Kandungan Al-Quran dan Hadist dalam Produk Hukum Pendidikan Indonesia
NU Online · Selasa, 3 Oktober 2017 | 23:01 WIB
Membaca tulisan Ustadz M Cholil Nafis dimedia ini (NU Online, red) tentang Indonesia Negara Islami benar adanya. Artinya saya mendukung 100% pendapat yang disampaikan dalam tulisan tersebut (NU Online edisi 1 Oktober 2017). Meskipun Negara Indonesia berdasar Pancasila dan UUD 1945 apa yang ada di dalamnya tidaklah bersebrangan dengan ajaran Islam yang disampaikan dalam Al-Quran dan Hadist.
Saya ingin menyampaikan betapa cerdasnya ulama founding fathers yang giat mempertahankan NKRI yang beranekaragam tersebut (Bhineka Tunggal Eka). Betapa sadarnya ulama kita yang berada di pemerintahan dalam memperjuang isi kandungan Al-Quran dan Hadist dalam produk hukum yang ada di Indonesia. Dalam konteks ini saya mengajak pembaca untuk membahas produk hukum berupa permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan dalam setiap jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 ini ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Anies Baswedan. Permen sebagai implementasi dari Kurikulum 2013 ini resmi ditandatangani di Jakarta, 6 Juni 2016 sebagai revisi atas Permendikbud Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 ini mengacu pada UUD RI Tahun 1945 Pasal 31 ayat 3 dan UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang menyebut bahwa pendidikan nasional meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Penerjemahan UUD 1945 dan UU Sisdiknas tersebut dalam bahasa Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 diterjemahkan bahwa setiap lulusan dalam jenjang pendidikan dasar dan menengah harus mempunyai dimensi sikap, dimensi pengetahuan, dan dimensi keterampilan.
Tiga dimensi yang menurut hemat penulis sejalan dengan isi kandungan Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 129. Pada ayat ini yang notabene merupakan pengabadian terhadap doa Nabi Ibrahim AS yang memohon kepada Allah SWT agar diutus seorang utusan yang mempunyai kompetensi membaca, mengajarkan, dan mensucikan diri. Dalam perspektif tasawuf kajian M Nuh (mantan Mendikbud era SBY) mengatakan bahwa tiga kompetensi yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim tersebut dapat diselaraskan dimensi sikap sama dengan kompetensi penyucian diri, mengajar sama dengan dimensi pengetahuan, dan membaca sama dengan dimensi keterampilan. Meskipun urutan yang berbeda sejatinya tiga dimensi utama profil lulusan yang ada dalam Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 tersebut selaras dengan apa yang disampaikan dalam Al-Quran.
Jika dikaji lebih dalam, aspek dimensi sikap mengharuskan peserta didik memiliki perilaku pertama beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berkarakter, jujur, dan peduli, bertanggung jawab, pembelajar sejati, dan sehat jasmani dan rohani.
Dimensi sikap ini menempatkan profil lulusan beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME. Sungguh tuntutan kepada peserta didik untuk belajar tauhid. Sebagaimana ajaran dalam agama Islam bahwa memercayai keberadaan Allah SWT seyogianya mendapatkan perhatian yang pertama dan utama. Tauhid merupakan ajaran statis yang tidak dapat ditawar-tawar. Iman dan Takwa adalah modal manusia sebagai seorang hamba dan khalifah fil ardh untuk hidup bahagia nan selamat di dunia sampai akhirat.
Kedua, dalam dimensi sikap tersebut meminta siswa untuk berkarakter, jujur, dan peduli. Jujur merupakan salah satu sifat rasul. As-Shiddiq ini saat ini mahal harganya. Dimensi jujur akan mengantarkan manusia tidak hanya selamat di dunia tapi sampai di akhirat. Nabi Muhammad SAW merupakan orang yang paling jujur di dunia ini sehingga gelar Al-Amin disematkan pada dirinya. Peduli sebenarnya adalah wujud dari silaturahim. Peduli adalah keluar dari penyakit hati berupa iri kepada sesama. Peduli bukanlah senang melihat orang lain susah, dan susah melihat orang lain senang. Peduli adalah sikap sosial yang luar biasa. Mereka yang hanya husul hubungan vertikal tetapi tidak peduli dengan hubungan horizontal belumlah dikatakan mengamalkan agama secara kaffah. Inilah sejatinya seorang Muslim yang berkarakter itu.
Bertanggung jawab adalah sifat utama anak Adam. Ingat ketika Allah SWT hendak menciptakan Adam, malaikat Allah sempat bertanya kepada Allah mengapa Allah hendak menciptakan khalifah yang hendak membuat kerusakan di bumi dan kerusakan, tetapi Allah menjawab sangat diplomatis dengan jawaban bahwa Allah mengetahui apa yang tidak para Malaikat-Nya ketahui (Al-Baqarah ayat 30). Ada tanggung jawab yang ada pada diri manusia. Ini adalah fitah manusia untuk bertanggung jawab.
Berikutnya adalah pembelajar sejati. Long life learning ini dalam pandangan Islam sangatlah utama. Dalam ayat Al-Quran dan Hadist banyak disebutkan tentang keutamaan mencari ilmu ini. Lihat saja dalam QS Al-Mujadalah ayat 11 yang artinya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dalam hadist disebutkan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi diri seorang Muslim. Ada lagi jika ingin bahagia di dunia dan di akhirat maka tidak lain kuncinya adalah ilmu. Bahkan mencari ilmu ini dapat dimulai dari alam kandungan sampai alam barzakh.
Begitu sehat jasmani dan rohani pun tidak lepas dari pandangan Islam. Misalnya saja dalam HR Al-Hakim yang diwirayatkan oleh Ibnu Abbas RA bahwa kita manusia diminta untuk memanfaatkan waktu dalam lima hal sebelum lima hal yang lainnya. Waktu muda sebelum masa tua, waktu sehat sebelum sakit, waktu kaya sebelum miskin, masa luang sebelum sibuk, dan hidup sebelum mati.
Inilah kira-kira sedikit pandangan Islam terkait produk undang-undang yang tidak bertentengan dengan Al-Quran dan hadist. Jadi kita hidup di Indonesia ini janganlah berlebihan dengan memperjuangkan untuk mewujudkan Islam dengan membentuk negara khilafah dengan menafikan kebhinekaan yang menjadi keniscayaan di Indonesia ini. Sungguh manhajul fikr Aswaja tetap menjadi terdepan dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara; tawassuth, tawazun, i‘tidal, dan ta‘awun.
*) Muhammad Yunus, dosen Pendidikan Bahasa Inggris Unisma, Wakil Dekan III FKIP Unisma.
Terpopuler
1
Saat Jamaah Haji Mengambil Inisiatif Berjalan Kaki dari Muzdalifah ke Mina
2
Belasan Tahun Jadi Petugas Pemotongan Hewan Kurban, Riyadi Bagikan Tips Hadapi Sapi Galak
3
Cerpen: Tirakat yang Gagal
4
Meski Indonesia Tak Bisa Lolos Langsung, Peluang Piala Dunia Belum Pernah Sedekat Ini
5
Jamaah Haji Indonesia Diimbau Tak Buru-buru Thawaf Ifadhah, Kecuali Jamaah Kloter Awal
6
Jamaah Haji Indonesia Bersyukur Tuntaskan Fase Armuzna
Terkini
Lihat Semua