Nasional Munas-Konbes NU 2021

Munas-Konbes NU 2021 Desak Pemerintah Kuatkan Regulasi Perlindungan Rakyat Kecil

Ahad, 26 September 2021 | 07:30 WIB

Munas-Konbes NU 2021 Desak Pemerintah Kuatkan Regulasi Perlindungan Rakyat Kecil

Penyerahan hasil sidang komisi rekomendasi oleh KH Zaenal Arifin Junaidi kepada Ketua Steering Committee Munas dan Konbes NU 2021 KH Ahmad Ishomuddin. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) 2021 mendesak pemerintah untuk melakukan penguatan berbagai regulasi yang menunjang kemaslahatan dan perlindungan rakyat kecil.


Beberapa regulasi yang harus diperkuat pemerintah adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT), pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dan strategi nasional pencegahan perkawinan anak.


Hal itu menjadi salah satu putusan bidang kesejahteraan rakyat dalam Komisi Rekomendasi Munas-Konbes NU 2021. Sekretaris Komisi Rekomendasi, M Kholid Syeirazi mengatakan, tidak ada perubahan redaksi pada bidang ini saat sidang komisi dilangsungkan. 


“Seperti bidang polhukam, bidang kesejahteraan rakyat tidak ada perubahan dan penambahan,” kata Kholid, saat membacakan hasil putusan di sidang pleno Munas-Konbes NU 2021, Ahad (26/9/2021).


Kesejahteraan rakyat menjadi salah satu isu krusial yang disorot karena kelompok rentan seperti asisten rumah tangga (ART) bertambah. Hal ini berdasarkan data yang dirilis UNESCO pada 2020, bahwa sangat minim perlindungan terhadap risiko kerja bagi kelompok pekerja di sektor informal. 


Tak hanya itu, pandemi Covid-19 mengakibatkan kemaslahatan keluarga juga memburuk. Tekanan psikis yang berkepanjangan meningkatkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), terutama terhadap anak dan perempuan. 


Angka perceraian pun naik. Lebih dari 500.000 pasangan bercerai pada 2020, naik dibanding tahun 2019 sebesar 480.000. Permohonan dispensasi kawin karena belum cukup umur
meningkat. Pandemi Covid-19 juga membuat ribuan anak kehilangan orang tuanya. 


Layanan kesehatan dasar juga menurun. Pada 2020, 55 persen posyandu tidak memberikan imunisasi balita, 46 persen ibu hamil tidak mendapatkan layanan antenatal. Kemudian akibat pandemi, 30 persen keluarga mengalami tren penurunan gizi.


Persoalan-persoalan itulah yang mengharuskan pemerintah Indonesia, pada tingkat makro, untuk membuat strategi pembangunan lingkungan pendukung seperti penguatan program perlindungan sosial, penguatan jangkauan teknologi informasi, dan pendekatan ekonomi yang berperspektif kerakyatan. 


Sementara pada tingkat mikro, pemerintah harus memastikan terpeliharanya akses atas layanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas. Hal ini dalam rangka memulihkan kehidupan warga yang berjangkar pada keluarga. 


Selain itu, program pendidikan keluarga tangguh perlu diakselerasi, terutama untuk mencegah kehancuran keluarga akibat praktik-praktik membahayakan seperti KDRT, perkawinan anak,
perkawinan tidak tercatat, serta perceraian.


Pemerintah juga perlu merumuskan strategi pemulihan kehidupan warga sebagai prioritas lebih tinggi daripada insentif kepada industri besar yang dapat meningkatkan kesenjangan di masa depan. Strategi pemulihan dilakukan berbasis desa sebagai lokus pembangunan dan pemulihan kesejahteraan rakyat.


Dengan perangkat sosial yang telah dikembangkan selama satu dekade terakhir, pemerintah juga perlu memperkuat strategi yang berakar pada kearifan tradisi sosial gotong-royong. Tradisi sosial seperti konsep Saling Jaga, Warga Bantu Warga, Jaga Tetangga, dan lain-lain perlu dikembangkan sebagai modal sosial untuk mempercepat pemulihan.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Syakir NF