MK Putuskan 5 Gugatan Uji Formil Revisi UU TNI Tidak Diterima
NU Online · Kamis, 5 Juni 2025 | 14:00 WIB

Mahkamah Konstitusi memutuskan lima gugatan uji formil revisi UU TNI tidak diterima. (Foto: NU Online)
Haekal Attar
Penulis
Jakarta, NU Online
Hakim Konstitusi Suhartoyo memutuskan tidak menerima lima permohonan uji formil Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang UU Tentara Nasional Indonesia (TNI).
"Memutuskan, menyatakan permohonan para pemohon nomor 55/PUU-XXIII/2025, nomor 58/PUU-XXIII/2025, nomor 66/PUU-XXIII/2025, nomor 74/PUU-XXIII/2025, dan nomor 79/PUU-XXIII/2025 tidak dapat diterima," katanya dikutip dari kanal Youtube MKRI, Kamis (5/6/2025).
Melansir draf putusan Nomor 55/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) menilai para pemohon tidak mampu menjelaskan secara jelas hubungan antara potensi kerugian yang mereka alami dengan dugaan pelanggaran konstitusi dalam proses pembentukan UU Nomor 3 Tahun 2025.
Saldi menambahkan, para pemohon yang mengaku sebagai masyarakat sipil dan mahasiswa mengeluhkan kesulitan mengakses informasi tentang proses penyusunan UU tersebut. Namun, lanjutnya, keluhan itu tidak didukung dengan penjelasan dan bukti bahwa mereka pernah melakukan upaya nyata atau aktif, seperti mengikuti seminar, diskusi, atau menyampaikan pendapat secara langsung dalam proses pembentukan UU TNI tersebut.
"Misalnya kegiatan seminar, diskusi, tulisan pendapat para Pemohon kepada pembentuk undang-undang, ataupun kegiatan lain yang dapat menunjukkan keterlibatan para Pemohon dalam proses pembentukan UU nomor 3 tahun 2025," katanya.Â
Karena para Pemohon tidak bisa membuktikan bahwa mereka pernah terlibat secara nyata dalam proses penyusunan UU, lanjut Saldi, serta tidak ada bukti yang mendukung kedudukan hukum mereka, dan sementara kerugian yang mereka klaim juga tidak relevan untuk dijadikan alasan.
MK, kata Saldi, tidak melihat adanya keterkaitan kepentingan antara para pemohon dengan pembentukan UU Nomor 3 Tahun 2025. Selain itu, lanjutnya, MK juga tidak menemukan hubungan sebab-akibat antara dugaan kerugian hak konstitusional para Pemohon dan proses pembentukan undang-undang yang mereka gugat.
"Dengan demikian, menurut Mahkamah, para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo," jelas Saldi.
Sebelumnya, para pemohon, Christian Adrianus Sihite (Karyawan Swasta), Noverianus Samosir (Karyawan Swasta), dan Agam Firdaus (Mahasiswa), menilai bahwa proses penyusunan UU Nomor 3 Tahun 2025 harus memperhatikan beberapa asas. Pertama asas kejelasan tujuan. Hal ini dianggap penting karena setiap UU seharusnya memiliki tujuan yang jelas. Namun dalam hal ini, pembentukan UU tersebut tidak menunjukkan arah tujuan yang tegas.Â
"Padahal, DPR sebagai perwakilan rakyat seharusnya mengutamakan kepentingan masyarakat, bukan justru melayani kepentingan pemerintah," tulis mereka.
Kedua, lanjut pemohon, asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan juga diabaikan dalam pembentukan UU Nomor 3 Tahun 2025. Padahal, setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memuat materi yang sesuai dengan jenis peraturannya.Â
"UU a quo sangat melukai rasa keadilan masyarakat, yang dibuktikan dengan banyaknya penolakan dari berbagai kalangan, mulai dari aksi demonstrasi yang dilakukan secara berjilid-jilid hingga pengajuan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi," jelas keterangan tersebut.
Ketiga, asas kedayagunaan dan kehasilgunaan. UU tersebut, menurut pemohon tidak lahir dari kebutuhan masyarakat, melainkan lebih untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu (abusive law making). Hal ini terbukti dari tidak tercantumnya revisi UU TNI dalam Prolegnas 2025 yang ditetapkan DPR melalui Keputusan Nomor 64/DPR RI/I/2024–2025 maupun dalam 18 RUU prioritas dalam RPJMN 2025–2029.
Keempat, asas keterbukaan. Menurut pemohon berarti bahwa setiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan, mulai dari perencanaan hingga pengundangan, harus memberi akses kepada publik untuk mendapatkan informasi dan memberikan masukan, baik secara lisan maupun tertulis, melalui jalur daring maupun luring.
"Faktanya, pembahasan pembentukan UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 dilakukan secara tertutup dan tidak transparan. DPR menggelar rapat revisi RUU TNI bukan di gedung DPR, melainkan secara tertutup di hotel mewah di Jakarta Pusat selama dua hari, mulai Jumat, 14 Maret 2025 hingga Sabtu, 15 Maret 2025."
"Apalagi, rapat tersebut berlangsung di tengah kebijakan pemangkasan anggaran, sehingga jelas tidak memberikan ruang partisipasi maksimal bagi masyarakat, termasuk para Pemohon," demikian keterangan para pemohon.
Terpopuler
1
Niat Puasa Arafah untuk Kamis, 5 Juni 2025, Raih Keutamaan Dihapus Dosa
2
Panduan Shalat Idul Adha: dari Niat, Bacaan di Antara Takbir, hingga Salam
3
Menggabungkan Qadha Ramadhan dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bolehkah?
4
Takbiran Idul Adha 1446 H Disunnahkan pada 5-9 Juni 2025, Berikut Lafal Lengkapnya
5
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
6
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
Terkini
Lihat Semua