Nasional

Pemilu 2024 Terlaksana Tanpa Politik Identitas dan Terjadi Perdebatan yang Lebih Baik dari 2019

Rab, 20 Maret 2024 | 15:00 WIB

Pemilu 2024 Terlaksana Tanpa Politik Identitas dan Terjadi Perdebatan yang Lebih Baik dari 2019

Gus Ulil saat berbicara pada plenary session di R20 yang digelar di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (3/11/2022). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Ulil Abshar Abdalla menilai bahwa pemilihan umum (pemilu) 2024 dapat terlaksana tanpa politik Identitas. Selain itu, ada perdebatan di masyarakat yang lebih baik dibandingkan dengan pemilu sebelumnya, pada 2019 silam. 


"Saya senang sekali dengan pemilu ini. Ada yang sedih bukan karena jagoannya kalah, tetapi karena ada proses politik yang dianggap menyimpang," ujarnya dalam diskusi Enlightenment Ramadhan dengan tema Islam dan Isu-Isu Terakhir: Salafisme, Hilal, dan Pemilu disiarkan langsung dari Instagram @caknursociety, Selasa (18/3/2024).


Menurutnya, pemilu saat ini menunjukkan kemajuan yang signifikan, terutama dalam hal tidak adanya politik identitas. Gus Ulil berpendapat, pemilu saat ini bisa dinilai positif karena tidak ada polarisasi sosial yang kuat dalam masyarakat terkait agama.


"Ini bagi saya sesuatu yang harus diapresiasi. Nah, kita tahu bahwa pemilu yang lalu, tahun 2019 itu pemilunya sangat polaris, karena masih dipengaruhi Pilkada DKI 2017. Tahun 2024 kita menyelenggarakan pemilu yang tidak dibebani oleh politik identitas, politik agama," imbuhnya.


Gus Ulil menjelaskan, saat ini terjadi perdebatan yang konstruktif di masyarakat, terutama mengenai isu-isu seperti konstitusi, Mahkamah Konstitusi (MK), pelanggaran, dan penggelembungan suara Sistem Rekapitulasi Informasi (Sirekap).


Ia menegaskan, jenis perdebatan seperti itu bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman. Berbeda halnya dengan perdebatan mengenai politik identitas, karena perdebatan mengenai politik identitas dapat merugikan masyarakat.


"Kalau perdebatan soal konstitusi, soal MK, Sirekap, penyimpangan dan penyelewengan pemilu, penggelembungan suara, soal intervensi pemerintah, soal netralitas presiden, soal bansos, itu mendidik masyarakat. Pandangan saya justru sekarang terjadi edukasi politik yang bagus," pungkasnya.


Sebelumnya, Gus Ulil berharap bangsa Indonesia bersatu kembali tanpa mempermasalahkan pilihan politik selama pemilu.


"Bagi saya sudah selesai, game is over, permainan sudah selesai. Jadi mari kita kembali hidup normal, bersaudara, bersahabat seperti semula," katanya saat ditemui NU Online di Perpustakaan PBNU, Senin (18/3/2024). 


Ia menegaskan bahwa tugas masyarakat saat ini adalah mengontrol presiden dan wakil presiden yang terpilih. Menurutnya, presiden dan wakil presiden untuk semua golongan, bukan hanya golongan tertentu.


"Kita berharap bangsa Indonesia bersatu kembali, apalagi ini bulan puasa, bulan suci, bulan yang menyatukan hati dan pikiran," pungkasnya.