Opini

Konsep Ahlussunnah wal Jama'ah tentang Etika (1)

NU Online  ·  Rabu, 8 November 2006 | 05:49 WIB

Oleh: Dr. Hj. Sri Mulyati, MA

Dalam kajian Islam pembahasan yang menyangkut akidah akan ada hubungannya dengan istilah Ahlussunnah wal Jama’ah (dingkat dalam bahasa Indonesia aswaja), dan dapatlah dipastikan referensinya yaitu doktrinal kalam madzhab terutama al-Asy’ari dan al-Maturidi. Perkembangan istilah ini makin lama kelihatan makin resmi menjadi disiplin keilmuan Islam yang berkembang dan mencakup diskursus Islam lainnya yaitu bidang syari’ah atau fiqh dan bidang akhlak atau tasawuf. Inilah yang disebut dengan istilah “'urf khas” bagi aswaja, karena setiap lafadz mengandung makna hakekat dan majaz, keduanya adakalanya lughawi, syar’i dan atau ‘urfi, untuk ‘urfi adakalanya ‘aam dan adakalanya khosh.

<>

Dalam perkembangan selanjutnya, terutama dalam konteks Nahdlatul Ulama, dalam hal ‘aqidah pengertiannya adalah madzhab Asy’ari atau Asy’ariyah dan Maturidiyah, dalam hal fiqh pengertiannya adalah empat madzhab besar Islam, yaitu maliki, Syafi’I, Hanafi, Hanbali. Dan dalam hal akhlak atau tasawuf pengertiannya ialah doktrinal tasawuf al-Ghazali dan Junaid al-Baghdadi.

Dalam Islam manhaj berfikir selama ini secara ringkas dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu yang memberi otoritas lebih tinggi kepada akal, kelompok yang menganggap lemah terhadap akal dan kelompok yang bervariasi diantara dua kelompok yang pertama. Apabila manhaj itu dihubungkan dengan faham aqidah maka peran akal dan naql berhubungan dengan masalah tuhan dan hubungan manusia dengan Nya, dan apabila dihubungkan dengan masalah fiqh maka peran akal dan naql itu berhubungan dengan perbuatan manusia (mukallaf), sedangkan dalam konteks akhlak atau tasawuf maka peran akal atau naql berhubungan dengan faham tentang hubungan spiritual anata manusia dengan Tuhan.

Baik dalam ruang lingkup akidah, fiqh dan tasawuf faham aswaja memiliki prinsip manhaj berfikir secara garis besar, taqdimun nashalal ‘aql yaitu berorientasi mengutamakan nash dari pada akal, aswaja tidak terlalu banyak menggunakan ta’wil, sehingga memberi pengertia bahwa nash dalam agama harus selalu sejalan dengan makna yang ditangkap oleh akal, akal hanyalah alat bantu untuk memahami nash, dan akal seringkali salah daya tangkapnya. Semua faham yang manhaj berfikir seperti itu kemudian disebut sebagai faham Sunni.

Awalnya gerakan ini adalah gerakan pemikiran (manhajul fikr), kemudian berkembang semacam institusi dalam bentuk firqah atau madzhab dan atau aliran. Kemudian menjadi semakin besar dan seringkali memicu konplik antara sesama muslim. Karenanya yang penting untuk dipelajari dalam membangun kedewasaan dan bermadzhab ialah memperkenalkan pola madzhab aswaja agar diketahui, sekurang-kurangnya: bahwa madzhab adalah institusi dari paradigma berfikir keislaman yang tidak absolut sebagai upaya mencari kebenaran menurut pendekatan yang diyakini, dan semuanya adalah bersifat ijtihadi, yang pasti benar adalah nash-nash agama, sedangkan penafsirannya hanyalah usaha untuk memahami nash dengan jalan atau metode yang diyakini mengantarkan kepada kebenaran.

Istilah etika dapat juga disebut ahklak, yang berarti watak, kesusilaan. Ada dua jenis akhlak yaitu al-akhlaqul mahmudah (akhlak terpuji) dan al-akhlaqul madzmumah (akhlak tercela) akhlak dapat juga berarti tingkah laku.dalam acara ini. Karena pembahasan mengenai konsep aswaj tentang tasawuf ada pembahasnya sendiri, maka saya ingin membahas secara umum konsep aswaja (ala NU) sbagai dasar pembentukan etika. Namun karena literatur ke NU an lebih sering digunakan istilah akhlak maka dengan demikian penulis akan menggunakan istilah tersebut dalam pembahasan paper ini.

Sesungguhnya ada beberapa istilah yang hampir sama maksudnya dengan etika, yaitu akhlak, moral dan susila. Namun dalam sumber-sumber rujukan NU istilah yang paling banyak digunakan adalah akhlak, namun demikian sekilas tentang pengertian lughawi dan istilah masing-masing terminologi tersebut kami sampaikan secara singkat disini.

Pengertian Akhlak

Secara kebahasaan perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari kosa kata bahasa arab akhlaq yang merupakan bentuk jamak dari perkataan khilqun atau khuluqun yang berarti perangai, kelakuan, watak, kebiasaan, kelaziman, dan peraaban yang baik. Jadi secara kebahasaan perkataan akhlak mengacu kepada sifat-sifat manusia secara universal, laki-laki maupun perempuan, yang baik maupun yang buruk. Dengan demikian, perkataan akhlak mengacu  kepada sifat manusia yang baik dan juga mengcau kenapa sifat manusia yang buruk. Ada akhlak yang baik dan ada akhlak yang buruk. Ada perempuan yang berahklak baik dan ada perempuan yang berk