Ada sebuah perkembangan baru yang cukup menarik di Jepang sejak akhir 2006 lalu. Ada indikasi kuat Jepang mulai mempertimbangkan kemungkinan memiliki persenjataan nuklir berskala rendah. Sejak perang Dunia II, Jepang terikat dalam suatu kesepakatan keamanan bersama dengan Amerika dan menggantungkan keamanan nasionalnya sepenuhnya pada payung perlindungan nuklir negara Paman Sam tersebut. Dan pada saat yang sama, berjanji untuk tidak menghasilkan atau memiliki persenjataan nuklir di daerah teritorial yang berada dalam kekuasaan Jepang.
Itu pula sebabnya mengapa dalam Konstitusi Jepang pasca Perang Dunia II, melarang pembuatan senjata nuklir selain itu Jepang telah aktif mempromosikan perjanjian nonproliferasi nuklir.<>
Namun pada perkembangannya kemudian, karena semakin gencarnya percobaan senjata nuklir yang dilancarkan oleh Korea Utara dan kemungkinan ancaman jangka panjang yang bakal datang dari Republik Rakyat Cina, Jepang nampaknya mulai mikir-mikir membangun dan mengembangkan senjata nuklir. Apalagi ketika pada Juli 2006 lalu, Korea Utara melancarkan test uji coba rudak balisitiknya di laut Jepang.
Sejak test uji coba rudak balistik berhulu nuklir yang dilancarkan Korea Utara tersebut, Jepang sepertinya diprovokasi untuk mulai mempertimbangklan opsi pengembangan senjata nuklir. Sebut sebagai misal Yasuhiro Nakasone, mantan perdana Menteri Jepang era 1980-an yang dikenal penganut kebijakan pro perdamaian. Dalam pernyataannya beberapa saat setelah test uji coba nuklir Korea Utara tersebut, menyerukan perlunya Jepang melakukan studi-studi intensif mengenai isu-isu berkaitan dengan senjata nuklir. “Ini penting karena Jepang tidak bisa selamanya bergantung pada perlindungan nuklir Amerika Serikat,”begitu kata Nakasone.
Bahkan yang lebih mencemaskan lagi, Perdana Menteri Shinzo Abe, yang dikenal sebagai kepala pemerintahan Jepang yang berhaluan nasionalis, menegaskan bahwa dengan memiliki senjata nuklir berskala kecil(an arsenal of small nuclear weapons), Jepang sama sekali tidak melanggar Konstitusi Jepang. Gagasa Abe seperti ini sebenarnya sama sekali tidak aneh, mengingat Abe termasuk yang berjanji kepada para pendukungnya bahwa jika dia terpilih kelak sebagai Perdana Menteri, akan segera mereformasi Konstitusi Jepang yang dibuat sesuai Perang Dunia Kedua.
Dalam konteks reformasi pertahanan dan militer, berarti Abe punya agenda untuk mentransformasikan pasukan bela diri Jepang menjadi kekuatan Angkatan Bersenjata(darat) yang profesional. Meski tetap dalam kerangka memainkan perang strategis di seberang lautan maupun membantu negara-negara sekutu jika menghadapi serangan militer musuh.
Apapun alasannya, situasi ini tentunya mencemaskan banyak kalangan. Karena sebagai negara yang tergolong maju dalam perkembangan industri, secara teoritis Jepang memang sanggup untuk membangun dan mengembangkan senjata nuklir kapan saja dia mau.
Sebab, negara industri manapun sekarang ini memiliki kemampuan teknis untuk mengembangkan senjata nuklir dalam beberapa tahun saja jika suatu negara bermaksud demikian. Dalam hal ini Jepang tak terkecuali. Sekarang ini Jepang termasuk negara-negara industri besar disamping Jerman, Australia, Kananda dan Italia.
Sampai saat ini, gagasan pengembangan senjata nuklir di Jepang memang masih sedikit para pendukungnya. Sejak 1945, ketika kota Hiroshima dan Nagasaki di bom atom oleh Amerika Serikat, rakyat Jepang menentang keras pengembangan persenjataan nuklir dunia. Namun setelah 60 tahun sejarah pahit bangsa Jepang berlalu, nampaknya ada segelintir petinggi Jepang yang mulai lupa akan pengalaman pahit yang telah memakan korban jutaan jiwa di kedua kota tersebut.
Beberapa di antara kalangan ultra nasionalis bahkan punya pemikiran seperti ini: Bahwa syarat utama terciptanya keamanan Dunia dan masa depan haruslah tetap didasarkan pada dominasi global Amerika Serikat sebagai satu-satunya negara adi daya(superpower). Namun pada saat yang sama, kalangan ultra nasionalis ini menggarisbawahi bahwa Jepang sebagai mitra strategis Amerika, sangatlah penting untuk secepatnya mengembangkan senjata nuklir.
Perkembangan terbaru di Jepang tersebut haruslah dibaca sebagai semakin menguatnya keinginan para petinggi Jepang untuk semakin memainkan perang strategis yang independen di kawasa Asia Pasifik, tanpa harus melepaskan ikatan kerjasama keamanan dengan Amerika.
Nampaknya, dengan semakin santernya niat Jepang untuk setiap saat membangun dan mengembangkan persenjataan nuklirnya, pemerintahan Shinzo Abe sebenarnya bermaksud memperkuat bargaining position(posisi tawar) dengan sekutu strategisnya Amerika. Dengan kata lain, melalui pengembangan opini lewat media massa bahwa ada rencana Jepang membangun senjata nuklir, Amerika maupun negara-negara industri maju di Eropa Barat, dipaksa untuk memberi konsesi kepada Jepang. Sehingga meskipun tetap dalam kerangka persekutuan militer Amerika-Jepang, Amerika diharapkan memberi konsesi kepada Jepang agar bisa semakin memainkan peran kunci di Asia Pasifik dan sepenuhnya bebas dari kendali dan arahan Amerika.
Bisa jadi, prediksi Samuel Huntington dalam The Clash of Civilization, bahwa Jepang akan mengambil sikap netral ketika terjadi perang terbuka antara Amerika versus Cina, sebenarnya bukanlah karena didorong ketakutan Jepang kepada Cina, melainkan karena dalam diri Jepang sendiri memang sudah punya niat untuk menjadikan dirinya sebagai kekuatan adidaya tidak saja di bidang ekonomi, tapi juga dibidang politik dan pertahanan. Dan karenanya, jika tahun 2010 nanti memang benar-benar terjadi konfrontasi militer Amerika-Cina, Jepang tentunya membaca situasi tersebut sebagai sebuah momentum untuk menjadikan dirinya sebagai kekuatan tersendiri di kawasan Asia Pasifik, tanpa harus melibatkan diri dalam memilih pihak Amerika atau pihak Cina. Namun justru akan memanfaatkan situasi tersebut demi kepentingan nasionalnya sendiri.
Terlepas dari skenario tersebut, wacana pengembangan senjata nuklir Jepang memang cukup mencemaskan, karena menurut perhitungan para pakar militer dan pertahanan, Jepang bisa lebih cepat membangun persenjataan nuklirnya dibandingkan Korea Utara maupun Iran. Dan kalau hal ini sampai terjadi, bisa dipastikan akan merubah sistem keamanan baik di Asia maupun kawasan-kawasan lain di dunia. Dan jelas merupakan ancaman baru bagi dunia internasional.
Dan di atas itu semua, ini merupakan hal yang patut disesalkan karena itu berarti pengalaman pahit dan tragedi Hiroshima dan Nagasaki 60 tahun yang lalu, sama sekali tidak menjadi bahan pelajaran yang cukup berharga agar tragedi serupa tidak terulang kembali.
Kita sebagai warga dunia, sudah selayaknya menolak wacana, apalagi rencana, pembangunan dan pengembangan senjata nuklir Jepang, yang bisa menjadi malapetaka bagi dunia. Dan sebenarnya, kita menentang pengembangan senjata nuklir oleh negara manapun di dunia, kecuali untuk tujuan-tujuan damai.
Penulis adalah Direktur Eksekutif Indonesia Future Institute(IFI)
Terpopuler
1
Saat Jamaah Haji Mengambil Inisiatif Berjalan Kaki dari Muzdalifah ke Mina
2
Belasan Tahun Jadi Petugas Pemotongan Hewan Kurban, Riyadi Bagikan Tips Hadapi Sapi Galak
3
Meski Indonesia Tak Bisa Lolos Langsung, Peluang Piala Dunia Belum Pernah Sedekat Ini
4
Cerpen: Tirakat yang Gagal
5
Jamaah Haji Indonesia Diimbau Tak Buru-buru Thawaf Ifadhah, Kecuali Jamaah Kloter Awal
6
Jamaah Haji Indonesia Bersyukur Tuntaskan Fase Armuzna
Terkini
Lihat Semua