Nasional

Semangat UU Desa Dorong Partisipasi Warga

NU Online  ·  Rabu, 16 Juli 2014 | 15:02 WIB

Jakarta, NU Online
Arah Undang-Undang Desa tidak bisa lagi mengacu pada cara lama yang bersifat instruktif, atas-bawah. Dengan cara demikian, pedesaan sekadar menjadi objek kebijakan pusat semata. Orientasi UU Desa mesti menempatkan warga desa sebagai pemegang otoritas dalam pembangunan.
<>
Demikian disampaikan anggota Komisi II DPR RI Abdul Malik Haramain di hadapan sedikitnya 30 peserta diskusi Perencanaan Pembangunan Nasional dalam Perspektif Pedesaan di Gedung PBNU jalan Kramat Raya nomor 164 Jakarta Pusat, Rabu (16/7) sore.

Sebagai contoh sistem atas-bawah pembangunan desa, sulitnya membangun sinergi antara gubernur dan bupati-walikota, bupati-walikota dan camat. Belum lagi kalau gubernur dan bupati berlainan partai. 

Menurutnya, paradigma penyusunan UU Desa mesti diubah. “Kita tidak ingin membangun-desa di mana desa menjadi objek. Tetapi, dengan paradigma desa-membangun perencanaan nasional menempatkan pemangku kepentingan di desa sebagai subjek pembangunan yang mengerti kebutuhannya.”

Undang-Undang Pembangunan Desa diatur dalam UU nomor 25 tahun 2004.

Menurut Haramain, substansi pembangunan desa tidak bisa dianggap selesai pada penganggaran dan pelaksanaan program. “Inti keberhasilan pembangunan desa bisa diukur dari relevansi program dengan potensi desa itu sendiri.”

Relevansi ini yang mesti dikawal. “Berapa banyak gubernur dan bupati yang membuat program kerja di luar potensi geografis wilayahnya. Lahan pertanian sedikit, mereka mengalokasikan anggaran besar buat pertanian misalnya. Ini sama sekali tidak sambung. Ada lagi gubernur dan bupati yang menjanjikan saat kampanye program pendidikan dan kesehatan gratis. Padahal APBD-nya tidak mencukupi.”

Karenanya, untuk mewujudkan ketercapaian pembangunan desa, warga mesti terlibat dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan, tandas Haramain. (Alhafiz K)