Pastikan Arah Kiblat Hanya dengan Matahari Sore Ini dan Esok, Berikut Penjelasan Ahli
NU Online · Selasa, 27 Mei 2025 | 12:00 WIB
Joko Susanto
Kontributor
Jakarta, NU Online
Saban tanggal 27 dan 28 Mei terjadi peristiwa rashdul qiblat atau istiwa a'dham, yaitu kondisi matahari yang melintas tepat di atas Ka'bah. Hal demikian mengakibatkan semua bayangan benda karena cahaya matahari itu tepat mengarah Ka'bah. Hal tersebut terjadi sekitar pukul 16.18 WIB dan menjadi waktu paling tepat untuk memastikan arah kiblat tepat mengarah ke Ka'bah.
Hal demikian terjadi karena deklinasi matahari berubah-ubah sepanjang tahun melintasi garis-garis lintang berdasarkan rotasi bumi. Saat tanggal 21 Desember, matahari berada di posisi -23,44 derajat dan akan naik secara perlahan menuju utara di titik puncaknya 23,44 derajat pada 21 Juni.
"Kalau kita proyeksikan di atas permukaan bumi itu bergerak dari selatan ke utara dan balik lagi ke selatan. Ada saat tertentu ada di atas Jakarta, di atas Pontianak, saat-saat tertentu ada di atas Ka'bah," kata Khafid, Anggota Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU), melalui kanal Youtube NU Online yang dikutip pada Selasa (27/5/2025).
Di tengah lintasan perjalanan itu, matahari melewati Koordinat Ka'bah yang berada di lintang 21 derajat 25 menit 21,03 detik. "Matahari ketika bergerak 23 derajat 27 menit akan melewati lintasan tadi kira-kira berada di atas Ka'bah," katanya.
Hal tersebut terjadi saat Dzuhur di Makkah saban 27 atau 28 Mei, tepatnya pada pukul 12.18 waktu setempat atau 16.18 WIB. Sayangnya, peristiwa ini sulit untuk diperhatikan di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur mengingat matahari yang sudah atau mendekati terbenam. "Kalau di Indonesia timur sudah jam 18 berarti tidak bisa. Tengah pun sudah mulai kesulitan," katanya.
Khafid menjelaskan bahwa orang yang shalat di Masjidil Haram yang dapat memastikan arah kiblatnya dengan melihat Ka'bah secara langsung. Berbeda dengan orang di Indonesia yang memiliki jarak yang cukup jauh dengan Ka'bah. Bahkan bukan saja jauh, tetapi terhalang berbagai macam hal, seperti pepohonan dan gedung-gedung. Lebih dari itu, jika pun dapat jarak pandang tak terhingga, arah cahaya tidak bersambung mengingat permukaan bumi yang melengkung.
"Arah bukan mengikuti arah cahaya, tapi mengikuti permukaan bumi," kata Direktur Pemetaan Batas Wilayah dan Nama Rupabumi di Badan Informasi Geospasial itu.
Oleh karena itu, rashdul qiblat menjadi satu metode yang bisa dipilih untuk mengakurasi arah kiblat. Ia menganalogikan kerangka kerja metode ini dengan melihat museum yang berada di bagian bawah Monumen Nasional (Monas). Untuk mengetahui keberadaannya, tentu sulit jika terdapat jarak, terlebih terhalang gedung-gedung. Namun dengan melihat puncaknya, bisa dipastikan posisi keberadaan museumnya.
"Kita pengen melihatnnya Ka'bah, ada pusat bumi, nembus ke Ka'bah, nembus ke langit, ke arah langitnya itu matahari. Kalau kita melihat matahari itulah yang disebut rashdul qiblat," katanya.
Terpopuler
1
Idul Adha Berpotensi Tak Sama, Ketinggian Hilal Dzulhijjah 1446 H di Indonesia dan Arab Berbeda
2
Pemerintah Tetapkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025 M
3
Hilal Terlihat, PBNU Ikhbarkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025
4
Gus Baha Ungkap Baca Lafadz Allah saat Takbiratul Ihram yang Bisa Jadikan Shalat Tak Sah
5
Pengrajin Asal Cianjur Sulap Tenda Mina Jadi Pondok Teduh dan Hijau
6
Pos-Pos Petugas Penentu Kelancaran Lalu Lintas Jamaah di Jamarat Mina
Terkini
Lihat Semua