Nasional

Pengembangan Pertanian Harus Bertumpu pada Agrogeologi Daerah

Sab, 19 Oktober 2019 | 08:00 WIB

Pengembangan Pertanian Harus Bertumpu pada Agrogeologi Daerah

Ketua Tani Centre Institut Pertanian Bogor (IPB), Hermanu Triwidodo. (Foto: NU Online/Rahman)

Bogor, NU Online

Kondisi Pertanian di Indonesia dinilai belum mencapai pada puncak kemajuan. Salah satu faktornya adalah petani di Indonesia tidak memahami kondisi agrogeologi yang ada di daerahnya masing-masing.

 

Istilah agrogeologi diartikan sebagai keadaan lapisan tanah untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian. Di Indonesia, setiap daerah memiliki agrogeologi yang berbeda-beda, sangat beragam, sehingga jenis pertanian yang dikembangkan oleh petani pun seharusnya berbeda.

 

Ketua Tani Centre Institut Pertanian Bogor (IPB), Hermanu Triwidodo, mengatakan selama ini petani Indonesia bercocok tanam yang menurutnya menjanjikan secara ekonomi. Padahal, tidak sesuai dengan agrogeologi di daerahnya. Itu salah satu sebab mengapa pertanian di Indonesia belum mengalami kemajuan yang pesat.

 

“Jadi sesuai dengan kondisi Agrogeologi, oleh karenanya pengembangan daerah itu harus bertumpu dari kondisi agrosistemnya. Jadi, jangan sampai di Papua dipaksakan mengembangkan pertanian yang tidak sesuai dengan budaya dan agrgeologinya, makanya harus ada manuver kaitannya dengan kebijakan penganggaran politik pertanian,” kata Hermanu kepada NU Online ditemui di Kantornya di Kampus IPB, Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Jum’at (18/10).

 

Dengan begitu, kata Dosen Entomologi dan Biometika IPB ini, pemerintah perlu memfasilitasi keragaman ekosistem Indonesia dengan tidak membuat kebijakan yang mengarah pada penyeragaman jenis pertanian yang harus dikembangkan petani di seluruh Indonesia.

 

Selanjutnya, agar pertanian di Indonesia bisa maju, petani juga harus berpikir luas bahwa pertanian itu bukan hanya onfam (bercocok tanam) saja. Pertanian itu sangat luas dari mulai pupuk, jenis-jenis pertanian yang bisa dikembangkan sampai dengan jaringan bisnis dalam pertanian. Itu yang disebut hulu dan hilir dalam pertanian.

 

Hermanu menjelaskan, petani harus bisa mengembangkan jenis pertanian apa yang perlu dikembangkan berdasarkan kondisi tanah di daerahnya. Kemudian, bagaimana agar hasil pertaniannya tersebut bisa menguntungkan bahkan tidak terjadi penurunan harga yang anjlok seperti yang sering dialami petani kebanyakan.

 

“Sampai dengan penguasaan pasar, pengorganisasian pasar. Jadi contoh di kita ada Asosiasi Cabe Indonesia (ACI), itu sudah mulai petani bergabung, kalau Banyuwangi lagi nanam dia telephone ke Kediri atau Nganjuk. Jangan nanam dulu nih, tunda dua minggu nanti supaya pas panen harganya tidak jeblok, jadi ada pengorganisasian petani, dari mana mereka tahu kalau Banyuwangi lagi nanam cabe, dari kios yang jual benih padi,” ujarnya.

 

Paling penting, pemanfaatan lahan yang minim bisa membuat petani di daerah tertentu mendapatkan keuntungan yang baik. Dengan catatan petani tersebut mengintegrasikan jenis pertanian yang satu dengan yang lainnya.

 

“Kalau selama ini kita mikirin nanam padi 0,2 hatare ya pasti tidak sejahtera tapi kalau 2 haktare ada integrasi padi bebek dan lain-lain ya bisa untung,” tuturnya.

 

Kontributor: Abdul Rahma Ahdori

Editor: Aryudi AR