Opini MENYAMBUT MUSKERWIL NU JATIM

Betulkah Pesantren Bagian Integral Sistem Pendidikan Nasional?

NU Online  ·  Ahad, 23 Februari 2014 | 20:02 WIB

Oleh Abdullah SIP
Alhamdulillah topik “Arti Strategis Bagi Pesantren jika Universitas Terbuka (UT) Buka Prodi Pendidikan Agama Islam” di NU Online (1/3/2014) menjadi salah satu materi Muskerwil PWNU Jatim pada 25 - 28 Februari 2014 di Pondok Pesantren Tambak Beras Jombang. <>Berangkat dari pesantren yang didirikan oleh KH Wahab Hasbullah itu, semoga muncul terobosan yang terus menggelinding dan menghasilkan rekomendasi sesuai jiwa pendirinya yang visioner dan inovatif.

Dukungan secara pribadi antara lain datang dari KH Hakim Mahfudz (PWNU Jatim), KH. Fuad Habib Dimyathi (Pengasuh Pondok Pesantren Tremas Pacitan), M.Mas’ud Adnan (Sekjen Ikatan Alumni Tebuireng), KH.Zaim Ahmad Ma’shoem (Kordinator RMI Wilayah Barat meliputi Jawa dan Sumatera), Drs KH Ali Mufidz MPA (mantan gubernur Jateng), Mustasyar PWNU Jateng yang juga penyusun buku UT Pengantar Ilmu Administrasi Negara, waktu sowan ke ndalem KH A. Hamid Baidlowi Anggota DPA 1998-2004 masa kepresidenan BJ Habibie, KH Abdurrahman Wahid dan Megawati  beliau ke Wonosobo, penulis diterima oleh Gus Ahfas putranya ikut mendoakan.

Setelah surat terbuka kami kepada Mendikbud dan Menag mendapat konfirmasi dari Setjen akan menjadi masukan aspirasi dan akan dibahas oleh DPR RI tentang arti strategis bagi pesantren jika UT buka prodi PAI, kami menyampaikan terimakasih sebelumnya dan kita tunggu kapan pembahasannya, dan sampai sejauhmana perhatiannya terhadap pesantren?

UT diresmikan sebagai PTN ke 45 berdasarkan SK Presiden RI No.41 tahun 1984. Istilah “terbuka” dalam sistem pendidikan UT mengandung makna bahwa setiap orang termasuk santri dapat menjadi mahasiswa UT tanpa ada pembatasan, baik tahun kelulusan ijazah SLTA, usia, lama studi, maupun tempat tinggal atau pondok. UT terkait dengan sistem pendidikan “jarak jauh” yang mengandung pengertian adanya jarak antara yang belajar dan yang mengajar. Jarak ini dijembatani dengan media yang khusus, dikembangkan untuk sistem belajar jarak jauh, dengan cara tutorial tatap muka, tutorial online, atau belajar mandiri dengan membaca buku ajar.

Arti strategisnya bagi pesantren, bahkan para peserta dapat mengikuti kuliah yang lokasinya di luar negeri. Seperti santri Ma’had Syaikh Muhammad Al Maliki Makkah dan Habib Zain Smith Madinah serta Darul Musthofa Yaman, jika santri dari pesantren tersebut berminat dapat kuliah PAI UT, adapun ujian persemesternya bertempat di KBRI negara tersebut.

UT diselenggarakan oleh Kemendikbud  melalui PTN dan cukup berpengalaman menyelenggarakan sistem belajar jarak jauh sejak berdirinya tahun 1984. Kini sudah waktunya prodi PAI dan studi Islam lainnya dapat bekerjasama dengan UIN atau Kemenag dapat menjalankan sistem yang sama dalam rangka pemerataan pendidikan/ perguruan tinggi bagi setiap warga negara, termasuk santri.

Surat Dirjen Pendidikan Islam Kemenag  3 Oktober 2013 menyebutkan bahwa dari seluruh PTAI ada 69 PTAI yang bersih tidak menyelenggarakan kelas jauh dan ada 49 PTAI yang melakukan pelanggaran kelas jauh. Fakta yang cukup banyak itu membuktikan: Pertama, Kebutuhan kuliah prodi itu sangat besar, jumlah itu belum termasuk yang berminat, namun tidak berani atau nekat masuk kelas jauh.

Kedua, terjadi ketimpangan kurangnya jumlah PTAI yang dekat dengan domisili mahasiswa/pesantren, menunjukkan tidak merata, sangat terbatasnya SDM. Kondisi ini merupakan Darurat PTAI.

Maka perlu solusi legal dan cepat yang efisien dengan membuka PAI sistem belajar jarak jauh (SBJJ) seperti UT. Moratorium PAI mestinya tidak berlaku di SBJJ agar pesantren dapat segera menikmati akses perguruan tinggi. Bila perlu Presiden RI menerbitkan SK peresmian Universitas Islam Terbuka.  Pesantren dapat memanfaatkan/mensiasati  UT universitas negeri sambil menunggu kondisi ideal legalitas Ma’had Aly dan berdirinya ratusan STAINU atau PTAI di lingkungan pesantren yang butuh waktu lama, agar beberapa angkatan putra putri NU (santri) tidak kehilangan kesempatan menikmati pendidikan/ perguruan tinggi.

UT tersebut dapat merubah nasib guru madrasah. Sekarang jangan cuma menyalahkan mereka kalau masuk kelas jauh, tapi koreksilah dan tengoklah sudah berapa banyak PTAI yang didirikan menjadi tanggung jawab pemerintah, sementara belum ada solusi dengan mengeluarkan kebijakan pembukaan PAI SBJJ.

Jika ada moratorium PAI, tetap diusulkan dibuka PAI khusus SBJJ di samping prodi Fakultas Studi Agama Islam lainnya seperti jurusan hukum Islam, Ushuluddin dan Ekonomi Islam. Moratorium tidak pernah berakhir kalau tidak ada usulan pembukaan prodi. Padahal PAI yang paling banyak menyedot mahasiswa/santri mau kuliah S1 agar dapat mengajar di madrasah.

Moratorium PAI oleh pemerintah mohon ada pengecualian di UT, kejenuhan PAI belum mengakomodasi sistem belajar jarak jauh, belum membuka PAI yang dibutuhkan pesantren yang sesuai kondisi mahasiswa berlatar santri yang tidak bisa meninggalkan/melepaskan diri dari pesantren atau kiainya.Tidak mungkin secara dini boyong untuk kuliah ke UIN, kecuali mungkin ke UIN kalau untuk menempuh S2 sampai Doktoral.  Membuka peluang pembukaan prodi S1 PAI di UT akan meramaikan kembali pesantren.

Usulan agar UT membuka PAI mudah-mudahan juga membuka pintu usulan prodi agama Islam lainnya. Pengalaman kami sebagai Pengelola Pokjar UT, banyak yang berminat mendaftar di PAI UT jika dibuka, namun hanya bisa menawarkan prodi umum, menutup kesempatan kuliah prodi agama terhadap santri terpandai.

Alhamdulillah UT memang sudah membuka prodi perbankan syariah, lengkapnya FEKON Prodi Manajemen bidang minat manajemen keuangan dan perbankan syari’ah, serta Prodi Ekonomi Pembangunan bidang minat ekonomi dan perbankan syariah. Diharapkan pihak UT dapat segera melengkapi ketersediaan buku ajar terkait modul perbankan syariah.

Bapak Presiden dan pihak-pihak terkait perlu mendengar jeritan hati kami dari dunia pesantren. Pesantren yang telah banjir darah selama masa perjuangan melawan penjajah, kemudian di masa kemerdekaan kembali ke pesantren, tidak mengambil kesempatan masuk TNI, tetap konsisten/istiqamah di dunia pendidikan. Ironis lulusannya tidak mendapat pengakuan ijazah pendidikan formal di semua tingkatan, bahkan juga sampai sekarang belum menikmati akses perguruan tinggi agama Islam sistem belajar jarak jauh, tidak seperti yang sekarang telah berjalan di UT hanya membuka prodi pengetahuan umum. Kalau terus begini nasibnya, betulkah pesantren bagian integral sistem pendidikan nasional implementasi dari UU Sisdiknas No.20 tahun 2003?

Kita menilai aspirasi dari dunia pesantren tersebut sebagai hal yang wajar, sesuai program UNESCO “pendidikan untuk semua”, dan bukankah Presiden RI dan para pejabat muslim dalam jajarannya juga mewakili populasi umat
Islam terbesar di dunia?

 

Abdullah SIP, Pengelola Pokjar Lasem Program Beasiswa Bidikmisi Universitas Terbuka, Pengurus PP IPNU 1992-1996, merintis Pesantren Pustaka Sambua.