Nasional

Kiai Said Ajak Santrinya Bangga Jadi IPNU

NU Online  ·  Ahad, 11 Oktober 2015 | 10:01 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengajak para santrinya di pesantren Ats-Tsaqofah bangga menjadi kader IPNU sebagai tahap pertama proses pengkaderan di lingkungan Nahdlatul Ulama. 
<>
"Kita harus bangga menjadi kader IPNU, nanti selanjutnya akan menjadi PMII, Ansor, dan NU. siapa tahun di sini nanti ada yang jadi rais aam atau ketua umum," katanya saat memberi bekal dalam Pelantikan Komisarian IPNU Ats-Tsaqofah yang diasuhnya dan Lakmuda Akbar IPNU DKI, SAbtu malam (10/10).

Kepada para kader muda itu, ia menyampaikan pesan tentang pentingnya pendidikan agar bisa mengambil peran penting dalam berbagai bidang. Proses pengasingan para kiai zaman dahulu yang memilih tinggal di desa ternyata membawa dampak besar karena tidak bisa ikut dalam dinamika yang terjadi di kota sebagai pusat kekuasaan seperti dalam bidang politik dan ekonomi. Sektor strategis dikuasai oleh orang Kristen, China, dan priayi abangan yang mampu mengases pendidikan umum lebih awal.

Kelompok terdidik NU, baru belakangan masuk dalam sektor pendidikan umum, meskipun ada satu atau dua keluarga kiai yang pintar seperti bapaknya Gus Dur, KH Wahid Hasyim. Baru pada tahun 50an, rata-rata pendidikan anak kiai setara dengan SR, tahun 60-an tamat SMA, tahun 65 mulai ada yang BA dan tahun 1971 mulai ada doktor, yaitu Dr Tolhah Mansur.

"Alhamdulillah, sekarang yang sarjana saja sudah tak terhitung," tandasnya.

Namun demikian, ia juga mengingatkan bagi yang mempelajari kajian agama, pendidikan di IAIN atau di UIN saja tidak memadai pengetahuan agamanya untuk bisa berperan di masyarakat, tapi Harus digabungkan dengan pendidikan pesantren.

"Kalau hanya mengandalkan sekolah tanpa bekal pesantren, tidak memadai. Khutbah saja tidak lancar, padahal ini paling gampang," tandasnya.

Ia menegaskan, amaliyah NU merupakan ajaran yang ramah dan sanadnya bersambung sampai ke Rasulullah. Islam ala NU ini terbukti memberikan suasana yang sejuk di tengah-tengah konflik umat Islam yang melanda Timur Tengah. Ia mencontohkan cara dakwah sejuk ala  ayahnya, Kiai Aqil yang merupakan salah satu cerminan model dakwah yang akhirnya mampu mengislamkan Nusantara. Di Kempek Cirebon, dulu ada ada sinder yang sangat benci kepada santri, tetapi ayahnya selalu silaturrahmi ke rumah sinder tersebut untuk sekedar menyapa. Lalu gantilah sinder yang pergi ke rumah Kiai Agil. Pertama, tentu saja tidak shalat, tetapi karena dekat dengan kiai, kemudian tak shalat, sinder tersebut menjadi malu. Demikian akhirnya proses keislamannya terus meningkat. 

"Coba kalau dibawai pentung, pasti lari," paparnya. 

Di depan kader-kader muda  NU ini, Kiai Said juga mengisahkan bagaimana NU disingkirkan oleh Orde Baru. Partai Persatuan Pembangungn (PPP) yang didominasi oleh orang NU tidak boleh dipimpin oleh kader NU, menteri agama tidak boleh dipimpin oleh orang NU. Ketua umum MUI juga tidak boleh dipimpin orang NU. Situasi ini berubah sejak reformasi dimana mulai banyak orang NU menduduki posisi strategis.

"Sejak reformasi, tak ada yang berani meninggalkan NU," tegasnya. (Mukafi Niam)Â