Nasional RISET BALITBANG KEMENAG

Rekomendasi dari Penelitian Ulama Sulawesi Abad 20

Sab, 21 September 2019 | 21:00 WIB

Rekomendasi dari Penelitian Ulama Sulawesi Abad 20

Masjid At-Taqwa Pambusuang, salah satu peninggalan ulama Sulawesi abad 20 (Foto: simas.kemenag.go.id)

Hasil penelitian Balai Litbang Agama (BLA) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2018 berjudul Jaringan Ulama Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat Abad XX, dan kemudian dipaparkan dalam ringkasan policy breef berjudul Mata Rantai Keilmuan Ulama Sulsebar, mengemukakan bahwa penyebaran Isam di Polewali Mandar tersebar di dua titik sentral.
 
Pertama, Campalagian yang berpusat di Masjid Raya Campalagian. KH Abdul Hamid sebagai perintis dibantu oleh Sayyid Alwi bin Abdullah bin Sahl yang kemudian dilanjutkan oleh menantunya, KH Maddappungan bersama seorang ulama dari Makkah Syekh Hasan Yamani. Kolaborasi keduanya kemudian melahirkan ulama seperti  KH Abdur Rahim, KH Muhammadiyah, KH Muh Zein, KH Mahmud Ismail, KH Najamuddin Thahir, dan lain sebagainya.
 
Kedua, Pambusuang yang berpusat di Masjid At-Taqwa. Usaha ini dilaksanakan secara turun-temurun oleh keturunan-keturunan Syekh Ady (Guru Ga’de) sebagai peletak dasar pembangunan Masjid At-Taqwa sekaligus sebagai imam masjid dan figur sentral dalam kaderisasi ulama. Kaderisasi mulai berkembang pada periode Imam KH Syahabuddin hingga ditawan oleh pihak Kolonial Belanda. Usahanya dilanjutkan oleh Habib Hasan bin Alwi bin Sahl (Puang Lero).
 
Pada masa inilah puncak keemasan kaderisasi ulama di Pambusuang dengan munculnya generasi penerus seperti KH Abdul Hafidz, KH Abd Hadi, KH Muh Said, KH Abdullah, KH Ismail, S Husen Alwy Alatas, KH Najamuddin, KH Abdul Rasyid, dan lain sebagainya.  
 
Sementara itu, jaringan ulama di Majene dijabarkan dalam tiga poin. Pertama, jaringan keilmuan ulama di Majene terbentuk berkat peran serta beberapa ulama yang memiliki jaringan ke beberapa lokasi. Ada yang berjejaring ke Makah, Sumatera, Jakarta, Mangkoso, Salemo, dan jaringan lokal seperti Campalagian, Pambusuang, dan Tinambung. Di antara tokoh ulama tersebut yakni KH Muhammad Shaleh, KH Muhammad As’ad Alias KH Daeng, KH Ahmad Ma’ruf dan beberapa tokoh lainnya.
 
Kedua, peran-peran ulama dalam pembentukan jaringan ulama di Kabupaten Majene lebih condong sebagai seorang guru yang melahirkan generasi ulama selanjutnya. Selebihnya, ada yang membangun pesantren, masjid, sebagai pusat kaderisasi ulama. Ketiga, adapun dampak lebih jauhnya dari keberadaan para ulama tersebut hingga kini, yakni peninggalan-peninggalan ulama berupa Pesantren Ihyaul Ulum DDI Baruga yang tetap eksis membina santri, ada juga beberapa masjid yang merupakan rintisan ulama yang hingga kini menjadi salah satu pembinaan keagamaan di Kabupaten Majene.  
 
Rekomendasi
 
Berdasarkan hasil penelitian ini, para peneliti yakni Syarifuddin, Husnul Fahimah Ilyas, La Sakka, Muh. Subair, Muh Sadli Mustafa, Wardiah Hamid, Taufik, Muslimin AR Effendi, Bambang, Hamzah, kemudian merekomendasikan sejumlah hal.
 
Pertama, lembaga dan daerah yang menjadi pusat kajian Islam dan kaderisasi ulama perlu dipertahankan dan dikembangkan. Pengembangan terkait pemberdayaan ulama, penguatan kelembagaan dari segi ekonomi, pengembangan wawasan pengelola, dan kerja sama atar lembaga pendidikan.  
Kedua, ulama perlu difasilitasi untuk membina umat di daerahnya dan mengembangkan wawasan serta pengalaman melalui kunjungan ke daerah lain. Ketiga, upara ulama yang telah menyelesaikan studi perlu diberi apresiasi oleh pemerintah dan umat. Sumber dana umat, zakat dan wakaf, perlu dialokasikan untuk menunjang kehidupan ulama dalam melaksanakan tugas pengabdian membina umat. Organisasi Islam dan umat perlu memperhatikan kesejahteraan hidup ulama dalam bentuk penyediaan imbalan jasa membina umat. 
 
Keempat, kemandirian alumni lembaga pendidikan keagamaan perlu dikembangkan terus menerus. Profesi sebagai pedagang dan ulama yang dilaksanakan oleh sejumlah ulama dan penyiar agama pada masa lalu agaknya tidak mudah dikembangkan pada waktu sekarang. Oleh karenanya, calon ulama perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan khusus sesuai dengan kondisi zaman.
 
Pada masa sekarang profesionalisme diterapkan secara ketat pada banyak bidang kehidupan, seperti guru, tenaga medis, juru penerang keluarga berencana, dan sebagainya. Dalam kaitan ini, ulama dengan profesinya sebagai penyiar agama dan pembimbing umat perlu diberi prioritas sebagai penyuluh agama mitra pemerintah, petugas pembimbing di bidang pernikahan dan pembinaan keluarga.  

Kelima, peran ulama Sulawesi Selatan dalam menjalankan dakwah di luar Sulawesi Selatan perlu ditelusuri lebih lanjut dan tempat sumber jaringan tersebut. Penelitian pada pusat-pusat perguruan yaitu Makkah dan Madinah. Persoalan wilayah kerja Balai Litbang dapat diatasi dengan koordinasi dengan Balai Litbang di daerah lain dan Puslitbang terkait.  

Keenam, penelitian serupa perlu dilakukan karena telah lama menjadi perhatian sebagian besar akademisi, serta dapat pula mengembangkan tema sentral dalam penelitian Orang Bugis di Haramain pada masa lalu, potret memorial Ulama Sulawesi Selatan dan Barat in pictures, dan penelitian biografi ulama awal Abad ke-20 secara detail sebagai data yang sangat penting untuk melacak akar dan corak keislaman di Nusantara.  
 
Ketujuh, perlunya dilakukan penulisan biografi ulama secara ringkas untuk konsumsi murid SD/MI, SMP/MTs. Tujuannya untuk memperkenalkan kepada murid-murid mengenai perjuangan dan jasa ulama dalam membina umat. Hal ini memberi ruang inspirasi dan motivasi kepada mereka untuk menjadi ulama. 
 
Editor: Kendi Setiawan