Nasional

Rahasia Surat Al-Kahfi menurut Kiai Nasaruddin Umar

Sel, 5 Oktober 2021 | 03:00 WIB

Rahasia Surat Al-Kahfi menurut Kiai Nasaruddin Umar

Ilustrasi: Orang-orang yang membaca surat Al-Kahfi pada malam Jumat akan pula dibebaskan dari fitnah dajjal.

Jakarta, NU Online

Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, KH Nasaruddin Umar membongkar berbagai rahasia dan keutamaan yang terdapat dalam surat Al-Kahfi. Salah satunya, ia mengutip hadits Nabi Muhammad bahwa orang yang membaca surat Al-Kahfi akan dibebaskan dari fitnah. 

 

Ditegaskan Kiai Nasar, salah satu momok paling menakutkan saat ini adalah fitnah karena sangat berbahaya dan keji. Dalam Al-Qur’an, soal fitnah ini disebutkan dua kali pada kalimat ‘al-fitnatu asyaddu minal qatl’ atau fitnah itu lebih berbahaya daripada pembunuhan. 

 

"Kalau kita meninggal karena dibunuh, yang menjadi korban hanya kita. Tetapi kalau fitnah, bukan hanya satu yang menjadi korban, melainkan satu keluarga, satu almamater, bahkan satu kampung yang menjadi korban. Jadi bukan main terlalu banyak yang korban kalau itu fitnah," kata Kiai Nasar secara virtual dalam Pesantren Digital Majelis Telkomsel Taqwa (MTT) pada 24 September 2021 lalu.

 

Selain itu, orang-orang yang membaca surat Al-Kahfi pada malam Jumat akan pula dibebaskan dari fitnah dajjal. Kiai Nasar menjelaskan bahwa saat ini dajjal sedang berada di perut bumi dan tengah berusaha untuk naik ke permukaan bumi. 

 

Salah satu tanda-tanda akan muncul hari kiamat adalah dajjal bakal merusak seluruh permukaan bumi. Meski demikian, hanya dua wilayah yang tidak bisa diganggu yakni Madinah dan Mekkah. Hal ini tentu sangat mengerikan bagi umat Islam. 

 

"Tetapi insyaallah selama kita membaca surat Al-Kahfi, kita akan terbebas dari fitnah dajjal. Maka tolak bala sebetulnya adalah membaca surat Al-Kahfi. Karena itu para ustadz, di pondok pesantren, kita seringkali diingatkan ketika musibah seperti Covid-19 seperti sekarang ini, menganjurkan untuk membaca surat Al-Kahfi," ujar Kiai Nasar. 

 

Ia menjelaskan bahwa Al-Kahfi ini merupakan surat kecerdasan spiritual. Sebelumnya, terdapat surat Al-Isra sebagai kecerdasan intelektual dan An-Nahl sebagai upaya membangun kecerdasan emosional umat Islam. Dikatakan sebagai surat spiritual, karena di dalam surat Al-Kahfi terdapat banyak kisah yang dapat dijadikan pelajaran. 

 

Kisah paling monumental dalam surat Al-Kahfi adalah pengalaman Nabi Musa berguru kepada Nabi Khidir dan tujuh pemuda Ashabul Kahfi yang tertidur di gua selama 309 tahun. Kisah-kisah ini tidak mungkin bisa dicerna hanya menggunakan akal.

 

"Ada tujuh wali yang tidurnya itu 309 tahun termasuk ditemani seekor anjing. Mereka menyangka tidurnya, hanya semalam. Tetapi, setelah pagi-pagi terbangun, mereka kaget karena kukunya menjadi panjang, rambutnya berseliweran sampai ke luar gua," Kiai Nasar berkisah. 

 

Ketujuh pemuda yang menjadi wali Allah itu lantas saling tatap karena kaget dengan perubahan fisiknya itu yakni wajah berubah dan rambutnya menjadi sangat panjang. Saat keluar gua, mereka dikagetkan dengan penampakan sebuah pohon raksasa, padahal sebelumnya tidak ada. 

 

"Jadi perasaan hanya tidur satu malam, tapi ternyata menurut Al-Qur’an sudah 309 tahun lamanya dia tidur," tuturnya.

 

Akibat tertidur ratusan tahun, mereka tentu saja lapar. Kemudian salah seorang diminta ke bawah untuk membeli makanan. Tetapi lagi-lagi pemuda itu dikagetkan karena uang yang dibelanjakan itu ternyata sudah tidak laku. 

 

"Itulah kasusnya, mata uang itu yang membongkar rahasianya, ada tujuh pemuda yang hilang 309 tahun entah ke mana. Ternyata mereka tertidur di dalam gua kahfi itu. Saking intensifnya mengingat Allah, mereka sampai tidak sadar selama 309 tahun. Itu susah masuk akal," ujar Kiai Nasar. 

 

Kisah Nabi Musa berguru kepada Nabi Khidir

Kiai Nasar lantas mengisahkan pertemuan Nabi Musa yang berguru kepada Nabi Khidir. Disebutkan bahwa Musa merupakan nabi paling cerdas. Sebab Nabi Musa mampu bercakap langsung dengan Allah dengan percakapan khusus.

 

Prestasinya, Nabi Musa mampu membunuh atau menenggelamkan rezim Fir’aun beserta para tukang sihir pada zamannya itu ke dalam laut. Namun, saat Nabi Musa terbersit kebanggaan dari dalam dirinya, Allah lantas memintanya untuk belajar kepada seorang guru.

 

"Nabi Musa diminta untuk mencari seorang guru di perdesaan di pinggir laut keesokan harinya. Ini dibadikan dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82. Sampai kelelahan dan lapar, Musa meminta asistennya untuk istirahat, buka ransel, makan di pinggir pantai. Tetapi ternyata ikan bakar yang dipersiapkan, itu berloncatan terbang ke laut. Nabi Musa terkaget karena ikan bakar bisa terbang dan berenang kembali ke laut. Inilah ciri-ciri Nabi Musa akan mendapatkan seorang guru," jelas Kiai Nasar. 

 

Kemudian Nabi Musa kembali ke sebuah perkampungan kecil tempat para nelayan berkumpul. Datanglah Nabi Musa ke kampung itu dan menanyai semua orang soal keberadaan guru yang bisa memberikan pelajaran kepadanya. 

 

Namun, semua warga di sana mengelak soal keberadaan guru lantaran di sana hanya permukiman nelayan kumuh sehingga tidak mungkin ada seorang guru. Nabi Musa tidak percaya begitu saja, karena diyakini pasti ada sesuatu dari perkampungan ini. 

 

Lalu, Nabi Musa mencurigai seorang tua dan lantas meminta orang itu untuk membimbingnya. Padahal orang-orang di sekitar kampung tersebut meyakini bahwa seseorang yang dimaksud Nabi Musa itu hanyalah orang biasa dan tidak memiliki keanehan apa pun. 

 

Tetapi Nabi Musa tetap bersikukuh memilih orang tersebut sebagai gurunya dan membisik kepada orang itu agar mau menerimanya sebagai murid dengan berbagai persyaratan yang akan dipenuhi. Orang tua itu akhirnya mengakui dan meminta satu syarat yang harus dipenuhi Nabi Musa kalau ingin berguru. Syarat itu adalah tidak boleh bertanya. 

 

"Apa pun yang disaksikan ikut saja, jangan bertanya. Nabi Musa menyatakan kesiapan. Berhari-hari kemudian habis waktu, turun-naik gunung, menyeberang sungai bahkan laut. Nabi Musa mulai bertanya dalam hatinya ke mana hendak pergi? Menyeberang sungai, menginap. Tetapi tidak pernah diajarkan apa pun," terang Kiai Nasar.

 

Saat Nabi Musa sedang penasaran, tiba-tiba orang tua yang dianggap sebagai gurunya itu melubangi perahu-perahu di pinggir laut, satu per satu. Nabi Musa pun terkaget dan lantas bertanya, mengingkari perjanjian di awal. Sebab perahu itu merupakan satu-satunya alat dari mata pencaharian para nelayan di sana.

 

Seorang guru itu kemudian menegur Nabi Musa karena telah bertanya dan melanggar perjanjian. Sontak, Nabi Musa pun meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya dengan mengajukan pertanyaan. 

 

"Lalu perjalanan berikutnya. Ada kerumunan anak-anak kecil di pinggir kampung itu. Diambilnya seorang anak kecil itu lalu dibunuh, mati seketika. Masyaallah, ini kenapa anak kecil tidak berdosa ini dibunuh? Pak tua itu mengingatkan persyaratan bahwa tidak boleh bertanya. Nabi Musa minta maaf. Sementara anak kecil yang baru dibunuh itu ditinggalkan," jelas Kiai Nasar, berkisah. 

 

Mereka melanjutkan perjalanan. Tibalah di suatu perkampungan untuk meminta tumpangan menginap. Tetapi tidak ada satu pun warga yang berkenan agar rumahnya dijadikan sebagai tempat untuk Nabi Musa dan gurunya itu menumpang. 

 

Lantas, Nabi Musa diajak pergi ke luar kota. Ditemuilah sebuah gubuk kecil yang hampir rusak. Di sana mereka akan menginap. Gubuk itu kemudian dibenahi dan dibangun kembali oleh Nabi Musa dengan sangat semangat. Nabi Musa berharap, gubuk tersebut akan dijadikan sebagai padepokan untuk tempat belajar. 

 

Namun, setelah gubuk itu usai dibangun dan belum sempat dipakai belajar, tiba-tiba Nabi Musa diminta untuk meninggalkan tempat itu. Nabi Musa kembali terheran-heran karena berhari-hari energinya habis tetapi tempat itu malah ditinggalkan.

 

"Nabi Musa bertanya lagi, untuk apa ini? Yang ketiga kalinya ini, Nabi Musa tidak minta maaf. Nabi Musa merasa salah pilih guru dan menganggap gurunya itu adalah orang gila. Kemudian pak tua itu berbicara. Kamu memang tidak sabaran menjadi murid. Sebelum kita berpisah, izinkan saya menjelaskan," ujar Kiai Nasar.

 

Para pemilik perahu yang dilubangi itu, kini sedang mencari keberadaan Nabi Musa dan gurunya itu untuk menyampaikan terima kasih karena sudah melubangi perahu. Sebab pada keesokan harinya, akan ada seorang raja yang dzalim di negeri itu bakal merayakan hari ulang tahun di pantai. Semua perahu yang layak pakai, bakal dirampas dan tidak dikembalikan.

 

"Nah para nelayan itu berterima kasih, karena perahu tidak jadi dirampas karena bocor. Mereka semua, pemilik perahu bocor itu, sedang mencari Nabi Musa dan gurunya untuk berterima kasih. Seandainya tidak dibocorkan maka akan dirampas dan tidak dikembalikan," kata Kiai Nasar. 

 

Soal anak kecil yang dibunuh itu, Nabi Musa dijelaskan mengenai ilmu ladunni. Sang guru menjelaskan bahwa kalau anak itu dibiarkan besar maka akan menjadi racun masyarakat. Anak itu akan mengkafirkan masyarakat dan bahkan kedua orang tuanya sendiri. 

 

"Sementara saya masih diberikan informasi Allah melalui ilmu ladunni, bahwa orang tuanya masih akan dikaruniai anak-anak shaleh yang lain. Kita bantu anak itu tidak jadi masuk neraka, kita bantu orang tuanya tidak kafir, kita bantu masyarkaat agar tidak dibuat onar oleh anak nakal ini. Tercenganglah Nabi Musa. Tiba-tiba Nabi Khidir itu hilang," terang Kiai Nasar. 

 

Menurut Kiai Nasar, umat Islam yang mampu menghayati surat Al-Kahfi maka akan memahami bahwa surat itu mengajarkan soal kecerdasan spiritual. "Maka itu banyak berkah di dalam surat Al-Kahfi, karena memang selain isinya banyak misteri ada juga didukung oleh hadits Nabi," pungkas Kiai Nasar.



Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan