Nasional

Ulama Sudan Berpidato di Lirboyo: Cinta Tanah Air Ada Rujukannya dalam Al-Quran

NU Online  ·  Senin, 2 Juni 2025 | 09:00 WIB

Ulama Sudan Berpidato di Lirboyo: Cinta Tanah Air Ada Rujukannya dalam Al-Quran

Syekh Awad Karim Utsman Al-Aql, ulama terkemuka di Sudan selepas berpidato di Auditorium An-Nawawi, Ma’had Aly Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Sabtu (31/05/2025). (Foto: A. Zaeini Misbaahuddin Asyuari/NU Online)

Kediri, NU Online
Syekh Awad Karim Utsman Al-Aqli, seorang ulama terkemuka asal Sudan, membahas makna cinta tanah air perspektif literatur turats dan kajian tasawuf di Auditorium An-Nawawi, Ma’had Aly Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Sabtu (31/05/2025).


Syekh Awad, yang merupakan Mustasyar PCINU Sudan itu, memulai dengan pertanyaan mendasar, apakah istilah hubbul wathan (cinta tanah air) memiliki argumentasi dalam syariat ataukah ini merupakan konsep baru yang tidak dikenal dalam ajaran Islam? 


Untuk menjawab itu, ulama yang dikenal musnid hadits tersebut merujuk pada Al-Qur’an surat Al-Baqarah Ayat 84 yang menegaskan pentingnya menjaga tanah air dan larangan meninggalkannya tanpa alasan yang benar.


Dia menegaskan bahwa negara dan tanah air adalah nikmat terbesar dari Allah SWT yang harus disyukuri dan dijaga. Keluar dari negara tanpa alasan yang sah dapat menimbulkan konflik dan peperangan, yang harus dihindari. 


Dalam hal ini, Ketua Bidang Keilmuan di Al-Majma’ Shufi Al-‘Am Sudan mengungkapkan: “Menjaga eksistensi tanah air adalah salah satu penyebab berperang di jalan Allah.”


Dari penjelasan tersebut, Guru Besar Ilmu Hadits di Masjid Agung Kota Omdurman Sudan itu menyimpulkan bahwa menjaga dan mencintai tanah air bukan hanya sebuah perasaan belaka, melainkan suatu keharusan yang memiliki dasar syariat kuat.


Sebelum ditutup, beberapa mahasantri melontarkan sejumlah pertanyaan kepada Syekh Awad perihal cinta tanah air, di antaranya tentang redaksi hadits yang termaktub dalam kitab Fath Al-Bari Syarh Sahih Bukhori dan relevansinya di masa kini.


“Sejarah hidup Nabi Muhammad SAW memberikan contoh nyata tentang cinta tanah air yang mendalam. Nabi SAW melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah karena tekanan dan penganiayaan dari kaum Kafir Quraisy di Makkah. Meskipun harus meninggalkan Makkah, Nabi bersabda: ‘Demi Allah, Makkah adalah kota yang paling aku cintai dari semua negeri.’ Ini menunjukkan betapa besar cinta Nabi terhadap tanah kelahirannya,” tegasnya, menjawab pertanyaan dari mahasantri.


Makkah bukan hanya sekadar tempat lahir, tetapi juga tempat tumbuh kembang dan pusat spiritual yang sangat dicintai oleh Nabi. Madinah, sebagai tempat tujuan hijrah, menjadi rumah kedua yang juga dicintai Nabi, menandakan bahwa cinta tanah air bisa meliputi lebih dari satu wilayah yang menjadi tempat tinggal dan berjuang.


“Setelah hijrah, langkah-langkah yang diambil Nabi di Madinah menunjukkan bagaimana cinta tanah air diwujudkan dalam tindakan nyata. Langkah pertama dia adalah membangun masjid sebagai pusat ibadah dan sosial, sekaligus mendamaikan penduduk Madinah yang terdiri dari berbagai suku dan kelompok. Nabi juga membuat watsiqah Madinah (Piagam Madinah), yang dikenal sebagai konstitusi pertama di dunia, untuk mengatur kehidupan bernegara dan menjaga persatuan,” jelasnya.


Dalam hal ini Rasulullah SAW menegaskan akan pentingnya ukhuwah (persaudaraan) dan persatuan antar warga negara (muwathinin), yang menjadi fondasi kuat dalam struktur negara. Cinta tanah air bukan hanya sebuah pilihan, melainkan bagian dari fitrah manusia. Imam Al-Jahiz menyatakan: “Manusia pada dasarnya diciptakan dengan fitrah mencintai akan tanah kelahirannya.”


“Cinta pada tanah air merupakan naluri yang ditanamkan Allah dalam diri manusia sebagai bagian dari identitas dan rasa memiliki. Oleh karena itu, menjaga keutuhan negara dan persatuan bangsa adalah kewajiban yang harus dijaga oleh setiap warga negara,” pungkasnya.


Acara dihadiri oleh Dewan Mudir Ma’had Aly Lirboyo, Dzuriyyah Pondok Pesantren Lirboyo, para dosen Ma’had Aly, serta mahasantri tingkat Marhalah Ula dan Tsaniyah. 


Sebelum materi utama disampaikan, mahasantri semester lima Agus Mihyal Manutho Muhammad memaparkan biografi lengkap Syekh Awad Karim Utsman Al-Aqli, mulai dari latar belakang pendidikan, guru-gurunya, karya-karyanya, hingga jabatan-jabatan penting yang diembannya.


Gus Mihyal menjelaskan, Syekh Awad adalah Mustasyar Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU Sudan), Guru Besar Ilmu Hadits di Masjid Agung Kota Omdurman, Sudan, serta dosen di Institut Ma’arij Yordania. 


Selain itu, dia juga memimpin bidang keilmuan di Organisasi Imam Al-Asy’ari Sudan dan Perkumpulan Sufi (Al-Majma’ Shufi Al-‘Am) Sudan. Syekh Awad dikenal sebagai penghafal Al-Qur’an dengan riwayat Ad-Duri dari Abu ‘Amr.

 

Kontributor: A. Zaeini Misbaahuddin Asyuari
Editor: Abdullah Alawi