Nasional

Soal Penulisan Sejarah, PBNU Minta Pemerintah Dengarkan Aspirasi Masyarakat Sipil

NU Online  ·  Rabu, 11 Juni 2025 | 20:00 WIB

Soal Penulisan Sejarah, PBNU Minta Pemerintah Dengarkan Aspirasi Masyarakat Sipil

Ketua PBNU KH Ulil Abshar Abdalla di Gedung PBNU jalan Kramat Raya 164 pada Rabu (11/6/2025) (Foto: Nisa/Risalah NU)

Jakarta, NU Online 
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan tidak keberatan atas inisiatif pemerintah menulis ulang sejarah nasional dengan pendekatan yang lebih berpijak pada perspektif kebangsaan. 


Ketua PBNU KH Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) menegaskan bahwa proses tersebut tidak boleh tertutup, melainkan harus terbuka terhadap masukan dari masyarakat sipil beserta kalangan perempuan dan minoritas.


"Saya mendukung saja. Jadi, langkah pemerintah ini bagus, ya. Yang punya wewenang untuk mengerjakan proyek ini memang Kementerian Kebudayaan," ujar Gus Ulil di sela-sela acara FGD di Gedung PBNU jalan Kramat Raya 164 pada Rabu (11/6/2025),

 

"Mereka (pemerintah) harus mendengarkan aspirasi masyarakat, termasuk masyarakat sipil seperti kalangan perempuan dan minoritas. Itu juga harus didengarkan dan saya yakin Kementerian Kebudayaan akan mendengarkan aspirasi-aspirasi itu," tambahnya.


Menurut Gus Ulil, PBNU telah menjalin komunikasi langsung dengan Kementerian Kebudayaan guna menyampaikan sejumlah perhatian terhadap proyek penulisan sejarah nasional tersebut.


"Kita berkomunikasi dengan pihak Kementerian Kebudayaan. Kita sudah melakukan pertemuan dengan mereka dan kita punya concern besar terhadap penulisan sejarah ini," ucapnya.


Ia mengapresiasi langkah tersebut yang berguna untuk mensentralkan sejarah Indonesia dan memperhatikan perspektif nasional.


"Kita mengapresiasi langkah-langkah untuk membuat sejarah nasional yang lebih Indonesia-centered lebih memperhatikan perspektif nasional," ungkapnya.


Gus Ulil menilai selama ini penulisan sejarah di Indonesia masih memuat bias kolonial yang kuat dan belum cukup mengangkat peran tokoh-tokoh lokal, khususnya para ulama.


"Karena selama ini memang masih ada perspektif yang agak kolonial di dalam penulisan sejarah kita. Langkah dari Kementerian Kebudayaan untuk menulis sejarah nasional yang berwawasan Indonesia ini kita dukung. Tapi, mereka juga harus mendengarkan concern yang disampaikan oleh masyarakat," katanya.


Ia juga menekankan bahwa penulisan ulang sejarah nasional harus memberikan ruang lebih luas bagi narasi perjuangan dan kontribusi para ulama dalam membangun bangsa.


"Misalnya, masyarakat Nahdliyin ingin penulisan sejarah ini memperhatikan perspektif nasional ulama dan peran ulama dalam perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Dan juga peran ulama dalam membangun peradaban Indonesia, peradaban Nusantara. Itu selama ini belum kelihatan dalam narasi sejarah nasional Indonesia," jelasnya.


Ia berharap pemerintah dapat membuka ruang partisipasi yang lebih besar kepada seluruh elemen masyarakat, agar sejarah yang ditulis benar-benar menjadi cerminan jati diri bangsa dan bukan sekadar narasi sepihak dari pusat kekuasaan.


Diketahui, DPR telah mengesahkan penulisan ulang sejarah resmi Indonesia. Menbud Fadli Zon mengungkapkan buku tersebut akan dibuat dengan 11 jilid, dimulai dari sejarah awal Nusantara hingga era Reformasi (1999-2024). 


"Yang pertama adalah menghapus bias kolonial dan menegaskan perspektif Indonesia-sentris, apalagi sekarang ini kita 80 tahun Indonesia merdeka sudah saya kira waktunya kita memberikan satu pembebasan total dari bias kolonial ini dan menegaskan perspektif Indonesia sentris," kata Fadli Zon dalam rapat bersama Komisi X di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/5/2025).