Nasional

Sukseskan SDGs Kelautan, Gus Rozin: Pemerintah Perlu Jadikan Pesantren Sebagai Agen Kemaritiman

Rab, 9 Oktober 2019 | 10:15 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Pusat Rabithah Maahid Al-Islamiyah Nahdlatul Ulama (PP RMINU) H Abdul Ghafarrozin (Gus Rozin) menyampaikan bahwa pesantren memiliki potensi besar sebagai agen kemaritiman. Pesantren dapat menyukseskan SDGs Ke-14 perihal kelautan mengingat ratusan pesantren berada di bibir pantai pulau-pulau di Indonesia.

Demikian disampaikan oleh Gus Rozin pada Konferensi Tahunan SDG's 2019 yang diselengggarakan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas pada Selasa-Rabu, 8-9 Oktober 2019 di Hotel Fairmont, Jakarta.

Gus Rozin mengatakan, yang pertama pertama kali harus diingat adalah bahwa peran pesantren tidak melulu berarti kelembagaan pendidikan, tetapi juga peran pesantren, guru pesantren, alumni pesantren, dan masyarakat di lingkungan pesantren.

Menurutnya, tujuan pembangunan berkelanjutan yang berkaitan dengan kemaritiman dapat terwujud melalui pengurangan ketimpangan. Selama ini, ketimpangan di masyarakat pesisir demikian tinggi terjadi.

“Pemerintah perlu memperkuat kemitraan dengan umat, mendampingi penghutanan di wilayah pesisir dengan pesantren sebagai agen. Penenaman dan pelestarian mangrove, berikutnya, memberikan akses kesehatan dan pendidikan bagi keluarga nelayan,” kata Gus Rozin.

Ia menambahkan bahwa pemerintah perlu memerhatikan akses pendidikan untuk keluarga nelayan. Pasalnya, pendapatan nelayan bersifat tidak tetap, bukan berarti rendah. Hal ini membutuhkan skema penanganan tersendiri.

“Literasi teknologi kemaritiman melalui pesantren sebagai agen pengungkit kemaritiman, tangkap, budi daya, dan pengolahan untuk menyukseskan sdgs ke-14,” kata Gus Rozin.

Ia mengatakan bahwa pesantren juga perlu melakukan regenerasi nelayan melalui pesantren. ia bercerita bahwa dulu kebanyakan wali santri berprofesi sebagai nelayan. Dulu banyak wali santri berprofesi sebagai petani yang meminta doa kiai. Singkatnya, nelayan dan petani terstigmatisasi sebagai profesi yang tidak baik.

“Program kemaritiman di lingkungan nelayan kadang tidak berjalan karena kebutuhan partner dan mitra yang kurang tepat, program yang kurang tepat, dan desain yang tidak tepat. Ini soal komunikasi yang jelas sehingga program kemaritiman tidak dipahami sebagai program top down. Kebutuhan nelayan di Indramayu, Juwana, Lamongan bisa berbeda sehingga programnya bisa berbeda,” kata Gus Rozin.

Forum ini bertema Peran Pesantren dalam Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) 14. Forum ini dihadiri oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Ketua PP RMINU H Abdul Ghofarrozin, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD-Pontren) Ahmad Zayadi, dan para pengasuh pondok pesantren di bawah asosiasi RMINU.
Sementara Pengasuh Pesantren Tarbiyatut Thalabah di Lamongan yang membawahi 5000 santri nelayan, KH Fathurrahman, mengatakan bahwa para santri umumnya punya kapal. Ia mengusulkan agar pemerintah dan pesantren bekerja sama untuk pengawasan.

“Banyak nelayan yang mendapat bantuan tapi menjualnya karena minus pengawasan. Pesantren dapat mengawasi,” kata Kiai Fathurrahman.

Pesantren, kata Kiai Fathurrahman, dapat menjadi agen pelestarian ekosistem laut dan penghutanan melalui mangrove dan sebagainya.

“Kami menyambut baik UU pesantren dalam rangka memberdayakan pesantren terutama dalam kaitannya dengan kelautan. Kami penghasil ikan tangkap di Jawa timur. Setiap bulan kami punya pertemuan dengan nakhoda.

Menurutnya, UU Kelautan perlu ditinjau ulang karena menyerahkan ke provinsi dari sebelumnya kabupaten. Efeknya banyak pendangkalan pantai karena provinsi tidak mampu mengurus pantai di samping banyak juga nelayan yang memakai alat tangkap tak ramah lingkungan.
 

Pewarta: Alhafiz Kurniawan
Editor: Abdullah Alawi