Nasional

Terkait Maraknya Ujaran Kebencian dan Hoaks, Ini Rekomendasi Wahid Foundation

NU Online  ·  Jumat, 9 Maret 2018 | 03:00 WIB

Jakarta, NU Online
Untuk mencegah penyebaran hoaks, ujaran kebencian dan pelibatan isu SARA, jurnalis dan seluruh stakeholder harus berjejaring lebih intensif dalam penyediaan dan pertukaran konten.

Demikian salah satu rekomendasi Diskusi Memperkuat Media Mainstream dalam Melakukan Kontranarasi, Rabu (7/3) di Hotel JS Luwansa, Jakarta.

(Baca: Hoaks Mudah Menyebar, Ini Penjelasan Savic Ali)
Pada forum yang dihadiri sejumlah pihak seperti jurnalis, NGO, peneliti dan aktivis media, juga dikemukakan perlunya mendorong grup-grup sosial media seperti Whatsapp dan facebook sebagai penyebaran konten dan infomasi.

Untuk menyeimbangkan narasi negatif yang terlanjur dan terus membanjiri utamanya media sosial, harus disediakan alternatif narasi yang lebih baik guna menciptakan narasi positif yang dibutuhkan.

Diskusi yang digagas Wahid Foundation tersebut juga merekomendasikan perlunya membanjiri konten-konten positif yang lebih banyak, dengan pengemasan yang lebih menarik.

(Baca: Kepolisian Prihatin ODGJ Jadi Korban Penyebaran Hoaks)
Di samping itu, keberadaan perempuan tak bisa diabaikan, sehingga perlu dilibatkan sebagai penyedia konten agar sekaligus lebih mampu menyasar dunia mereka (perempuan).

Audiens yang masuk kategori ‘abu-abu’ juga harus dirangkul, agar mereka tidak malah terpengaruh oleh konten negatif.

Hal yang tak kalah pentingnya adalah menyinergikan dengan berbagai pihak seperti Satgas Nusantara (Kepolisian) melalui komunikasi yang intensif untuk produksi dan penyebaran konten positif.

Project Manajer Anis Hamim menyebutkan diskusi tersebut merupakan pertemuan regular lanjutan dari pertemuan-pertemuan sebelumnya yang bertujuan memberikan informasi terkini utamanya tentang kampanye media. 

“Wahid Foundation belajar banyak dari masa lalu. Banyak informasi negatif ada yang berdampak luas, ada yang tidak sama sekali. Konflik Poso misalnya muncul karena respons aparat yang bisa disebut terlambat. Kejadian terlihat dipicu hal sepele. Habis tarawih orang berantem dengan orang beda agama, lalu meninggal,” kata Anis.

"Termasuk akhir-akhir ini marak isu penyerangan ulama. Pekerjaan polisi sejauh ini apa saja. Kita bahas pada diskusi ini,” lanjutnya. 
(Baca: Peneliti Temukan Ciri-ciri Teroris Lewat Medsos)
Lebih dari itu, diskusi juga membahas sejauh mana dan apa yang perlu dilakukan lebih banyak pada waktu ke depan, agar dampak negatif dapat dimininimalisir dan kalau bisa dicegah kemunculannya.

Diskusi menghadirkan pembicara Kasatgas Nusantara Gatot Eddy Pramono, Founder dan CEO Alvara Riset Center, dan Direktur NU Online Savic Ali. (Kendi Setiawan)