Agus Sunyoto: Penulisan Sejarah Sarat Kepentingan Politik
NU Online Ā· Senin, 29 Februari 2016 | 21:53 WIB
Jakarta, NU Online
Pembacaan historiografi harus hati-hati karena banyak kepentingan politik di dalamnya. Selain pencampuradukan peristiwa, tidak sedikit sejarawan yang menyamakan mitos dengan fakta. Demikian diungkapkan Ketua Lesbumi NU, KH Ng. Agus Sunyoto dalam āNgaji Sejarah Bareng Lesbumi NUā di Gedung PBNU Jakarta, Senin (29/02).
Agus Sunyoto mencontohkan, kisah Sunan
Kalijaga bertemu Sunan Bonang kemudian disuruh menjaga tongkat, duduk di
pinggir kali selama 15 tahun hingga keluar lumut dan semak belukar. Oleh para
sejarawan hal itu dianggap tidak masuk akal.
Dalam kisah lain, lanjut penulis
Suluk Abdul Jalil 7 jilid ini, Nabi Isa pergi ke atas gunung selama 40 hari. Di
sana ia tidak makan dan minum. Pada hari ke-40 Nabi Isa hampir pingsan, dan
melihat bayangan di luar pancaindra. Peristiwa itu dianggap setan yang menggodanya.
Dua kisah di atas dapat dilihat
mana yang masuk akal dan mana yang tidak. āSeorang Nabi yang mempunyai mukjizat
saja bisa pingsan setelah 40 hari karena tidak makan, bagaimana dengan manusia biasa,
mungkinkah bisa duduk selama 15 tahun?ā tanya Dosen Pascasarjana STAINU Jakarta
ini. Ā
Contoh lainnya, kata Agus, kisah
Ken Arok yang bersumber dari naskah Pararaton yang ditulis tahun 1920, di mana
Ken Arok digambarkan berkarakter sangat negatif seperti merebut istri orang,
membunuh Empu Gandring, termasuk kisah kematiannya yang tewas dibunuh saat
makan di singgasana. Ini bertolak belakang dengan keterangan Prasasti Mula
Malurung yang mengisahkan Ken Arok meninggal di atas singgasana, tidak
terbunuh, dan tidak sedang makan.
Agus kembali mempertanyakan,
mungkinkah seorang raja tidak punya tempat makan, sehingga harus makan di atas
singgasana? Sedangkan singgasana biasanya hanya diduduki raja saat acara khusus?
Menurut pengasuh Pesantren Global
Tarbiyyatul Arifin Malang ini, persoalan lainnya dalam historiografi adalah
adanya pencampuradukan peristiwa satu dengan yang lain. Misalnya penggambaran
pasukan Majapahit dipimpin Patih Gajah Mada saat menyerang Sunan Giri. Padahal Sunan
Giri dan Gajah Mada hidup pada zaman berbeda. Selisih masa hidup keduanya hampir
seratus tahun.
Hal-hal semacam ini, menurut Agus Sunyoto, tentu saja
mengacaukan dan membingungkan. Oleh karena itu, penulis buku Atlas Walisongo
ini mengingatkan agar jeli dan kritis dalam
membaca buku-buku sejarah yang beredar. Sejarawan harus mampu memisahkan
antara fakta dan mitos.
Diskusi bulanan yang
diselenggarakan Lesbumi ini mengambil tema āMembaca Secara Kritis-Analitis
Historiografi Nusantara sebagai Rujukan Sejarah,ā dihadiri ratusan pengunjung.
Risa, mahasiswa S2 STAINU Jakarta,
mengatakan dengan mengikuti acara ini jadi melek sejarah, tahu sejarah
yang sebenarnya. Bagi Risa, paparan Agus Sunyoto belum selesai dan belum
memuaskan, justru muncul pertanyaan baru yang perlu dikejar pada diskusi atau
perkuliahan selanjutnya. (Kendi Setiawan/Zunus)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Tujuh Amalan yang Terus Mengalir Pahalanya
2
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
3
Khutbah Jumat: Menyambut Idul Adha dengan Iman dan Syukur
4
Pakai Celana Dalam saat Ihram Wajib Bayar Dam
5
Khutbah Jumat: Jangan Bawa Tujuan Duniawi ke Tanah Suci
6
Khutbah Jumat: Merajut Kebersamaan dengan Semangat Gotong Royong
Terkini
Lihat Semua