Nasional

Lahan di Sumenep Kian Kritis, NU Harus Lakukan Tiga Hal Ini

NU Online  ·  Senin, 12 Maret 2018 | 14:45 WIB

Sumenep, NU Online
Berbagai persoalan dibahas Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama atau PCNU Kabupaten Sumenep Jawa Timur. Selain laporan perkembangan Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqoh Nahdlatul Ulama atau LAZISNU yang sudah dapat menyantuni sejumlah yatim sekali dalam sepekan, penguatan rekrutmen donasi, isu agraria turut dibahas. Pembicaraan itu berlangsung di kantor Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Talango, Ahad (11/3).

A Dardiri Zubairi selaku Wakil Ketua PCNU Sumenep sekaligus pegiat BATAN (Barisan ajaga tana ajaga nak potoh) yang memiliki perhatian pada isu agraria memaparkan hasil analisanya di hadapan pengurus MWC se-Kabupaten Sumenep.  Hal tersebut berdasarkan hasil pendampingan terkait isu agraria selama ini. 

Menurutnya, basis terbesar Nahdliyin adalah petani yang tinggal di pedesaan. Tapi setiap tahun menurut data Badan Pusat Statistik, ada 500 ribu yang berhenti menjadi petani. “Berarti dalam rentang 10 tahun akan ada 5 juta petani yang alih profesi. Salah satu penyebabnya, banyak petani yang sudah tidak memiliki lahan lagi,” kata A Zubairi.

Di Kabupaten Sumenep sendiri, kasus agraria mengalami peningkatan sejak 2 tahun terakhir seiring merebaknya penjualan tanah kepada pemodal. Data 2016 ada sekitar 500 hektar yang terjual. "Saat ini bisa jadi sudah 700 hektar lebih," ujarnya. 

“Menarik, isu radikalisme agama dan narkoba di Madura justru bersamaan dengan maraknya penguasaan lahan,” katanya. Ia menilai, sangat mungkin isu ini dicipta untuk mengalihkan perhatian masyarakat Madura terhadap maraknya penguasaan lahan oleh pemodal. 

Menurutnya, lahan yang terbeli dari masyarakat oleh pemodal dibangun tambak, infrastruktur pariwisata, dan bisnis properti.  “Banyaknya lahan yang dikuasai pemodal dalam jangka panjang, akan berdampak terhadap pandangan keagamaan dan tradisi warga Nahdliyin, terutama di pedesaan,” tandasnya. 

Fakta terbaru, setidaknya ada 4 tambak udang yang sudah beroperasi, dan ada 2 hingga tiga yang sedang menunggu izin keluar. "Sementara, ada beberapa yang sudah dan akan dibangun pariwisata. Di perkotaan, alih fungsi lahan biasanya untuk properti,” paparnya. 

Mencermati keadaan gerak laju investasi yang tak mudah dilawan, A Zubairi mengingatkan warga NU untuk melakukan tiga hal. “Pertama, mendesak ada  regulasi yang jelas semacam Peraturan Daerah atau Perda yang bisa melindungi lahan-lahan,” katanmya. 

Hal berikutnya yang harus dilakukan hendaknya pengurus NU harus memahami betul geo politik. “Dan yang terakhir adalah perlunya penyadaran warga agar tidak mudah menjual tanah,” pungkasnya. (Red: Ibnu Nawawi)