Nasional

LP Ma'arif NU Nilai Full Day School Hilangkan Interaksi Sosial Anak

Sab, 23 September 2023 | 23:00 WIB

LP Ma'arif NU Nilai Full Day School Hilangkan Interaksi Sosial Anak

Sekretaris LP Ma'arif PBNU, Harianto Oghie menilai pemberlakuan full day school terlalu tergesa-gesa dan menghilangkan interaksi sosial anak (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online
Sekretaris Lembaga Pendidikan Ma'arif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif PBNU) Harianto Oghie menilai hasil keputusan Munas Konbes NU 2023 yang menolak pemberlakuan full day school atau sekolah sehari penuh dan masuk seminggu lima hari, sebagai keputusan yang tepat.

 

"Ide atau gagasan FDS terlalu tergesa-gesa dan tentunya perlu pertimbangan yang matang serta kajian secara komprehensif," ujar Oghie diwawancarai NU Online Sabtu (23/9/2023).


Oghie mengatakan, LP Ma'arif NU yang menaungi  21.000 satuan pendidikan baik berupa sekolah maupun madrasah di seluruh Indonesia, membutuhkan persiapan matang dari berbagai aspek dalam ekosistem pendidikan sebagai syarat utama menerapkan ide tersebut.


"Penolakan FDS bagi Ma'arif NU terhadap gagasan ini berdasarkan keputusan Munas NU. Kami meyakini hal tersebut merupakan masukan dari seluruh warga NU di tingkat wilayah, cabang dan majelis wakil cabang serta satuan pendidikan," tegas Oghie.


Di sisi lain, di dalam Kurikulum 2013 atau Kurikulum Merdeka dalam Kompetensi Inti (KI) satu dan Kompetensi Inti (KI) dua, telah mencakup materi pembentukan karakter. Oghie menyebut, jika ini diterapkan dengan benar di masing-masing sekolah, maka pembentukan karakter yang 80 persen di sekolah atau madrasah telah mencukupi dan tidak butuh memperbanyak waktu belajar.


Di lain hal, kondisi sekolah di Indonesia itu berbeda-beda. Lebih khusus lagi, sekolah atau madrasah yang berada di perdesaan atau daerah 3 T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar). Orang tua tidak bekerja hingga sore atau malam hari. Mereka sebagian besar bekerja sebagai petani atau berkebun, sehingga bekerja hanya setengah hari.


"Maka waktu berinteraksi dengan anak-anaknya cukup untuk pembentukan karakter serta melakukan pengawasan," ungkapnya

 

Oghie mengatakan, konsep pendidikan sekarang lebih diarahkan pada peningkatan kompetensi skill (vokasi) dan berorientasi pada kesiapan kerja. Hal ini dinilai baik untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul. "Akan tetapi yang lebih penting yakni pendidikan karakter anak didik yang beradab dan berakhlak dan wajib menjadi fokus utama," imbuhnya.


FDS lima hari sekolah pada satuan pendidikan, baik sekolah atau madrasah akan menghilangkan kemerdekaan anak-anak didik dalam mengembangkan kemampuan interaksi sosial mereka juga menghilangkan masa 'dunia bermain' siswa-siswi di pendidikan dasar. "Mestinya proses pembelajarannya harus diarahkan pada dunia anak-anak yang fun and happy," ungkap Oghie


Kata dia, hal itulah makna merdeka belajar, ketika siswa tidak dibebankan dengan jadwal dan beban tambahan lainnya.


Sementara itu dalam pembahasan Munas Konbes NU 2023, Katib PBNU H Abdul Ghaffar Rozin (Gus Rozin) mengungkapkan bahwa ada Perpres tahun 2023 yang disalahtafsirkan, yakni lima hari kerja yang ditafsirkan lima hari sekolah.


Ada dua landasan yang menjadi PBNU untuk menolak full day school. Pertama landasan sosiologis, karena full day school mengancam pendidikan karakter dan agama yang ditanamkan di Madrasah Diniyah (Madin). Sementara pelaksanaan pendidikan Madrasah Diniyah saat ini pada waktu sore hari.


"Sehingga menjadi terancam eksistensinya. Rekomendasi dari Munas, full day school tidak diterapkan," ujar Gus Rozin dalam pernyataan rekomendasi dari Munas Alim Ulama 2023 yang diunggah di kanal Youtube NU Online, Kamis (21/9/2023).


"Yang kedua landasan yuridis. Pada tahun 2017, PBNU menolak Permendikbud full day school yang direvisi melalui Perpres No. 87 Tahun 2017," imbuhnya.