Nasional BULAN GUS DUR

Nasihat Menyejukkan Gus Dur untuk Pasukan Berani Mati

Sel, 8 Desember 2020 | 07:05 WIB

Nasihat Menyejukkan Gus Dur untuk Pasukan Berani Mati

KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. (Foto: dok. Pojok Gus Dur)

Jakarta, NU Online

KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah sosok ulama berpengaruh. Sebagai tokoh yang berasal dari kalangan bersarung, ia mampu meyakinkan seluruh masyarakat dan elit politik sebagai presiden keempat republik ini. Sekalipun dalam perjalanannya ditemukan hambatan karena harus lengser dari kursi kepresidenan, kharisma Gus Dur tidak pernah pudar.


Spiritualitas yang dimiliki membuat Gus Dur mampu bersikap egaliter dengan sebagian besar masyarakat Indonesia. Ia tidak pernah merendah, tetapi tidak pula punya rasa sombong.


Jika ia tidak memiliki laku spiritual yang kuat, perpecahan pasca-pelengserannya sebagai presiden oleh MPR, mungkin saja terjadi. Sebenarnya, Gus Dur bisa saja membiarkan gerakan massa para pembelanya untuk merebut kembali kekuasaan di pemerintah.

 

 

Namun, Gus Dur tidak melakukan itu demi kepentingan umat dan negara yang jauh lebih besar dari kepentingan diri pribadi atau kelompok. Atas dasar itu, ia rela pergi ke Pasuruan untuk mendinginkan massa ‘pasukan berani mati’ pembela Gus Dur yang mulai beringas. 


Sebagaimana diketahui, pasca Gus Dur dilengserkan oleh MPR, segenap simpatisan yang sebagian besar terdiri dari Barisan Ansor Serbaguna (Banser) dan warga Nahdliyin akan mengepung Jakarta. Ia tentu saja paham, jika gelombang massa ini dibiarkan maka dapat menimbulkan kekacauan di negeri ini.


Greg Barton menulis dalam buku Biografi Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid (2008: 463), pada Februari 2001, Gus Dur berpidato di hadapan massa pembelanya dan meminta agar meninggalkan jalan, kembali ke rumah, serta mendoakan yang terbaik. 


Menurut Greg, yang dilakukan Gus Dur itu mirip seperti seorang politisi kaum buruh yang mencoba membujuk bekas-bekas sejawatnya yang sedang berdemonstrasi. Gus Dur beradu pendapat dengan ribuan demonstran seraya menyatakan argumentasinya.

 


“Kini  bukanlah saatnya untuk menjadi emosional dan memberikan kesempatan kepada pihak-pihak lain memanipulasi keadaan untuk keuntungan mereka. Kami bisa menguasai keadaan di Jakarta tapi demonstrasi anda di jalan-jalan hanyalah melemahkan kerja bagus yang tengah kami kerjakan,” ucap Gus Dur.


“Saya memahami perasaan anda tetapi tetaplah berkepala dingin walaupun hati anda panas. Nah sekarang pulanglah ke rumah dan berdoalah untuk kami. Dengan demikian, anda telah melakukan yang terbaik,” demikian nasihat Gus Dur yang menyejukkan. 


Begitulah Gus Dur, seorang ulama yang punya pengaruh atau kharisma. Hal tersebut bukan semata membuat dirinya menjadi kultus bagi masyarakat tradisional, tetapi lebih kepada upaya pembangunan mental masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai saling menghormati dan ta’dzim kepada guru.

 

 

Menurut Greg, faktor kekuasaan personal yang diwarnai oleh pemikiran teologis, sebagaimana yang dilakukan Gus Dur itu, menjadi dasar perilaku dari apa yang diperankannya.


Sebagai sosok yang memiliki kharisma, kiai dipandang memiliki kemampuan luar biasa untuk menggerakkan masyarakat. Dengan sikap yang sederhana, Gus Dur mampu memberikan petuah, nasihat, dan ilmu budi pekerti luhur.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad