Nasional

Pekerjaan Domestik Bukan Hanya Tanggung Jawab Istri, Tapi Juga Suami

Jum, 22 Maret 2024 | 15:08 WIB

Pekerjaan Domestik Bukan Hanya Tanggung Jawab Istri, Tapi Juga Suami

Wakil Ketua Lembaga Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) Nur Rofiah (Foto: tangkapan layar YouTube Cari Ustadz.id )

Jakarta, NU Onlinee
Wakil Ketua Lembaga Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) Nur Rofiah menjelaskan bahwa pekerjaan domestik adalah tanggung jawab bersama bagi perempuan dan laki-laki sebagai khalifah fil ardl, yaitu pemimpin atau pengatur di permukaan bumi.


Mengenai teknis pelaksanaannya, kata Rofiah, dapat dibahas oleh pasangan tersebut, mengingat setiap keluarga memiliki kondisi yang berbeda-beda. Hal ini dijelaskannya pada bincang ruang tengah bertema Pekerjaan Domestik: Tanggung Jawab Siapa? di kanal YouTube Cari Ustadz.id spesial Ramadhan, dilihat NU Online, Jumat (22/3/2024).


"Kondisi keluarga pasangan suami istri beragam. Oleh karena itu, teknisnya bisa dibahas bersama antara suami, istri, dan anak, bahkan meminta bantuan orang lain dengan imbalan tertentu untuk melaksanakannya," terang Dosen IIQ Jakarta itu.


Rofiah menekankan bahwa pembagian peran dalam pekerjaan domestik tidak menggugurkan kewajiban siapapun untuk mewujudkan kemaslahatan baik dalam maupun di luar rumah.


"Standar kemaslahatan sebagai nilai tidak bisa ditawar-tawar, bahwa itu adalah tanggung jawab bersama. Tetapi soal bentuknya dan caranya, itu kadang tidak hanya boleh dimusyawarahkan bahkan harus," ungkapnya.


Teladan Rasulullah dalam urusan domestik
Rofiah menyoroti teladan Rasulullah dalam urusan domestik. Rasulullah berikan teladan dalam dua hal. Pertama, nilai-nilai baik yang harus dipraktikkan, seperti memperlakukan orang lain dengan baik dan menjauhi perbuatan buruk.


Kedua, aspek teknis, seperti hadits yang menyatakan bahwa laki laki adalah pemimpin bagi istri dan anaknya, sementara istri menjadi pemimpin dalam rumah tangganya soal teknis saja. Hal ini bisa diperbincangkan kembali sesuai dengan situasi masing-masing rumah tangga.


"Banyak juga hadits tentang Rasulullah melakukan tugas domestik seperti memeras susu unta buat keluarga, mengasuh putri dan cucunya," kata Rofiah.


Rofiah menceritakan bagaimana Rasulullah sering memangku cucunya ketika ada tamu. Para tamu pun merasa heran mengapa Rasulullah melakukan hal itu, mengingat dalam pandangan mereka seorang laki-laki harus berwibawa.


"Justru Rasulullah membangun wibawa dengan cara membangun hubungan emosi yang bagus dengan orang lain termasuk dengan cucunya," terang Rofiah.


Langkah untuk menyamakan persepsi
Lebih lanjut, Rofiah menekankan pentingnya mengubah pandangan bahwa pembagian peran adalah sesuatu yang tetap. Hal ini penting untuk disadari agar setiap pasangan siap menghadapi segala kemungkinan, seperti sulitnya rezeki.


"Jika rezeki istri lancar namun suami mengalami kesulitan, maka suami harus siap untuk menjaga kemaslahatan di dalam rumah. Ini membutuhkan kebesaran hati yang dibangun sejak dini," ujarnya


Pasangan yang belum siap sulit merespons situasi yang tidak ideal dengan cara yang bisa membahayakan rumah tangga. Misalnya, jika istri tidak siap menafkahi karena tidak dididik untuk itu.


Sebaliknya, jika laki-laki menafkahi tetapi nasibnya tidak sebaik yang diharapkan, maka rasa ego sebagai laki-laki bisa terluka jika tidak dapat mengatasi situasi dengan baik. "Hal ini dapat menggoyahkan kestabilan pernikahan," jelasnya.


Rofiah menyatakan bahwa pandangan laki-laki dan perempuan sebagai mitra dalam menciptakan kemaslahatan harus dibangun sejak dini. Hal ini agar keduanya dapat tumbuh bersama-sama menjadi individu yang kuat dan memiliki komitmen untuk menciptakan kemaslahatan bersama, termasuk dalam rumah tangga.


"Islam menegaskan bahwa perempuan itu manusia sama dengan laki-laki. Dua-duanya sebagai manusia itu punya status melekat sebagai hamba Allah yang dapat amanah untuk mewujudkan kemaslahatan di muka bumi," tandas Rofiah.