Bandung, NU Online
Rombongan Lembaga Dakwah PBNU tiba ke Pondok Pesantren Sukamiskin, Kota Bandung, ketika wanci sareupna. Rombongan tiba di pesantren itu dipandu Google Map selepas bersilaturahim dariPondok Pesantren Baitul Arqom, Lembur Awi dan berziarah kepada pendirinya, KH Faqih.
Dari masjid Pondok Pesantren Sukamiskin terdengar pupujian bahasa Sunda. Namun, tidak lama karena kemudian disusul azan maghrib. Selepas Shalat Maghrib dilanjtukan wiridan, jamaah yang terdiri dari penduduk setempat dan para santri itu membacakan surat Ya Sin di luar kepala. Ada pula jamaah yang tidak mengikutinya, ia meninggalkan masjid dengan alasannya sendiri.
Rombongan diterima pengasuh Pondok Pesantren Sukamiskin KH Abdul Aziz Haedar di kediamannya, beberapa meter dari masjid. Rumah itu menghadap jalan raya dengan halaman luas. Ketika rombongan memasuki rumah itu, di tengah rumah, telah terhidang bala-bala, tahu, bolu, pastel, lapis, rengginang, gelas-gelas berisi air kopi dan air mineral gelas.
KH Abdul Aziz Haedar telah bersila persis di ambang pintu yang menghubungkan dengan ruangan lebih dalam. Setelah ngobrol ngalor ngidul dan berterima kasih atas silaturahim itu, ia meminta dengan sangat kepada para pengerus LD PBNU. Disebut sangat, karena dari rangkaian obrolan itu, ia tiga kali memintanya.
“Kami ingin NU merupakan organisasi pondok besarnya dan enjadi apoteker, tukang ngeracik ilmu, kami merupakan pondok kecil. Jadi, ketika ada ketua NU datang ke pondok itu sudah bangga. Jangan bangga dengan kedatangan wali kota. Waktu tahun 1976, datangny pengurus wilayah saja ke pesantren itu seperti kedatangan presiden,” jelasnya.
“Bahasa koboyna mah kieu (singkatnya begini), datangnya ketua NU ke ponfok pesantren itu, harus dianggap saluhureun santri jeung kiainalah (lebih tinggi dari santri dan pesantren itu,” katanya. (Abdullah Alawi)