Nasional

Waketum PBNU: Petani Berjasa dalam Wujudkan Hifzul Mal

Sab, 17 Oktober 2020 | 12:15 WIB

Waketum PBNU: Petani Berjasa dalam Wujudkan Hifzul Mal

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Mochammad Maksum Machfoedz. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Partisipasi petani sangat penting dan diperlukan bagi kedaulatan pangan sebuah negara. Dalam konteks teologis, para petani sangat berjasa dalam upaya mewujudkan hifzul mal atau perlindungan terhadap perekonomian bangsa. 


Hal itu diutarakan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Mochammad Maksum Machfoedz, saat menghadiri diskusi virtual peringatan Hari Pangan Sedunia yang diselenggarakan NU Online dan BRG pada Jumat (16/10).


Dalam diskusi bertajuk Hari Pangan Sedunia: Mengantisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi itu, Maksum bersepakat dengan pernyataan dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) bahwa petani disebut sebagai pahlawan dalam urusan krisis pangan di masa pandemi.


Pakar Pertanian dari Universitas Gadjah Mada ini mengutip pernyataan Pendiri Nahdlatul Ulama Hadlratussyekh KH Hasyim  Asy’ari bahwa salah satu alasan NU didirikan adalah untuk melindungi kaum tani. 


“Maka pada 1937 dibentuklah koperasi Syirkah Muawanah. Mbah Hasyim juga sampai mengatakan bahwa Pak Tani itulah penolong negeri,” kata Maksum.


Ia juga mengungkapkan, keterlibatan atau peran dan kontribusi di setiap masa-masa krisis yang melanda Indonesia. Termasuk pada masa krisis akhir-akhir ini. Maksum menyebut bahwa petani adalah pahlawan di era pandemi.


Dijelaskan, peran dan kontribusi petani sudah ada sejak zaman tanam paksa pada 1830-1940 saat perekonomian, pertanian, dan perkebunan dikuasai Belanda. 


“Petani selalu saja bisa menyelamatkan bangsa ini dengan pangan yang cukup untuk keluarganya, desanya, dan negaranya,” jelas Maksum.


Tak hanya itu, di zaman politik etis pada 1890 petani pun sangat berperan dalam menyelamatkan negeri ini. Bahkan pada saat perang gerilya, revolusi 1945, resolusi jihad, dan Gerakan 30 September 1965, peran petani sangat mulia. 


“Mereka (petani) selalu menyiapkan pangan bagi siapa pun (pahlawan) yang bergerilya,” tuturnya. 


Ia menegaskan bahwa di masa pandemi ini tidak ada sektor ekonomi yang tumbuh kecuali pangan dan pertanian. Jadi persoalan krisis akibat Covid-19 ini, peran sentral pertanian dan petani sangat dibutuhkan. 


“(Sektor) yang lain collabs. Tapi hanya pertanian dan pangan yang masih positif dan masih menjadi jangkar penyelamat perekonomian nasional,” ungkap Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta ini.


Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) pada peringatan Hari Pangan Sedunia tahun ini mengeluarkan tema, ‘Grow, Nourish, Sustain, and Together’. Maksum kemudian memaknai kata per kata dari tema tersebut.


“Grow itu berarti menanam aneka ragam pangan. Nourish adalah untuk memberikan jaminan bagi pangan masyarakat luas. Sustain artinya keberlangsungan alam. Together yaitu bersama-sama harus dilakukan oleh multipihak, termasuk petani. Ini tema menarik,” ucapnya.


Jadi, tema itu berarti menekankan bahwa pertanian harus mampu tumbuh dengan aneka ragam pangan untuk memberikan jaminan kepada masyarakat luas dan keberlangsungan alam. Hal tersebut tentu harus dilakukan secara bersama-sama oleh semua pihak agar terwujud kedaulatan pangan.


Namun, ia menyayangkan bahwa kedaulatan pangan dan petani saat ini seperti seolah sedang dipertandingkan dengan kaum kapitalis. Dengan tegas, ia menyebut harus ada proteksi terhadap harga untuk petani dan mengetatkan impor pangan, sehingga petani di Indonesia bisa berdaulat.


“Negara lain saja bisa protektif (terhadap harga untuk petani) kenapa kita liberal? Maka kita harus meningkatkan basis produktifitas bagi petani yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengembangkan agro industri,” katanya.


“Dan tidak ada jalan lain, konversi lahan harus dilakukan dengan sangat selektif. Terutama soal (pembangunan) infrastruktur (yang merugikan petani),” pungkasnya.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad