Nasional

MUI: Industri Miras Berasal dari Pandangan Pragmatis

Sel, 2 Maret 2021 | 08:00 WIB

MUI: Industri Miras Berasal dari Pandangan Pragmatis

Majelis Ulama Indonesia (MUI) memandang bahwa biaya yang dibutuhkan untuk merestorasi dampak buruk yang ditimbulkan miras jauh lebih besar. Bahkan tidak sebanding dengan nilai kemanfaatannya. (Foto: mui.or.id)

Jakarta, NU Online

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai bahwa industri minuman keras yang diasumsikan akan mendatangkan manfaat ekonomi adalah pandangan yang pragmatis. Sebab, tidak sesuai dengan dampak buruk yang ditimbulkannya.

 

Hal tersebut merupakan poin kedua tausiyah MUI berjudul ‘Cabut Klausul Minuman Keras dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021’ yang ditandatangani Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar dan Sekretaris Jenderal MUI H Amirsyah Tambunan, pada Senin (1/3).

 

Lebih dari itu, MUI memandang bahwa biaya yang dibutuhkan untuk merestorasi dampak buruk yang ditimbulkan miras jauh lebih besar. Bahkan tidak sebanding dengan nilai kemanfaatannya. 

 

"Industri miras hanya akan menguntungkan pemilik modalnya dan merusak masyarakat secara umum. Karena minuman keras merupakan biang terjadinya tindak kriminalitas, kekerasan, dan asusila," ungkap MUI.

 

Di dalam tausiyah ini, MUI juga menyertakan dalil yang termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 219. Ayat itu berbunyi, yas-alunaka ‘anil khamri wal maysiri qul fiihima itsmun kabirun wa manaafi’u linnasi wa itsmuhaa akbaru minnaf’ihimaa.

 

"Mereka bertanya kepadamu tentang minuman keras (khamar) dan judi. Katakanlah: pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya," demikian pemaknaan MUI terhadap dalil tentang miras. 

 

Tak hanya itu, MUI juga mencantumkan dalil yang bersumber dari hadits Rasulullah dan diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim. Hadits itu berbunyi, ijtanibu al-khamra fainnahaa miftaahu kulli syarrin. Hadits ini merupakan perintah untuk umat Islam agar menjauhi miras karena merupakan kunci dari segala keburukan. 

 

Tausiyah ini ditujukan kepada pemerintah agar mencabut Perpres Nomor 10 Tahun 2021, terkhusus dalam lampiran III nomor 31-33 yang memuat soal pembukaan investasi miras di empat provinsi yakni Nusa Tenggara Timur, Bali, Sulawesi Utara, dan Papua. 

 

Atas dasar masukan itu, Presiden Joko Widodo kemudian mencabut lampiran Perpres yang berkaitan dengan izin pelegalan miras. Hal ini disampaikannya saat memberikan keterangan pers secara virtual melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, pada Selasa (2/3). 

 

"Bersama ini, saya sampaikan, saya putuskan, lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol, saya nyatakan dicabut," ujar Jokowi.

 

Keputusan itu diambil setelah Jokowi menerima masukan dari berbagai pihak. Khususnya dari para ulama di MUI, Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan ormas lainnya. 

 

"Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya, serta tokoh-tokoh agama yang lain. Juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah," kata Jokowi.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan