Nasional

PBNU Ingatkan Pemerintah agar Tidak Gegabah Membuat Kebijakan

Sel, 2 Maret 2021 | 10:55 WIB

PBNU Ingatkan Pemerintah agar Tidak Gegabah Membuat Kebijakan

Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj (tengah) saat konferensi pers penegasan PBNU menolak industri miras, Selasa (2/3). (Foto: NU Online/Miftahudin)

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengingatkan pemerintah tidak gegabah dalam membuat kebijakan. Kiai Said menilai berbagai kegaduhan yang ditimbulkan terkait keputusan atas diterbitkannya kebijakan pemerintah lantaran tidak melalui berbagai pertimbangan agama, etika, dan kemasyarakatan. 

 

"Saya harapkan, lain kali tidak terulang lagi seperti ini. Jadi tidak terlihat sembrono atau sembarangan (karena) tidak ada pertimbangan-pertimbangan yang bersifat agama, etika, bersifat kemasyarakatan. Langsung saja (diputuskan) dan saya yakin ini bukan dari beliau (Presiden Joko Widodo), saya yakin," ungkap Kiai Said saat Konferensi Pers di Lantai 8 Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164 Jakarta Pusat, Selasa (2/3) sore. 

 

Konferensi pers itu dilangsungkan untuk merespons Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021, terutama Lampiran III nomor 31-33 yang memuat aturan tentang pembukaan investasi industri minuman keras di empat provinsi yakni Nusa Tenggara Timur, Bali, Sulawesi Utara, dan Papua.

 

Lampiran tersebut akhirnya dicabut oleh Presiden Joko Widodo setelah mendapat masukan dari berbagai ulama dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), NU, dan Muhammadiyah. Karena itu, PBNU menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas dicabutnya lampiran tersebut. 

 

Kiai Said membeberkan soal pemahaman hukum Islam di dalam Al-Qur'an dan hadits. Pertama, ayat yang bersifat qath’i atau ketetapan yang sudah tidak bisa lagi ditafsir lain. Salah satunya adalah ayat tentang khamar dan judi. 

 

"Seperti perintah shalat, puasa Ramadhan, perintah zakat, perintah haji, cara membagi waris, dan yang termasuk hukum syariat adalah haramnya khamar. Jelas ayatnya namanya muhakamat, tidak bisa ditafsir lain karena bersifat qath’i," jelas Kiai Said. 

 

Kiai Said mengutip Surat Al-Maidah ayat 90 yang dinyatakan bahwa khamar (minuman keras beralkohol) dan perjudian adalah perbuatan setan. Karena itu dihukumi haram dan harus dijauhi oleh orang-orang yang beriman. 

 

"Khamar dan perjudian itu perbuatan setan. Haram hukumnya, harus dijauhi wahai orang mukmin. Semoga kamu sekalian menjadi orang bahagia," jelas Kiai Said memaknai ayat yang dibacanya.

 

"Artinya, haramnya khamar ditegaskan dalam Al-Qur'an dengan ayat yang sangat jelas. Tidak mungkin dicari jalan supaya halal, tidak mungkin. Namanya sudah qath’i. Kalau ayat yang masih belum qath’i masih bisa, seperti bunga bank (contohnya)," lanjut Pengasuh Pesantren Al Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan ini.

 

Lalu, ia juga mengutip kaidah fiqih yang berbunyi "Ar-ridha bissyai-in ridha bimaa yatawalladu minhu." Artinya, jika meridhai terhadap sesuatu maka berarti telah ikut menyepakati dampak yang ditimbulkan.

 

"Kalau kita menyetujui adanya industri khamar berarti kita setuju kalau bangsa ini menjadi teler semua. Tidak ada pabriknya saja sudah seperti ini, apalagi kalau ada pabriknya," jelas Kiai Said.

 

Karenanya, Kiai Said menegaskan bahwa apa pun alasan dan pertimbangannya, termasuk untuk mengangkat perekonomian bangsa Indonesia, PBNU tetap menolak adanya investasi industri miras. 

 

"Tapi alhamdulillah Presiden Joko Widodo, presiden yang cukup arif dan bijaksana, telah mencabut Perpres lampiran yang terkait industri miras," pungkas Kiai Said. 

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan