Pengaruh Arab Islam terhadap Dialek Bahasa Masyarakat Bima
NU Online · Senin, 4 November 2019 | 18:39 WIB
Namun demikian, sebagai seorang peneliti riset ilmiah, Sri Wahyuningsih dan Nurul Zuhriyah mempertanggungjawabkan hasil temuannya dengan teori sejarah. Keduanya menyebutkan bahwa keterkaitan bahasa Bima dengan bahasa Arab terjalin sebab adanya proses Islamisasi yang mengajarkan agama Islam dengan bahasa Arab di tengah-tengah masyarakat Bima.
Pada tahap kedua, Islam masuk di Bima melalui Ternate. Dari catatan Raja-Raja Ternate, dapat diketahui betapa gigihnya sultan Ternate bersama rakyatnya, dalam menegakkan nur Islam di wilayah timur nusantara. Pada masa Sultan Khairun, sultan Ternate ketiga (1536-1570), telah dibentuk aliansi Aceh Demak-Ternate. Juga telah dibentuk lembaga kerjasama Al Maru Lokatul Molukiyah yang diperluas istilahnya menjadi Khalifah Imperium Nusantara. Aliansi ini dibentuk untuk meningkatkan kerja sama antara tiga negara Islam itu dalam penyebaran pengaruh Islam di wilayah Nusantara.
Tahap ketiga adalah pada masa kejayaan Islam. Yaitu pada masa sultan Baabullah (tahun 1570-1583), usaha penyiaran Islam semakin ditingkatkan dan pada masa inilah, para Mubaliq dan pedagang Ternate meningkatkan kegiatan dakwah di Bima. Hal itu terus berlanjut sesuai keterangan BO Istana, bahwa para Mubaliq dari Sulawesi Selatan yang dikirim oleh Sultan Alauddin Gowa tiba di Sape pada tanggal 11 Jumadil Awal 1028 H bertepatan dengan tanggal 16 April 1618, tiga belas tahun setelah Raja Gowa dan Tallo memeluk Agama Islam, bahkan lima belas tahun setelah Raja Luwu memeluk Agama Islam.
Adat lain yang menggambarkan kedekatan bahasa Bima dengan bahasa Arab adalah tradisi tahlilan. Dalam bahasa Bima tradisi disebut 'jikir'. Kata 'jikir' diserap dari bahasa Arab 'Dzikir' yaitu memperbanyak mengingat tuhan dengan membaca lafat La Ilaha illa Allah. Dengan memperbanyak 'jikir' kepada Allah, niscaya akan meringankan beban manusia.
Beberapa tradisi ini sejatinya merupakan tradisi Islam murni yang oleh para pemukanya diajarkan di tengah-tengah masyarakat dengan menggunakan istilah-istlah Arab. Artinya, kedatangan Islam ke kota Bima selain memberi bekas terhadap sistem kepercayaan atau keagamaan masyarakat Bima, juga memberi bekas terhadap dialek bahasa Bima itu sendiri. Tentu penggunaan bahasa Arab dalam dalam bahasa Bima telah melalui sekian proses salinan, turunan dan bahkan perubahan pengucapan.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua