan keadilan" dan "jaga NKRI".

Agama Islam dipegang teguh. Visi kerasulan dikedepankan. Keutuhan bangsa yang dipertaruhkan menjadi kenyataan. Tidak ada yang bisa melaksanakan kebersamaan ini, selain dua panggilan.

Pertama, panggilan keagamaan yang kuat sesuai dengan pilihan ideologi. Bahwa aksi super damai mengandung pesan untuk menuntut keadilan dengan format berbeda, bukan aksi jalanan tapi aksi penuh kesantunan.

Kedua, panggilan kebangsaan. Bahwa masih banyak warga bangsa yang sangat peduli untuk kesatuan dan persatuan. Ini menjadi satu titik baku bahwa muslim Indonesia masih mampu menahan emosi agama demi persatuan bangsa.

Bukan menyoal siapa yang hadir aksi atau tidak hadir. Yang perlu dilihat bersama adalah sebuah komitmen kebhinekaan yang sungguh luar biasa. Kalau umat Islam selama terkotak oleh pilihan ideologi, hari ini umat Islam Indonesia mampu menghadirkan kebersamaan. Belum lagi umat Islam yang lainnya yang melaksanakan aksi serupa di daerah-daerah.

Kehadiran Jokowi dan JK dalam shalat Jum'at berjama'ah di Monas juga menjadi penanda bersatunya ulama dan umara, walau memang ada cara pandang politik yang berbeda. Hal inilah yang perlu dilihat lahir manajemen keulamaan yang dapat dilihat secara bersama.

Agama itu penting sebagai ruh ketuhanan yang harus dijawab dengan kemasyarakatan. Maka kebersamaan ulama dengan umara' sangat dibutuhkan hari ini.

Melihat sekian banyak problem bangsa yang harus diselesaikan, maka jangan sampai agama mampu dijadikan alat pemecah bangsa Indonesia. Sebab agama Islam saja sangat banyak ragamnya, dan itu harus disatukan.

Ideologi politik yang menjadi Tuhan dalam kehidupan masyarakat saja sudah mampu diredam. Terbukti, koalisi KMP dan KIH di Senayan sudah mulai menemui titik temu bicara kebangsaan.

Sangat malu jika ideologi agama yang sedemikian mulai dijadikan alat politik untuk memecah belah bangsa. Dan malu lagi jika yang menjadikan agama sebagai alat pecah belah bangsa adalah bukan kalangan agamawan.

Emosi memang bukan solusi. Solusi selalu berupa komunikasi. Dan aksi super damai berjalan sedemikian ramah dan bertuah. Semua bekerja untuk menyatukan bangsa.

Satu kata, Indonesia milik umat Islam dan semua umat beragama lainnya. Agama bukan pemecah bangsa. Ulama sangat mulia menyeru kebaikan dan menahan umatnya untuk tertib. NKRI harga mati. Indonesia tetap satu nusa, bangsa dan bahasa. Dunia menyapa dengan penuh mulia.***

Penulis adalah Dosen FITK UIN Walisongo Semarang dan Anggota Aliansi Kebangsaan.