Jateng

Akademisi Tegaskan Pemakzulan Bupati Pati Sudewo Harus melalui Mekanisme Hukum yang Jelas

NU Online  ·  Jumat, 15 Agustus 2025 | 11:00 WIB

Akademisi Tegaskan Pemakzulan Bupati Pati Sudewo Harus melalui Mekanisme Hukum yang Jelas

Dosen Hukum Tata Negara FH Unissula Semarang, Dr. Nanang Sri Darmadi, SH, MH.

Semarang, NU Online

Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang Nanang Sri Darmadi menegaskan bahwa pemakzulan Bupati Pati Sudewo harus melalui mekanisme hukum yang jelas sesuai peraturan perundang-undangan.


Menurutnya, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur secara rinci prosedur pemberhentian kepala daerah.


Aksi demonstrasi massa, kata Nanang, sah-sah saja sebagai bentuk penyampaian aspirasi, namun tidak bisa langsung menjadi dasar pemakzulan.


"Kalau masyarakat langsung memakzulkan kepala daerah itu tidak ada mekanismenya. Aspirasi harus disalurkan kepada pihak yang punya kewenangan, seperti DPRD misalnya," ujar Nanang, sebagaimana dikutip NU Online Jateng.


Nanang menjelaskan bahwa DPRD dapat mengajukan usulan pemberhentian kepala daerah kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) melalui Gubernur.


Sebelum diajukan, usulan tersebut harus disertai bukti kuat dan diuji kebenarannya oleh Mahkamah Agung (MA) maksimal dalam waktu 30 hari.


"Putusan MA menjadi dasar hukum bagi Menteri Dalam Negeri untuk memproses pemberhentian," ujar Nanang.


Selain DPRD, gubernur juga memiliki kewenangan mengusulkan pemberhentian bupati atau wali kota yang diajukan ke Mendagri.


"Secara normatif, pelanggaran sumpah dan janji jabatan bisa menjadi dasar pemberhentian kepala daerah. Namun, harus ada legitimasi putusan pengadilan agar prosesnya tidak semata-mata bernuansa politik," katanya.


Pemberhentian kepala daerah dapat terjadi karena tiga alasan utama, yaitu meninggal dunia, pengunduran diri atau diberhentikan. Dalam hal ini, Mendagri juga dapat mengambil inisiatif.


Sementara untuk pemberhentian, dasar hukumnya beragam, antara lain berakhirnya masa jabatan, tidak melaksanakan tugas selama enam bulan berturut-turut atau melanggar sumpah/janji jabatan dan kewajiban sebagai kepala daerah.


"DPRD bisa mengambil inisiatif atas masukan masyarakat, terutama jika keresahan sudah meluas," ujarnya.

Baca selengkapnya di sini