Opini

Membela Agama, Menjaga NKRI: Refleksi 84 Tahun GP Ansor

NU Online  ·  Senin, 23 April 2018 | 23:00 WIB

Oleh Nur Faizin

Semakin hari kaderisasi di tubuh Gerakan Pemuda Ansor semakin masif. PKD (Pelatihan Kepemimpinan Dasar) dan Diklatsar Banser (Pendidikan Latihan Dasar Barisan Ansor Serbaguna) sebagai dua wadah dasar penempaan kader dihelat di pelbagai wilayah di Indonesia. Kalau boleh berbangga, bisa dipastikan tiap minggu Pimpinan Cabang GP Ansor di pelbagai daerah menggelar dua level kaderisasi dasar ini. Ada apa sehingga begitu masif pengkaderan di tubuh organisasi pemuda NU ini? 

Pertanyaan tersebut tidak serta merta disematkan ke GP Ansor. Pasalnya rekrutmen anggota dan kaderisasi menjadi bagian integral dalam proses pengejawantahan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah sejak berdirinya GP Ansor pada tahun 24 April 1934. Proses ini tidak berjalan instan.

Secara sistemik proses kaderisasi ini sudah berjalan beberapa dekade terakhir. Kaderisasi semakin masif semasa kepemimpinan Gus Yaqut (H. Yaqut Cholil Qoumas). Pada 18 Maret 2018 saja, sebanyak 4442 kader Ansor Banser dibaiat secara serentak di seluruh daerah di Indonesia. 

Melihat proses kaderisasi ini saya yakin, para kiai bangga. Bagaimana tidak misalnya, GP Ansor Kabupaten Garut melakukan 20 pengkaderan selama 2017 dengan target 2000 kader. GP Ansor Bandung Barat pada 2018, memiliki target pengkaderan sebanyak 18 kali.

Yang tak kalah bangganya Kaderisasi Kepulauan yang digagas GP Ansor Kabupaten Sumenep selama lima bulan terakhir telah merekrut 1000 kader dari target 3000 kader selama 2018. Proses kaderisasi pun dijalankan dengan kreatif. Misalnya, PC GP Ansor Kabupaten Kediri membentuk tim 9 dalam memperkuat proses kaderisasi. Yang menarik sebagai upaya mendisiplinkan kader, PC GP Ansor Kabupaten Sumenep memberlakukan absensi finger print pada setiap sesi PKD. 

Masifnya kaderisasi di tubuh GP Ansor tak lain sebagai upaya kader muda NU ini membela agama Islam rahmatan lil ‘alamin. Islam yang ramah, bukan Islam yang marah. GP Ansor juga berbaiat diri membela para ulama dan menjaga NKRI. Membela ulama dalam diktum ke-NU-an ialah bagaimana GP Ansor dan Banser tidak patah semangat menjadi garda terdepan sebagai motor penggerak nilai-nilai Islam yang menjadi rahmat seluruh alam. Islam Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah yang toleran (fikrah tasamuhiyah), moderat (fikrah tawasassuthiyah), seimbang (tawazun), moderat (i’tidal), dan berpola pikir reformatif (fikrah ishlahiyyaha). 

Pada proses ini penguatan ideologi kader Aswaja terus ditransformasikan. Bahwa GP Ansor membela ulama ialah kalangan ulama yang berpegang teguh pada sendi-sendiri Islam Aswaja an-Nahdliyah. Mengapa GP Ansor membela mati-matian pengarusutamaan Aswaja? Tak lain adalah sebagai manifestasi bahwa mengikuti nabi Muhammad SAW sebagai bagian integral menjaga Islam dan keutuhan umat. 

Pembenaran ini paling tidak berakar pada pendapat Syaikhul Akbar KH. Hasyim Ay’ari yang dinukil dalam kitab Ziyadah Al-Ta’liqat halaman 23-24 bahwa Aswaja adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadits, dan ahli fiqih. Mereka ini yang mengikuti dan berpegang teguh pada sunnah Nabi Muhammad Saw dan Khulafaur Rasyidi; Abu Bakar As-Shidiq ra, Umar bin Khattab ra, Ustman bin Affan ra, dan sahabat Ali bin Thalib ra. Kelompok ini kemudian terhimpun dalam madzab empat; Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan Hambali. 

GP Ansor dan Banser yakin dengan ketetapan bahwa mengikuti ulama sebagai wasilah atau perantara dekatnya kita dengan Nabi Muhammad Saw. Inilah kelompok, sebagaimana dikatakan Hadratussyekh, kelompok yang selamat (al-firqah al-najiyah). 

Maka jangan heran bila GP Ansor dan Banser menjadi perisai para ulama. Kami, GP Ansor dan Banser, siap membela mati-matian ulama kami yang dipersekusi atau dihina. Jangankan dihina, disentuh saja nyawa taruhannya. Kami bukan taqlid buta. Bukan mengikuti tanpa dasar. GP Ansor dan Banser berpegang teguh pada sabda Nabi Muhammad Saw, “sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi..” Hadits ini disahihkan Sunan Abu Dawud nomor 3096, At-Tirmidzi nomor 2159, Ibnu Majah nomor 182, dan lainnya. 

Yang Waras Takkan Mengalah

Selain membela agama, GP Ansor dan Banser sejak berdirinya hingga saat ini sangat getol menjaga NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Bukan tanpa alasan anak muda NU bergiat dalam hal ini. Kami anak muda NU tidak menggunakan aji mumpung. Mumpung NU menjadi buah bibir di mana-mana. Atau mumpung zaman media Ansor dan Banser harus eksis. Tidak. Sekali lagi kami anak muda NU giat menjaga kerukunan dan toleransi antar umat beragama tidak lain demi Indonesia satu. Indonesia berdaulat, adil, dan makmur.  

Jangan salah sangka jika ada Banser menjaga geraja saat misa natal. Banser membantu pihak keamaan sejak adanya munculnya radikalisme di mana-mana. Mengabdi untuk ulama dan menjaga NKRI bagi Ansor dan Banser adalah harga mati. Saya teringat sahabat Riyanto, anggota Banser Mojokerto yang wafat karena bom saat mengamankan malam Natal di Mojokerto pada tahun 2000 lalu. Beliau ikhlas memeluk bom saat itu bukan karena gerejanya, tapi karena pengabdiannya pada ulama dan NKRI. 

Bagi kami anak muda NU syair hubbul wathon minal iman atau mencintai negara bagian dari iman benar-benar dibumikan dalam setiap gerak langkah dan pemikiran kami. Menjaga NKRI bagian dari sikap nasionalisme yang hingga kini digemakan GP Ansor dan Banser. Gema ini tidak hanya dimulai dewasa ini. Pergulatan kebangsaan sudah dimulai sejak GP Ansor berdiri.

Salah satunya melalui semangat resolusi jihad 22 Oktober 1945 yang kemudian menjadi cikal bakal perang semesta 10 November 1945. Jangan heran bila saat ini GP Ansor dan Banser berada di garda terdepan melawan kelompok-kelompok yang tidak bersinergi pada kedaulatan bangsa. Karena darah dan nyawa telah dikorbankan untuk keutuhan Indonesia. Kami yang waras tidak akan mengalah pada mereka yang berani merongrong kedaulatan NKRI. 

Penulis adalah alumnus Pascasarjana Sosiologi UGM Yogyakarta. Kini menjahit kebhinekaan dan aswaja di PP GP Ansor dan Korwil Madura Densus 26.