Nasional

Ketua PWNU Jateng: Perbedaan itu Indah karena Sunnatullah

Rab, 1 April 2015 | 04:02 WIB

Semarang, NU Online
Keberagamaan di Tanah Air merupakan kenyataan yang diciptakan Allah. Berbagai perbedaan tak seharusnya memicu perpecahan. Sebaliknya, ragam suku, ras, bahasa, bahkan agama mesti menjadi kekayaan untuk kemajuan hidup besama.
<>
Hal ini muncul dalam seminar bertajuk "Merajut Toleransi dalam Negara Pluralis" yang digelar Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Tengah bekerja sama dengan pemerintah provinsi setempat, di auditorium Masjid Agung Jawa Tengah.

"Perbedaan harus ditata dengan baik. Perbedaan terlihat indah karena bagian dari sunnatullah  (hukum Allah), ditambah me-manage perbedaan agar tidak salah tempat," ungkap Ketua PWNU Jateng H Abu Hafsin saat mengisi acara tersebut, , Senin (30/3).

Menurutnya, manusia merupakan makhluk yang bisa menjalin persaudaraan dengan manusia lain, tanpa tersekat oleh perbedaan agama. Hal ini sesuai dengan pesan universal yang disampaikan al-Quran bahwa manusia adalah wakil Tuhan (khalifah) di muka bumi. Kita mengenal ukhwah insaniyyah sebagai persaudaraan manusia dan ukhwah wathaniyyah sebagai persaudaraan sebangsa untuk bersama-sama memakmurkan bumi.

Untuk tetap menjaga persaudaraan sesama ini, imbuh Abu, kita tidak bisa mengedepankan simbolisme dan formalisme masing-masing agama. Terbukti para pendiri republik ini, temasuk sesepuh NU, memahami agama dengan toleran, moderat, berimbang dan mengedepankan keadilan sehingga tujuh kata yang sebelumnya ada dalam sila pertama dihapuskan karena tak mendapat persetujuan khususnya kalangan nonmuslim.

“Selanjutnya, pada Munas Alim Ulama NU (1984), NU secara resmi mengumumkan dan menjadikan Pancasila seabgai ideologi negara merupakan bentuk final,” kata pria yang sehari-hari mengajar di UIN Walisongo ini.

Perbedaan suku, bahasa, dialek, agama, atau madzhab tidak semestinya menjadi penghalang untuk bersatu. Ini menjadi kekayaan bangsa yang harus dipupuk. "Baik Pancasila maupun UUD 1945 sama sekali tidak melarang ajaran agama masuk mewarnai kehidupan politik maupun hukum di Indonesia," tutur Abu.

Tampak hadir Dr KH. Abu Hapsin (Ketua PWNU Jawa Tengah), Dr. Suranto (Dosen Sekolah Tinggi Agama Budha), (Ketua Seminari Tinggi Kenthungan Yogyakarta), dan Dr. Munir (UIN Walisongo).

Ketua PKC PMII Jateng Ibnu Ngakil menuturkan bahwa seminar kali ini merupakan bagian dari rangkaian menyambut hari lahir PMII ke-55. Sebelumnya, Ahad (29/3) pihaknya telah mengumpulkan seluruh cabang se-Jateng untuk menyosialisasikan hasil keputusan PB PMII di gedung PWNU Jateng. (M. Zulfa/Mahbib)