Nasional

Menyikapi Perbedaan sebagai Sunatullah  

Sen, 20 September 2021 | 11:00 WIB

Menyikapi Perbedaan sebagai Sunatullah  

Ilustrasi: Allah menciptakan makhluk-Nya, termasuk manusia dengan perbedaan.

Jakarta, NU Online
Pengasuh Pesantren Al-Ma’rufiyah, KH Saiful Ammar kembali mengingatkan bahwa perbedaan adalah bagian dari sunatullah.

 

Mengisi kajian ‘Lentera Hati: Ngaji Akhlak dan Tasawuf’ secara virtual di TVNU, Ahad (19/9/2021), ia mengatakan perbedaan adalah bentuk mahakreatif Allah karena menjadikan manusia berbeda-beda.

 

Dalam banyak ayat, lanjut dia, disebutkan bahwa Allah menciptakan manusia bervariasi. Entah itu dari warna kulitnya, maupun pemikirannya. Perbedaan bukanlah masalah, karena yang seharusnya yang diperhatikan adalah bagaimana menjadi seorang hamba yang bertakwa. 

 

"Terkait apakah itu (perbedaan) akan dijadikan sebagai salah satu orang yang mendapatkan petunjuk. ‘Inna akramakum ‘indallahi atqakum’," tuturnya. 

 

Ia menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dengan banyak persamaan dan perbedaan. Misalnya dalam Islam sendiri terdapat empat mazhab, dan mungkin ada beberapa mazhab lain yang belum terkonfirmasi. "Bahwasannya, kemudian menjadi penting bagi manusia untuk saling menghormati," ujarnya. 

 

Terkait adanya kelompok yang gampang menuduh orang lain sesat, menurutnya kelompok ini diketahui seperti orang yang baru mengenal maupun mempelajari Islam. 'Kerasnya' itu dikarenakan belum banyaknya referensi bacaan antar mazhab dan pendapat. 

 

"Kalau kita membaca satu mazhab saja, atau pun satu pemikiran saja maka kita akan mengklaim bahwa itu adalah kebenaran yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Nah, ini yang biasa dihadapi. Terkadang orang-orang (tersebut) yang baru mengetahui satu bacaan saja,” jelasnya. 

 

Al-Qur'an menampung perbedaan

Pakar Tafsir Indonesia, Prof Quraish Shihab, menegaskan bahwa Al-Qur'an sejatinya menampung aneka perbedaan. Perbedaan adalah keniscayaan Tuhan. “Bahkan saya selalu berkata baik dalam ucapan maupun tulisan: Tuhan mau kita berbeda. Alam raya berbeda, tumbuhan berbeda, manusia berbeda, pendapat berbeda,” tegasnya pada tayangan Mata Najwa beberapa waktu lalu. 

 

Prof Quiraish juga kemudian menambahkan upaya agar tidak menjadi orang yang mudah diprovokasi. Ia mengatakan bahwa manusia harus bisa menjadi satu kesatuan. "Harus merasa bahwa kehidupan ini harus dipikul bersama. Hati harus bersih. Banyak jalan menuju ke Roma. Itu kita bisa bertemu," jelas pendiri Pusat Studi Al-Quran tersebut. 

 

Ia menambahkan bahwa agar tidak mudah diprovokasi, seseorang haruslah belajar, berilmu. "Ilmu, terutama kalau orang-orang beragama, ya ilmu agama. Ilmu dalam pengertian yang sesungguhnya. Itu yg menyelamatkan kita,” imbuhnya.

 

Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Kendi Setiawan