Nasional

Tiga Catatan LK PBNU Terkait Batasan Tarif Tertinggi Tes RT-PCR

Sel, 6 Oktober 2020 | 05:30 WIB

Tiga Catatan LK PBNU Terkait Batasan Tarif Tertinggi Tes RT-PCR

ntinya, kata dia, tes RT PCR memang membutuhkan biaya yang sangat tinggi. Jika memang pemerintah mengharapkan tingginya angka partisipasi masyarakat terhadap tes swab tersebut, maka harus menjamin reagen atau alat lab untuk melakukan tes.

Jakarta, NU Online
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah mengeluarkan surat edaran tentang batasan tarif tertinggi tes Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) maksimal Rp 900 ribu. Kebijakan ini merespons banyaknya keluhan terkait tingginya harga tes swab Covid-19 di rumah sakit yang disampaikan masyarakat.


Menanggapi hal ini, Pengurus Lembaga Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LK-PBNU) dr Muhammad Makky Zamzami mengatakan, kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan RI dr Terawan Purwanto tersebut harus mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam hal melakukan tes swab di rumah sakit. Kata dia, untuk mewujudkan hal itu, LK PBNU memiliki catatan-catatan khusus agar ditindaklanjuti oleh semua pemangku kebijakan.  


Catatan pertama, murah dan mahalnya tes RT PCR di rumah sakit tergantung daya dukung pemerintah terhadap pembiayaan kebutuhan rumah sakit. Jika dalam kebijakan itu memperjelas subsidi kepada rumah sakit, maka pembiayaan tes swab dengan harga Rp 900 ribu bisa terwujud. Tapi jika tidak, pemerintah perlu memperjelas definisi terlebih dahulu apakah Rp 900 ribu itu harga dasar, harga pokok atau harga transportasi.


“Saya pikir keputusan tepat atau tidak tepat tergantung dasar kebutuhan tersebut. Di beberapa tempat RS swasta, kenaikan harga tergantung subsidi pemerintah, reagen-nya, PCR sendiri Rp 900 ribu. Belum lagi orangnya,” kata dr Makky kepada NU Online, Selasa (6/10).


Intinya, kata dia, tes RT PCR memang membutuhkan biaya yang sangat tinggi. Jika memang pemerintah mengharapkan tingginya angka partisipasi masyarakat terhadap tes swab tersebut, maka harus menjamin reagen atau alat lab untuk melakukan tes.


“Dasar Rp 900 itu sah-sah saja, bagus saja, membantu masyarakat pro aktif memeriksakan diri, screening di rumah sakit,” tuturnya.


Catatan kedua, pemerintah harus segera memperjelas rumah sakit mana saja yang akan ditetapkan sebagai tempat untuk melakukan tes RT PCR. Sebab jika masyarakat melakukan tes kepada rumah sakit bukan rujukan, dimungkinkan tetap memakan biaya yang tinggi karena terjadi double crash.


“Misalnya RS ini mengambil swabnya lalu dia mengantarkan ke RS yang ditunjuk pemerintah, nah itu harga akan sangat menonjol. Ini perlu dijadikan pertimbangan bahwa Rp 900 ini bukan harga dasar, bukan harga transport,” kata dia.


Catatan ketiga, semua pihak termasuk masyarakat harus mendorong agar Dinas Kesehatan di daerah menindaklanjuti setiap kebijakan Kemenkes RI ini. Respons yang harus diperkuat adalah memperjelas aturan yang telah diputuskan tersebut misalnya dengan membuat aturan tambahan.


“Bagaimana aturan turunan itu akomodatif, meng-hire (mencakup) semua lini baik RS yang memeriksa maupun yang merujuk. Segala kebijakan dapat disesuaikan dengan definisi yang jelas apakah dasar pokok atau transportasi,” ungkapnya.


Sebelumnya, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Edaran nomor HK. 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Surat edaran tersebut disahkan oleh Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Abdul Kadir.
 

Prof Kadir mengatakan penetapan standar tarif tertinggi pemeriksaan RT-PCR dilakukan dengan mempertimbangkan komponen jasa pelayanan, komponen bahan habis pakai dan reagen, komponen biaya administrasi, dan komponen lainnya.


“Memang penetapan batas tarif tertinggi pemeriksaan RT-PCR ini perlu kita tetapkan. Penetapan batas tarif ini melalui pembahasan secara komprehensif antara Kemenkes dan BPKP terhadap hasil survei serta analisis yang dilakukan pada berbagai fasilitas layanan kesehatan,” katanya.


Batasan tarif tertinggi untuk pemeriksaan RT-PCR termasuk pengambilan swab adalah Rp.900 ribu. Batasan tarif tersebut berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan RT-PCR atas permintaan sendiri/mandiri.


Batasan tarif tertinggi itu tidak berlaku untuk kegiatan penelusuran kontak atau rujukan kasus Covid-19 ke rumah sakit yang penyelenggaraannya mendapatkan bantuan pemeriksaan RT-PCR dari pemerintah atau merupakan bagian dari penjaminan pembiayaan pasien Covid-19.


Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Muhammad Faizin