Kebangkitan Umat (Juga) di Tangan Perempuan
NU Online · Rabu, 30 Maret 2016 | 15:00 WIB
Oleh Robbah MA
Tanggal 26 Maret kemarin menjadi puncak
peringatan Harlah ke-70 Muslimat Nahdlatul Ulama. Ribuan anggota Muslimat dari
berbagai penjuru daerah berbondong-bondong memenuhi Stadion Gajayana, Malang, Jawa
Timur. Sebagai badan otonom Nahdlatul Ulama, Muslimat telah membuktikan diri
dengan benar-benar hadir di tengah umat.
Dalam sejarahnya, posisi perempuan acapkali
ditempatkan pada posisi kelas dua. Stigma negatif tak bisa dilepaskan begitu
saja dari kaum perempuan. Istilah ‘konco wingking’ (teman belakang) juga
sering digunakan untuk mencerminkan hal negatif dari perempuan.
Namun kini, harus diakui sikap menomorduakan
kaum hawa berangsur mulai berubah. Nahdlatul Ulama sebagai organisasi keagamaan
terbesar di Indonesia telah memberikan ruang kepada kaum perempuan. Melalui
Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), Fatayat, dan Muslimat membuktikan
bahwa Nahdlatul Ulama, secara nyata, telah memberikan perhatian besar atas
hak-hak perempuan.
Muslimat, walau dalam proses berdirinya
diwarnai perdebatan alot, namun dalam kiprahnya telah membuktikan bahwa
berdirinya organisasi ini tidaklah mengecewakan. Muslimat hadir dengan
serangkaian program kegiatan untuk turut membangun bangsa.
Hal inipun diakui Presiden Joko Widodo.
Sebagaimana dilansir situs resmi Nahdlatul Ulama, pada puncak Harlah Muslimat
kemarin (26/3), presiden menyampaikan apresiasi kepada Muslimat. Presiden
menilai, bahwa selama 70 tahun berdiri, Muslimat telah memainkan peran yang
sangat besar bagi bangsa dan negara. Muslimat berperan mulai dari kegiatan
sosial, pendidikan, kesehatan hingga penangkalan radikalisme. Tentu apa yang
disampaikan oleh presiden bukanlah hal yang berlebihan.
Perempuan dalam sejarah
Sejarah mencatat, baik dalam konteks keislaman
maupun kenegaraan, perempuan telah memainkan peran penting. Terdapat
tokoh-tokoh perempuan yang menjadi pemimpin, ulama, perawi hadits, dan peran
lain yang tidak bisa dianggap sebelah mata. Pada masa Nabi Muhammad, tercatat
ada 1.232 perempuan
yang menerima dan meriwayatkan hadits. Ummul Mukminin, Sayyidah Aisyah, bahkan
tercatat sebagai bendaharawan hadits dengan 2.210 hadits. Asy-Syifa’, seorang
perempuan yang pernah ditunjuk Khalifah Umar sebagai manajer pasar di Madinah.
Tak berhenti di situ, Nusaibah binti Ka’ab
tercatat dalam sejarah sebagai perempuan yang memanggul senjata melindungi Nabi
Muhammad ketika perang Uhud. Ada lagi Ar-Rabi’ binti Al-Mu’awwidz, Ummu Sinan,
Ummu Sulaim, dan Ummu Athiyah yang beberapa kali ikut turun ke medan laga.
Belum lagi Khadijah, istri pertama Rasulullah, seorang pebisnis sukses, yang
berperan penting dalam kesuksesan dakwah Nabi Muhammad shollallahu alaihi
wasallam (Siradj, 2012: 245).
Dalam bidang keilmuan bisa pula dihadirkan
contoh manaqib Imam Syafi’i yang menyebutkan bahwa tokoh yang wafat pada 204
hijriah ini pernah berguru pada 16 ulama perempuan. Sementara kepemimpinan, di
tanah Mesir pernah muncul Ratu Syajaratuddur, seorang penguasa putri dari
Dinasti Mamalik. Di tanah Aceh Darussalam pula, sejumlah putri istana pernah
menjadi raja atau sultan (Siradj, 2012: 248-250).
Selain yang telah disebut di atas, bagaimana
peran kaum perempuan yang
lain? Dalam kaitannya dengan sejarah
Indonesia, selain kepemimpinan putri istana di Aceh Darussalam, Nyai Solichah
Wahid Hasyim dan Ibunda Kiai Saifuddin Zuhri bisa menjadi contoh lainnya (Baso,
2015: 194-200).
Ada tiga peristiwa, yang paling tidak dapat
mewakili bagaimana peran Nyai Solichah Wahid Hasyim. Pertama, Nyai Solichah
Wahid Hasyim mengambil inisiatif untuk mengumpulkan tokoh-tokoh Nahdlatul
Ulama, baik laki-laki atau perempuan, untuk menyikapi situasi genting pasca
Gerakan 30 September 1965. Kedua, ketika program Keluarga Berencana digulirkan
pemerintah, Nyai Solichah turut menyosialisasikan dan melakukan pendekatan
terhadap Nahdliyyin, guna turut andil dalam mengendalikan laju penduduk.
Ketiga, ketika terjadi konflik di internal Nahdlatul Ulama, kelompok Cipete dan
kelompok Situbondo, Nyai Solichah tampil mendekati, menjembatani dan
mengarahkan pertemuan diantara dua kelompok yang berkonflik.
Sementara Ibunda Kiai Saifuddin, ia berperan
penting dalam penyelamatan salahsatu ruh pergerakan, buku Mencapai Indonesia
Merdeka, karya Soekarno. Saat itu, polisi kolonial Belanda terjun ke
desa-desa yang disinyalir menjadi sarang aktifis nasionalis. Para polisi ini
menggeledah rumah warga untuk mencari buku Soekarno tersebut, sebab isinya
dianggap berbahaya. Ibunda Kiai Saifuddin, yang kala itu didatangi dua orang
untuk diberi amanah mengamankan buku penting tersebut, tampil dengan menyimpan
buku Soekarno itu dalam periuk nasi.
Hal yang tak terduga (baca: menyimpan buku
dalam periuk nasi) akhirnya menyelamatkan buah pemikiran Soekarno. Langkah
cerdas perempuan ini dapat menyelamatkan buku Mencapai Indonesia Merdeka,
sehingga gagasan-gagasan sang proklamator (masih) dapat dikonsumsi publik.
Sekali lagi, dalam konteks sejarah, peran
perempuan tidaklah mungkin diabaikan. Kini, di era modern dengan segenap derap langkahnya
wanita bergerak, membangun, berkontribusi di wilayahnya masing-masing.
Pun bagi Muslimat. Program kegiatan yang
dicanangkan harus senantiasa memberikan kemanfaatan. Dan deklarasi anti narkoba
yang digelorakan pada puncak harlah ke 70 kemarin, telah menunjukkan hal itu.
Muslimat bergandengan tangan dengan pemerintah untuk memeberantas narkoba; perusak
generasi bangsa.
Diumur yang tak lagi muda ini, Muslimat harus
konsisten berpihak kepada umat. Muslimat tidak boleh terombang-ambing oleh arus
politik dan kesenangan sesaat. Hal ini penting, sebab tak lama lagi Pilkada
serentak jilid dua akan digelar. Dalam hal ini, suara Muslimat pasti menjadi
rebutan.
Muslimat harus menjadi panutan. Muslimat harus berperan aktif dalam dakwah keagamaan yang santun dan eksklusif. Mandiri dengan ekonomi kreatif. Cerdas dengan pendidikan yang inovatif. Perempuan-perempuan Nahdlatul Ulama tak boleh ragu untuk menjadi pelopor kebangkitan umat.
Penulis adalah
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Inilah Obat bagi Jiwa yang Hampa dan Kering
2
Khutbah Jumat: Bahaya Tamak dan Keutamaan Mensyukuri Nikmat
3
Kontroversi MAN 1 Tegal: Keluarkan Siswi Juara Renang dari Sekolah
4
Kader PMII Dipiting saat Kunjungan Gibran di Blitar, Beda Sikap ketika Masih Jadi Wali Kota
5
Kronologi Siswi MAN 1 Tegal Dikeluarkan Pihak Sekolah
6
Pihak MAN 1 Tegal Bantah Keluarkan Siswi Berprestasi Gara-gara Baju Renang
Terkini
Lihat Semua