Nasional

Pesan KH Ali Mustafa Yaqub: Jangan Mati Kecuali Menjadi Penulis

Rab, 24 Maret 2021 | 15:15 WIB

Pesan KH Ali Mustafa Yaqub: Jangan Mati Kecuali Menjadi Penulis

Dalam berbagai kesempatan, Kiai Ali Mustafa Yaqub berpesan agar dapat meninggalkan karya tulis.

Jakarta, NU Online

Pendiri Pondok Pesantren Darus Sunnah Ciputat, Tangerang Selatan KH Ali Mustafa Yaqub menekankan pentingnya menulis kepada para santrinya. Dalam berbagai kesempatan, ia selalu berpesan agar dapat meninggalkan karya tulis.

 

"Wa laa tamutunna illa wa antum katibun, (janganlah kalian mati kecuali kalian menjadi penulis)," kata Alumnus Pondok Pesantren Darus Sunnah Faiqatul Mala menyitir pernyataan kiainya dalam Webinar dalam rangka Haul Ke-5 Kiai Ali Mustafa Yaqub pada Selasa (23/3).

 

Hal itu tidak sekadar disampaikan secara verbal oleh Kiai Ali, melainkan juga langsung memberikan teladan kepada para santrinya. Dalam arti, ia tidak pernah absen menulis. Saban tahun, kata Faiqatul, kiai yang menamatkan studi pesantrennya di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur itu selalu menerbitkan buku. "Setiap tahun ada buku terbit," katanya.

 

Lebih jauh, Faiqatul menceritakan bahwa Imam Besar Masjid Istiqlal 2005-2016 itu menulis di waktu dinihari, persisnya setelah menyelesaikan shalat malamnya hingga waktu Subuh tiba. Lalu, kegiatannya dilanjutkan shalat berjamaah dan mengajar mengaji para santrinya.

 

"Selesai shalat malam, beliau nulis sampai Subuh," ujarnya dalam webinar yang bertema Kontekstualisasi Pemikiran Prof Dr KH Ali Mustafa Yaqub, MA dalam Bingkai Al-Qur’an dan Sunnah.

 

Tak pelak, ia telah melahirkan tak kurang dari 50 judul buku dalam tiga bahasa, Indonesia, Arab, dan Inggris. Di antaranya, Nikah Beda Agama Dalam Perspektif Alquran dan Hadis (2005), Imam Perempuan (2006), Haji Pengabdi Setan (2006) Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal (2007), Pantun Syariah ‘Ada Bawal Kok Pilih Tiram’ (2008), Toleransi Antar Umat Beragama (Bahasa Arab dan Indonesia, 2008), Kriteria Halal dan Haram untuk Pangan, Obat, Kosmetika dalam Perspektif al-Quran dan Hadis (2009), Mewaspadai Provokator Haji (2009) Islam di Amerika (2009), Islam Between War and Peace (Bahasa Inggris, Arab, dan Indonesia, 2009), Kidung Bilik Pesantren (2009), dan Ma’âyir al-Halâl wa al-Harâm fî Ath’imah wal Asyribah wal Adawiyah wal Mustahdharat at-Tajmiliyyah ‘ala Dhau’ al-Kitâb wa as-Sunnah (2010).

 

Pakar ilmu hadis Indonesia itu dikenal sangat teliti dan disiplin. Setiap tulisannya yang diketikkan para santrinya selalu dilihat secara rinci sehingga ia mengetahui setiap salah spasi dan tanda bacanya.

 

Kedisiplinan itu juga tampak dalam kesehariannya. Tamu yang datang tidak pada waktunya, misalnya, tentu tidak ia terima. Santri yang lelet pasti akan ia tinggalkan. Bahkan, semua ponsel setiap individu di mobilnya harus dalam keadaan mati ketika mengisi bahan bakar di pom bensin.

 

Faiqatul juga menyampaikan bahwa Kiai Ali tidak pernah memberikan jawaban secara langsung atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para santrinya. Kiai yang menamatkan studi sarjana dan magisternya di Arab Saudi itu hanya memberikan ‘pancing’nya, tidak langsung ‘ikan’nya. Dengan begitu, ia mengerti bahwa jawaban yang didapat dari pertanyaan yang ia ajukan bisa lebih banyak. Sebab, Faiqatul langsung mencari ke sumbernya.

 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan