Nasional

Pidato Lengkap Gus Yahya tentang Khidmah Kader Ansor-Banser pada PKN IX dan Susbanpim VII

Selasa, 27 Agustus 2024 | 23:00 WIB

Pidato Lengkap Gus Yahya tentang Khidmah Kader Ansor-Banser pada PKN IX dan Susbanpim VII

Ketum PBNU Gus Yahya Cholil Staquf saat menyampaikan arahan dalam Pembukaan Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) dan Kursus Banser Pimpinan (Susbanpim) di Pondok Pesantren Daarul Mughni Al-Maaliki, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (27/8/2024). (Foto: TVNU/Ghufron)

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menyampaikan pidato arahan dalam Pembukaan Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) IX dan Kursus Banser Pimpinan (Susbanpim) VII bertajuk Integrasi Tata Kelola dan Pengembangan Sumber Daya Menuju Ansor Masa Depan Bisa di Pondok Pesantren Daarul Mughni Al-Maaliki, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Selasa (27/8/2024).


Berikut adalah transkrip pidato lengkap Gus Yahya dalam kesempatan tersebut:


***


Assalāmualaikum warahmatullāhi wabarakātuh.
 

Alhamdulillāh wa syukrulillāh, was shalātu was salāmu alā Rasūlillah Sayyidina wa Maulana Muhammad ibni Abdillah, wa 'alā ālihii wa shahbihi wa man wālāh. Amma ba’ad.
 

Shahibal fadhilah, syekhal ma’had yang kami hormati, Kiai Mustopa Mughni, Pengasuh Pondok Pesantren Daarul Mughni Al Maaliki. Yang saya hormati, sahabat Addin Jauharudin, Ketua Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, sahabat Nabil Haroen Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa, sahabat-sahabat pimpinan Banom NU yang lain yang hadir, Muslimat, Fatayat, dan lain-lain. Jajaran Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor yang saya hormati. Ketua panitia sahabat Timbul Pasaribu – Bahasa Arabnya thala’a suuqul umm. [Hadirin tertawa].


Sahabat-sahabat kader-kader Gerakan Pemuda Ansor dan Banser, para peserta PKN IX dan Susbanpim VII yang saya cintai, para santri Pondok Pesantren Daarul Mughni Al Maaliki yang saya kasihi.


Alhamdulillah, ini adalah kesekian kalinya saya bukan hanya hadir, tetapi juga menjadi instruktur dan fasilitator dari Pelatihan Kader Nasional dan Kursus Banser Pimpinan, sejak pertama kali dihidupkan kembali pada tahun 2011. Saya tidak lagi melihat di sini alumni-alumni PKN yang pertama di Karawang. Kelihatannya sudah tidak ada. Masih ada? Oh, masih ada. Ini (sudah) tua tidak pensiun-pensiun (dari Ansor). [Hadirin tertawa].


PKN pertama itu generasinya Kiai Ghofur Maimoen dan lain-lain di Karawang. Lagu Ya Lal Wathan itu melodinya dikerjakan bersama oleh para peserta PKN III di Ciwidey, Bandung. Alhamdulillah barakah, sekarang menjadi semacam lagu resmi di berbagai kegiatan NU. Saya dengar bahkan dinyanyikan juga di gereja-gereja. Masyaallah. Saking barakah-nya, Ya Lal Wathan itu. Saya ingat, Syafiq, Kasatkornas ini, ikut Susbanpim yang pertama di Al-Hamid, Cilangkap. Rata-rata wajah-wajahnya ini kebanyakan dimulai dari PKN IV Kediri, dan seterusnya. Alhamdulillah.


Setiap kali mengisi PKN atau Susbanpim itu saya biasanya membutuhkan rata-rata tiga sesi, sekitar 6 jam. Tapi karena sekarang saya Ketua Umum PBNU, jadi saya nanti minta korting agak banyak.


Niat berkhidmah di lingkungan NU

Sahabat-sahabat sekalian yang saya hormati.
Saya hanya ingin mengingatkan – sebagai awalan dari PKN dan Susbanpim ini – beberapa hal yang mendasar.


Pertama, bahwa Nahdlatul Ulama ini didirikan karena agama, dengan niat agama, dengan tujuan agama, bukan yang lain. Para muassis Nahdlatul Ulama mendirikan jam'iyah ini tidak punya ghirah apa pun di dalam hati-jiwa mereka selain libtigha-i mardlatillah, selain berharap mendapatkan ridha Allah Swt.


Segala gagasan yang melatarbelakangi didirikannya jam’iyah Nahdlatul Ulama, yang kemudian dibangun, dikembangkan dalam kerangka jam'iyah Nahdlatul Ulama, semuanya adalah gagasan-gagasan dalam kerangka agama, bukan yang lain.
 

Maka, sahabat-sahabat sekalian, tidak boleh kita melakukan apa pun dalam kerangka organisasi kecuali dengan tujuan agama. Apa pun itu, apakah itu kegiatan-kegiatan seremonial, ataukah kegiatan-kegiatan pelatihan seperti yang kita lakukan saat ini, semuanya harus dengan niat dan tujuan agama, tidak boleh yang lain.


Maka saya ingin ingatkan pada sahabat-sahabat yang akan jadi peserta PKN dan Susbanpim ini: kalau punya tujuan, punya niat selain agama, silakan pulang sekarang juga! [Hadirin tepuk tangan]. Bukan hanya karena itu tidak boleh, tapi nanti siapa pun yang punya niat, punya tujuan selain agama ini, akan menanggung akibat yang – waliyadzu billah, tsummaliyadzu billah – tidak akan kecil, nantinya, apabila mengikuti, melakukan apa pun dalam kerangka jam’iyah ini tidak dengan niat dan tujuan agama.


Ini penting saya ingatkan sejak awal, bukan karena sahabat-sahabat belum tahu. Saya yakin sahabat-sahabat sudah tahu tentang hal ini, tapi penting saya ingatkan untuk menyegarkan kembali semangat kita, lebih-lebih di dalam dinamika yang kita lihat belakangan ini, yaitu ketika Nahdlatul Ulama ini tampak semakin besar, ketika Gerakan Pemuda Ansor tampak semakin digdaya, sehingga keikutsertaan, keterlibatan di dalam jam'iyah Nahdlatul Ulama, di dalam keseluruhan bagian strukturnya, banom-banom seperti GP Ansor, Muslimat, Fatayat, dan lain-lain, kelihatan di depan semua orang memiliki potensi menyediakan peluang-peluang masa depan.


Saya sejak jadi ketua umum PBNU ini terlalu sering saya dilapori ada orang yang rasan-rasan, yang ngerasani, menunggu saya menjadi calon wakil presiden atau calon presiden, karena sudah berkali-kali ketua umum PBNU menjadi calon presiden atau calon wakil presiden dan sudah pernah berhasil. Walaupun saya bolak-balik mengatakan bahwa saya tidak akan, tidak sekarang, tidak nanti, tidak kapan pun juga, saya tidak akan menjadi calon untuk jabatan-jabatan pemerintahan, tapi orang masih saja (rasan-rasan). Bahkan ada yang sengaja membujuk-bujuk supaya saya mau. Tapi, sekali lagi, saya tidak akan. Tapi ini semua alami, karena melihat NU berkembang semakin besar, baik ukurannya, pengaruhnya, maupun performance-nya – penampilan kinerjanya.


Begitu juga Gerakan Pemuda Ansor ini. Saya tahu, setelah sahabat Addin Jauharudin terpilih sebagai ketua umum ini, banyak kalangan yang melamar ingin menjadi bagian dari Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor. Sehingga tidak sedikit, ada lah, yang belum sempat PKN sudah minta jadi pengurus. Itu sudah ada. Makanya sekarang dipaksa ikut PKN, ini kan sebagian pengurus-pengurus yang belum PKN. [Hadirin tepuk tangan]. Karena belum apa-apa sudah melihat bahwa di dalam Gerakan Pemuda Ansor ada prospek.


Maka saya harus ingatkan kepada sahabat-sahabat sekalian: bukan soal prospek-prospek itu yang harus kita pikirkan. Tidak boleh memikirkan niat atau tujuan apa pun dalam keterlibatan kita ber-jam’iyah di dalam Nahdlatul Ulama dan seluruh organnya, termasuk GP Ansor ini, selain untuk niat dan tujuan agama, tidak boleh yang lain.


Kalau sampai terjadi, wal’iyadzu billah, mudah-mudahan jangan sampai terjadi, karena saya sudah menyaksikan, bukan satu-dua, akibat yang ditanggung oleh mereka yang mendekat atau bahkan masuk ke dalam lingkungan jam’iyah untuk bisa mengklaim sebagai bagian dari jam'iyah ini, tapi tidak dengan niat dan tujuan agama. Kalau hanya risiko dunia, itu masih bisa ditanggungkan. Tapi, wal’iyadzu billah, kalau risikonya sampai kepada risiko akhirat, wal’iyadzu billah, tsummaliyadzu billah.

 

Jati diri GP Ansor adalah santri

Ketum PBNU Gus Yahya Cholil Staquf saat menyampaikan arahan dalam Pembukaan Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) dan Kursus Banser Pimpinan (Susbanpim) di Pondok Pesantren Daarul Mughni Al-Maaliki, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (27/8/2024). (Foto: TVNU/Ghufron)

Yang kedua, sahabat-sahabat sekalian, Gerakan Pemuda Ansor didirikan sebagai wahana konsolidasi santri. Tahun 1934, ketika Gerakan Pemuda Ansor didirikan, ini organisasi tempatnya santri-santri. Santri-santri itu adalah murid-muridnya kiai, pengikut-pengikutnya kiai-kiai, khadim-khadimnya kiai. Itu gerakan Pemuda Ansor. Maka santri ini harus terus menjadi jati diri dari Gerakan Pemuda Ansor. Tidak boleh Gerakan Pemuda Ansor ini mengambil karakter selain dari idealisasi karakter santri.


Santri bisa berkembang menjadi apa pun, bisa menempati kedudukan apa pun, bisa berperan sebagai apa pun di mana pun. Tetapi santri, seorang santri, di dalam jati dirinya, tidak akan pernah berubah sebagai orang-orang yang mengabdi kepada agama, mengabdi kepada ilmu, mengabdi kepada masyarakat. Ini santri.


Sedangkan arena perjuangan bisa macam-macam. Tadi sahabat Timbul Pasaribu menyebut tiga jenis ikan, katanya ini dari ketua umum (Ansor). Kayaknya memang ketua umum kalian ini senang metafora. Ada lele, ada koi, ada arwana, tadi. Menurut saya, bukannya tidak boleh jadi lele. Tidak apa-apa. Bukannya tidak boleh jadi koi, yang bisa jadi koi ya boleh saja, buat pajang-pajangan bagus juga. [Hadirin tertawa]. Tidak semuanya harus jadi arwana. Dan, jangan dibatasi cuma tiga macam ekor ikan. [Hadirin tertawa]. Masih banyak ikan-ikan lainnya. Mana kita tahu bahwa di antara kader-kader Ansor ini bisa menjadi kader yang laksana ikan paus – [Hadirin tepuk tangan] – yang kehadirannya tidak pernah mungkin dilewatkan oleh siapa pun, yang ke mana pun bergerak menjadi tempat berlindung dari ikan-ikan lainnya. Dan ikan paus itu makanannya plankton. Plankton itu renik-renik di lautan. Ikan paus itu enggak doyan makan sesama ikan. Itu tidak doyan. [Hadirin tepuk tangan]. Maka ya, waliyadzu billah, jangan ada lah yang jadi ikan hiu, yang doyan makan temannya sendiri. [Hadirin tertawa dan tepuk tangan]. Mudah-mudahan jangan sampai terjadi.


Koherensi dan manuver diperlukan

Sahabat-sahabat sekalian yang saya hormati.
Dunia dan masa depan sudah semakin kelihatan menunggu dan mengharap peran yang lebih besar, lebih kuat, lebih positif dari Gerakan Pemuda Ansor ini. Bersama-sama dengan jam'iyah Nahdlatul Ulama, mari kita sambut harapan-harapan itu dengan upaya yang sungguh-sungguh di dalam satu gerak bersama.


Berkali-kali dalam berbagai macam kesempatan selalu saya tekankan pentingnya koherensi. Koherensi itu tamaasuk. Satu sama lain di antara kita ini harus mutamaasik, satu sama lain, harus saling tersambung, harus bergandeng satu sama lain, bergerak bersama dalam koordinasi, dalam komando bersama, tidak boleh berjalan sendiri-sendiri.


Dan dalam keadaan apa pun kita harus siap membuat langkah apa pun yang diperlukan. Terkadang ada satu kebutuhan yang begitu fundamental, tapi banyak orang mungkin tidak mudah memahami. Tetapi karena kebutuhan itu fundamental, maka dibutuhkan suatu manuver yang cukup besar. Jangan dikira bahwa manuver-manuver keorganisasian yang kita lakukan ini tidak ada gunanya. Semuanya diambil, diputuskan untuk suatu kepentingan yang memang nyata.


Maka, lebih-lebih sahabat sahabat Ansor dan Banser, – yang tempo hari saya sebut sebagai ototnya Nahdlatul Ulama – memang sahabat-sahabat sekalian diharapkan untuk siap setiap saat, siap bergerak setiap saat. Dan benar seperti dikatakan ketua umum (Ansor) tadi: tidak boleh cepat capek. Paling tidak, capeknya jangan duluin saya. Kalau saya belum capek, Ansornya sudah capek, ya bisa celaka, karena Ansor adalah ototnya Nahdlatul Ulama, dalam berbagai macam maknanya.


Maka, sahabat-sahabat sekalian, dalam kesempatan ini saya ucapkan selamat melaksanakan Pelatihan Kader Nasional dan Kursus Banser Pimpinan di Pondok Pesantren Daarul Mughni ini, yang kita lihat telah tumbuh sebagai satu amal yang mubarak dari muassis-nya. Kita mendapat tentang bagaimana pondok pesantren ini pada awalnya dirintis, hingga sampai sekarang hampir 25 tahun menjadi seperti ini. Ini bagi saya tanda-tanda bahwa pondok pesantren ini memang di dalamnya terdapat berkah yang besar. Mudah-mudahan pilihan Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor untuk menyelenggarakan pelatihan dan kursus di sini ini mendapat tularan berkah dari Pondok Pesantren Daarul Mughni ini, insyaallah, amin.


Sekali lagi, selamat, semoga maksud-maksud baik kita dalam menyelenggarakan kegiatan ini tercapai, dan kita senantiasa dalam perlindungan, bimbingan dan pertolongan Allah Swt.


Wallāhul muwaffiq ilā aqwāmith tharīq.
Wassalāmualaikum warahmatullāh wabarakātuh.