Tahun 2021 Diharapkan Tak Ada Gerakan Populis Atas Nama Agama
NU Online · Kamis, 24 Desember 2020 | 14:30 WIB

Perang Yaman diprediksi terjadi karena gerakan politik yang dibalut atas nama agama. (Foto: Istimewa)
Abdul Rahman Ahdori
Kontributor
Jakarta, NU Online
Dalam kurun waktu tahun 2016 sampai dengan 2020, masyarakat Indonesia dihadapkan dengan gerakan-gerakan politik yang dibalut dan mengatasnamakan agama tertentu. Gerakan itu mengakibatkan masyarakat semakin terkotak-kotak. Bahkan, kekisruhan terus terjadi sebab fanatisme dan ujaran kebencian kerap dimunculkan pada gerakan populis tersebut.
Ketua Umum Forum Satu Bangsa Hery Heryanto Azzumi berharap, gerakan-gerakan tersebut tidak lagi terjadi pada tahun 2021. Sebagai negara demokrasi, masyarakat tentu diperbolehkan menyampaikan pendapatnya di muka umum.
Tetapi, janganlah gerakan-gerakan itu memberikan dampak yang buruk terhadap kerukunan umat beragama yang sudah terjalin ratusan tahun silam di Indonesia.
"Misalnya begini, jangan gunakan agama sebagai basis untuk menerima atau menolak seseorang menjadi pejabat negara, sebab seluruh masyarakat punya hak untuk membangun satu bangsa ini," kata Hery, Kamis (23/12).
Ia menambahkan, dalam persfektif politik global, Indonesia termasuk negara yang strategis dibandingkan dengan beberapa negara lain. Bahkan, kata dia, penyelesaian polemik negara-negara di Timur Tengah seperti Palestina tidak akan sempurna jika tidak melibatkan Indonesia. Pasalnya Indonesia adalah contoh terbaik negara dengan tingkat kerukunan antarpemeluk agama yang satu dengan agama yang lain.
"Indonesia sangat diharapkan selalu bergerak di tengah-tengah. Diantara negara yang mengalami konflik seperti Lebanon, Syiria dan lain-lain," tegasnya.
Terkait ini, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj pun telah berulang kali mengimbau umat Muslim agar tak menjadikan agama sebagai alat untuk meraih kekuasaan.
Misalnya, yang terjadi pada serangkaian Pilkada DKI Jakarta tahun 2016, masyarakat dari kelompok Islam tertentu hampir setiap hari melakukan demonstrasi atas nama agamanya. Menurut Kiai Said, gerakan itu justru akan mencoreng agama Islam secara umum.
Pengasuh pesantren Al-Tsaqafah ini mengkhawatirkan, ketika ada pasangan calon di Pilkada yang diusung dengan kampanye atas nama agama menang, namun nanti saat proses memimpin ditemukan ada kasus korupsi, tidak bertanggung jawab, dan tidak mampu mengentaskan permasalahan masyarakat bawah, maka yang kena imbasnya adalah agama itu sendiri.
"Allah diajak kampanye. Ternyata pejabatnya korup, kemiskinan di mana-mana. Apa itu hasil membawa Allah di dalam politik," ujar Kiai Said beberapa waktu yang lalu.
Intinya, agama tidak boleh disusupi kepentingan politik. Pun dengan politik, tidak boleh menjadikan agama untuk dilakukan politisasi. Kiai Said menegaskan, jika di dalam politik itu tidak ada urusan agama. Begitupun sebaliknya.
"Tidak ada politik di dalam urusan agama dan tidak ada agama di dalam urusan politik," beber Kiai Said.
Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua