Nasional

Mahasiswa Sudah Terpapar Radikalisme, Jangan Dianggap Sepele

Rab, 14 Agustus 2019 | 06:30 WIB

Mahasiswa Sudah Terpapar Radikalisme, Jangan Dianggap Sepele

Direktur Eksekutif Institut Demokrasi Republikan, Syaiful Arif (berdiri) saat menjadi narasumber dalam dialog Harmoni Indonesia, Pancasila: Jiwa dan Kepribadian Bangsa Indonesia di Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember.

Jember, NU Online

Ancaman radikalisme yang mendera Indonesia jangan dipandang sebelah mata. Sebab sejumlah fakta menguak keabsahan ancaman tersebut. Terjadinya aksi teror di sejumlah daerah dan penangkapan bagitu banyak terduga teroris, tak pelak lagi membuktikan keseriusan ancaman tersebut. Namun yang lebih mengerikan adalah hasil survei dari Mata Air Foundation yang menyebut 23 persen mahasiswa sudah terpapar radikalisme.

 

“Itu sungguh mengerikan. Coba bayangkan, 23 persen dari jumlah mahasiswa seluruh Indonesia, itu banyak. Dan mahasiswa itu pinter-pinter, dan militan lagi,” tutur Direktur Eksekutif Institut Demokrasi Republikan, Syaiful Arif saat menjadi narasumber dalam dialog Harmoni Indonesia, Pancasila: Jiwa dan Kepribadian Bangsa Indonesia di Pondok Pesantren Al-Qodiri Jember, Jawa Timur, Selasa (13/8) malam.

 

Menurutnya, mahasiswa adalah generasi masa depan Indonesia yang diharapakan sebagai pemegang tongkat estafet kepemimpian bangsa sekian puluh tahun kedepan. Kalau saja yang 23 persen itu pertumbuhannya bagus dan bisa mengisi pos-pos penting di negeri ini, bagaimana nasib Indonesia kelak.

 

“Jangan dianggap remeh. 23 persen itu siap berjihad untuk menegakkan khilafah, dan otomatis menolak Pancasila,” jelasnya.

 

Data lain yang tak kalah pentingnya versi hasil survei itu adalah sebanyak 19,4 persen ASN (Aparatur Sipil Negara) menolak Pancasila. Pemahaman menolak Pancasila setali tiga uang dengan kelompok pejuang khilafah yang ingin mengganti Pancasila sebagai ideologi negara.

 

“Ini baru ASN yang seharusnya doktrin Pacasilanya begitu kuat. Belum lagi orang-orang BMUN yang juga terpapar radikalisme. Ini sungguh mengerikan,” jelasnya.

 

Alumnus Pesantren Ciganjur asuhan Gus Dur itu mengungkapkan alasan kelompok radikal untuk menolak Pancasila karena dinilai tidak sesuai dengan Al-Qur'an. Padahal 5 sila dalam Pancasila tidak satupun yng bertentangan dengan Al-Qur'an.

 

“Untuk meyakinkan masyarakat, biasanya mereka menyodorkan pertanyaan: mulia mana antara Al-Qur'an dan Pancasila. Jawabannya jelas lebih mulia Al-Qur'an. Keduanya tidak bisa dibandingkan karena yang satu (Pancasila) adalah produk maunsia, yang satunya lagi (Al-Qur'an) wahyu Allah. Tapi kalau ditanyakan lagi, apakah Pancasila bertentangan dengan Al-Qur'an. Jawabannya tentu tidak. Tidak ada satupun dari Pancasila yang bertentangan dengan Al-Qur'an ,” urainya.

 

Arif mengaku bersyukur Indonesia memiliki NU. NU merupakan salah satu ormas penjaga Pancasila. NU dengan ribuan pesantrennya merupakan kekuatan penting dalam menjaga Pencasila dan merawat NKRI .

 

“Kita berharap agar para santri bisa menjadi mujahid-mujahid Pancasila. Kita harus berikhtiar untuk menjaga Pancasila. Jangan karena kita besar lantas tidak melakukan sesuatu. Sementara mereka walaupun kecil tapi terus-menerus ‘bekerja’ akhirnya jadi besar,” pungkasnya.

 

Pewarta : Aryudi AR