Oleh Farha Biqismah
--Tinggal menghitung hari umat muslim di seluruh dunia merayakan hari lebaran. Perjalanan ibadah puasa Ramadhan telah memasuki minggu keempat. Setelah menahan lapar dan dahaga selama satu bulan penuh, Allah SWT memberikan kegembiraan bagi umat Islam dengan hari raya Idul Fitri, hari dimana umat Islam di seluruh dunia merayakan kemenangan, setelah melewati kesulitan.<>
“Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian.” Begitulah perumpamaan puasa dan lebaran yang sering masyarakat serukan. Puasa sebagai jembatan yang terjal untuk meraih hari kemenangan, yakni hari lebaran.
Hari lebaran menjadi momentum yang tepat bagi orang-orang muslim untuk saling bermaaf-maafan dan silaturrahim dengan sanak saudara, kerabat, teman ataupun orang-orang yang pernah bersinggungan dengan orang tersebut. Baik secara langsung maupun tidak langsung.
Idealnya, hari kemenangan disambut gembira dengan melepaskan beban-beban yang ada. Sebab, kemenangan adalah sesuatu yang tak terkira bagi sebagian orang. Dan kemenangan itu tidak akan didapat setiap harinya. Seperti hari raya Idul Fitri ini. Hari raya Idul Fitri hanya ada satu kali dalam satu tahun. Itu pun harus melalui proses ibadah puasa selama satu bulan penuh.
Kegelisahan Menjelang Lebaran
Akan tetapi, penulis sering menjumpai orang muslim yang merasakan hari lebaran dengan suka cita hanyalah orang-orang yang berduit. Bagi masyarakat muslim di Indonesia yang termasuk dalam kelas bawah, tidak sepenuhnya bisa merasakan hari kemenangan. Pasalnya, mereka selalu dihantui dengan kebutuhan-kebutuhan lebaran yang naik secara signifikan. Sedangkan pendapatan mereka tidak seimbang dengan pengeluaran untuk hari lebaran.
Kegelisahan mereka terjadi karena pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya. Dimana harga kebutuhan menjelang lebaran selalu meningkat. Pengeluaran menjelang lebaran menjadi beban tersendiri bagi mereka yang tidak bergelimpang harta. Sebab, masyarakat selalu memaknai hari lebaran dengan sesuatu yang serba baru. Lebaran tidak afdlal tanpa baju baru dan makanan ataupun kue khas lebaran. Padahal, makna dari hari lebaran bukanlah seperti itu.
Tradisi Menjadi Beban
Di hari lebaran, yang terpenting adalah hati yang baru. Maksudnya, hati yang bersih dari penyakit hati yang telah mewarnai hembusan nafas kita selama satu tahun terakhir.
Namun, masyarakat memiliki tradisi yang wajib ada saat hari lebaran tiba. Seperti halnya memiliki barang-barang yang baru, terutama dalam hal penampilan. Gejala demikian, sering penulis jumpai pada diri perempuan dan anak-anak. Mungkin bagi para orang tua masih bisa menahan nafsu konsumtif mereka. Akan tetapi, bagi anak-anak baju baru merupakan sesuatu yang wajib mereka dapatkan di hari lebaran. Sehingga, bagaimanapun caranya para orang tua harus mempunyai uang untuk sekedar membelikan baju bagi anak-anak mereka.
Tidak hanya kebutuhan untuk penampilan saja. Pengeluaran pada saat lebaran meningkat secara signifikan bila dibanding dengan hari-hari biasa. Di hari lebaran, tradisi yang berlaku di masyarakat Indonesia yaitu open house. Yakni, menjamu semua keluarga, kerabat dan tetangga yang datang untuk silaturrahim. Hidangan yang disajikan juga tidak hanya satu atau dua, tetapi bervariasi. Ini dilakukan sebagai tanda terimakasih tuan rumah kepada orang-orang yang telah menyempatkan waktu bersilaturrahim dengannya.
Selain itu, tradisi bagi para perantau yang seakan menjadi kewajiban mereka adalah mudik lebaran. Mudik adalah suatu rutinitas pulang kampung yang menjadi kebutuhan bagi setiap umat Islam Indonesia pada Hari Raya Idul Fitri. Mengingat masyarakat kita yang sebagian besar adalah perantau, maka, tradisi pulang kampung ke rumah orang tua adalah suatu kewajiban bagi mereka. Meskipun tradisi sungkeman kepada orang tua bisa di lakukan lewat via telephon atau sebagainya, tetapi kesakralan tradisi sungkeman tidak afdlal jika tidak dilakukan secara langsung. Demikianlah.
Farha Biqismah, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadits IAIN Walisongo Semarang
Terpopuler
1
Mulai Agustus, PBNU dan BGN Realisasikan Program MBG di Pesantren
2
Mendaki Puncak Jabal Nur, Napak Tilas Kanjeng Nabi di Gua Hira
3
40 Hari Wafat Gus Alam, KH Said Aqil Siroj: Pesantren Harus Tetap Hidup!
4
Waktu Terbaik untuk Resepsi Pernikahan menurut Islam
5
Zaman Kegaduhan, Rais Aam PBNU Ingatkan Umat Islam Ikuti Ulama yang Istiqamah
6
PBNU Tata Ulang Aset Nahdlatul Ulama Mulai dari Sekolah, Rumah Sakit, hingga Saham
Terkini
Lihat Semua