Nasional

Makin Tinggi Kesenian, Makin Sedikit Konflik

NU Online  ·  Rabu, 9 Agustus 2017 | 11:02 WIB

Jakarta, NU Online
Budayawan Sujiwo Tejo mengatakan, pencapaian kebenaran yang lebih mendekati kebenaran bukan berasal dari premis-premis, tapi dari kesenian.

Bahkan, kata dia, kalau suatu tingkat keseniannya suatu bangsa makin tinggi, maka konflik antaragama, antarsekte di dalam agama di dalam bangsa itu akan terkurangi.

“Karena mereka mencari kebenarannya tidak dari premis-premis, tidak dari anggapan-anggapan kebenaran itu, tetapi dari sesuatu yang lebih dari hati itu. Kalau dari hati kan pasti ketemu,” ungkapnya pada Silaturahim Kebudayaan yang digelar Lesbumi PBNU di gedung PBNU 28 Juli lalu.

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj juga pernah mengatakan hal senada. Menurut dia, kesenian bisa menjadi sarana mengantarkan pelakunya kepada kebenaran, bahkan kepada Allah.

Kiai yang pernah nyantri di Kempek, Lirboyo, dan Krapyak itu mendasarkan pernyataannya kepada Syekh Dzunun Al-Mishri yang mengatakan, seni adalah suara kebenaraan yang bisa mengantar kita menuju hakikat, mendongkrak kita menuju Allah.

“Karena seni tak bisa berbohong,” katanya saat membuka pameran tunggal lukisan karya Nabila Dewi Gayatri bertajuk Sang Kekasih di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (8/5).  

Oleh karena itu, menurut pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqofah, Ciganjur, Jakarta, beberapa ulama besar adalah seniman.

“Imam Syafi’i sebelum menjadi imam besar adalah seorang penyair. Sayidina Ali sebelum menjadi khalifah adalah seorang penyair,” katanya. (Abdullah Alawi)