Nasional

Menilik Kembali Kualitas Lapas untuk Para Napiter

Kam, 30 Juli 2020 | 01:15 WIB

Jakarta, NU Online
Berdasarkan beberapa catatan aksi teror di Indonesia, terdapat sejumlah mantan narapidana terorisme  (napiter) yang melakukan aksi teror kembali setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan (Lapas). Ini menjadi sebuah catatan mengkhawatirkan yang harus diperhatikan bahwa mantan napiter dianggap berpotensi besar untuk mengulang kembali perbuatannya.


Sebut saja pelaku bom Panci di Bandung Yayat Cahdiat yang melakukan aksi terornya pada 27 Februari 2017. Ia merupakan mantan narapidana terorisme yang pernah divonis tiga tahun di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang dan telah bebas pada 2015.


Sebelumnya juga beberapa mantan narapidana terorisme mengulang kembali tindakan teror seperti Juhanda alias Jo bin Muhammad Aceng Kurnia yang melakukan aksi teror Bom di Samarinda. Kemudian Afif alias Sunakim dan Muhamad Ali alias Marwan adalah dua mantan napi yang ikut dalam aksi pengeboman dan penembakan brutal di Sarinah Thamrin Jakarta pada 14 Januari 2016.


Sehingga Ini menjadi bukti nyata yang menunjukkan ketidakberhasilan proses pemasyarakatan yang dilakukan bertahun-tahun di dalam Lapas. Ini pun menjadi catatan Insan Firdaus dalam Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 2017 dalam tulisannya yang berjudul Penempatan Narapidana Teroris di Lembaga Pemasyarakatan.


Penelitiannya mengklaim bahwa proses penempatan narapidana teroris di lembaga pemasyarakatan sudah sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam undang-undang pemasyarakatan, yaitu menggunakan pendekatan keamanan dan pembinaan yang dilakukan melalui proses profiling dan assesment dalam setiap tahapan penempatan.


Ia juga mencatat sejumlah aspek-aspek yang menjadi pertimbangan dalam penempatan narapidana teroris yaitu tingkat risiko dan radikalisme, pembinaan sumber daya manusia, dan sarana prasarana lembaga pemasyarakatan.


Namun demikian, ia juga membubuhkan catatan mengenai adanya sejumlah hambatan di dalam lembaga pemasyarakatan yakni antara lain: over kapasitas, keterbatasan sumber daya petugas pemasyarakatan baik secara kuantitas dan kualitas, serta sarana prasarana.


Insan Firdaus menutup tulisannya dengan sejumlah saran yang dialamatkan pada Direktorat Jendral Pemasyarakatan yakni (1) perlu peningkatan kompetensi petugas pemasyarakatan, (2) peningkatan kerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Teroris, dan (3) perlunya dukungan sarana dan prasarana Lapas yang memadai.


Pewarta: Ahmad Rozali
Editor: Muhammad Faizin