Nasional

Perusakan Masjid di Sintang, Kiai Taufik Damas: Masyarakat Sipil Sedang Melemah

Kam, 9 September 2021 | 09:30 WIB

Perusakan Masjid di Sintang, Kiai Taufik Damas: Masyarakat Sipil Sedang Melemah

Wakil Katib Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, KH Taufik Damas saat mengisi tayangan di TVNU. (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online
Wakil Katib Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, KH Taufik Damas mengatakan bahwa peristiwa perusakan masjid jemaah Ahmadiyah adalah dampak dari melemahnya masyarakat sipil (civil society). 

 

Kiai Taufik Damas menjelaskan kisruh yang terjadi terkait perusakan masjid tersebut seharusnya bisa menyadarkan banyak pihak dari berbagai kalangan, terutama partai politik, pemerintah, juga politisi, bahwa membangun masyarakat yang beradab dan bisa menghargai satu sama lain baik soal perbedaan agama, keyakinan, dan suku adalah hal-hal yang lebih penting untuk diurusi ke depannya. 

 

Kejadian perusakan masjid Jemaah Ahmadiyah tersebut merupakan pukulan bagi Indonesia, yang menggambarkan betapa saat ini kekuatan civil society sedang dibutuhkan untuk mendorong masyarakat mengerti. Pemerintah harusnya k bisa menjelaskan perihal implementasi menjalankan prinsip beragama dan berkeyakinan.

 

"Harus ada kekuatan politik yang betul-betul serius melakukan itu. Kalau hanya (mengandalkan) suara masyarakat sipil yang kekuatannya sudah melemah. Kita tidak akan pernah beranjak dari keadaan seperti ini. Hal-hal seperti ini berpotensi akan berulang lagi," ujarnya saat mengisi kajian Perusakan Masjid Ahmadiyah: Tantangan Kerukunan dan Problem Penegakan Hukum, Kamis (9/9/2021),

 

Hak asasi beragama dan berkeyakinan

M Wahyuni Nafis, pembicara lainnya turut menaruh perhatian yang sama mengenai peran pemerintah terkait perusakan masjid di Sintang tersebut.

 

Nafis mengatakan, kejadian perusakan tersebut jelas perbuatan yang melanggar aturan, apabila ditinjau menggunakan standar negara bangsa. "Dari sisi konsep negara bangsa, hal-hal yang bersifat konflik itu sangat melanggar," paparnya. 

 

Mengenai perbedaan ajaran yang tersorot dari Ahmadiyah, Nafis beranggapan bahwa jika telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia dari pihak lain, hal itu tidak sama sekali dibenarkan. 

 

"Kita boleh tidak setuju (ajarannya). Tapi, jika di situ ada pelanggaran hak asasi manusia, itu sudah jadi masalah bersama. Karena, itu mengenai jiwa dan harta kekayaan, serta ancaman pada hal lainnya dari setiap orang," jelas Nafis.

 

Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Kendi Setiawan