Jakarta, NU Online
Kasus penyiraman air keras kepada Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan memasuki usia dua tahun (11/4). Namun, upaya pemerintah dalam menguak kasus Novel belum menemukan titik terang.
Menanggapi hal tersebut, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU menyayangkan penyelesaian kasus Novel yang berlarut-larut.
"Saya menyayangkan kasus Novel berlarut-larut dan menjadi bola liar politik," kata Ketua Lakpesdam PBNU H Rumadi Ahmad, Ahad (7/4) malam.
Menurut Rumadi, sebenarnya langkah yang diambil Presiden Jokowi dengan membentuk tim gabungan beberapa bulan lalu telah tepat. Namun sayangnya, tim tersebut belum menampakkan hasil yang memuaskan.
Ia berpendapat, dalam upaya menuntaskan kasus Novel, semestinya presiden memberi target waktu yang jelas. Setelah hasilnya didapatkan, lalu dikemukakan ke publik. Namun untuk sekarang ini, sambungnya, situasi yang ada tidak memungkinkan mengingat Pilpres tinggal menghitung bari.
"Presiden mestinya memberi target waktu yamg jelas dan ekspose hasilnya. Namun situasi sekarang tampaknya sudah tidak memungkinkan karena kesibukan politik menjelang pilpres. Karena hasil yang kurang memuaskan, kasus Novel menjadi salah satu sudut yang menjadi sasaran tembak lawan-lawan politiknya," terangnya.
Untuk diketahui, dua tahun lalu, tepatnya pada 11 April 2017, Novel menjadi korban penyiraman air keras yang dilakukan oleh orang tak dikenal di sekitaran kediamannya, di Penganggsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara (Jakut).Â
Siraman air keras itu membuat Novel harus kehilangan mata sebelah kirinya, setelah perawatan intensif di Indoensia dan Singapura selama lebih dari 10 bulan.
Desakan pun datang dari kalangan sipil agar kejahatan yang menimpa Novel diungkap karena hingga kini, pelaku dan motif penyiraman air keras terhadap Novel itu belum juga terungkap. (Husni Sahal/Muiz)